Urung Dijual, Ahli Waris Segel Musala

DITANAMI POHON: Selain disegel, oknum warga setempat juga menanami halaman musala dengan pepohonan. (ISTIMEWA/RADAR LOMBOK)

PRAYA – Oknum warga yang mengaku sebagai ahli waris menyegel Musala Hizbul Jihad Dusun Pondok Gedang Desa Aik Berik Kecamatan Batukliang Utara (BKU). Oknum warga ini menyegel musala dengan cara memaku gerbang sehingga masyarakat setempat tidak bisa memasuki area musala.

Tidak hanya itu saja, seluruh halaman musala juga telah ditanami pepohonnan, mulai pohon pisang, durian, hingga alpukat. Oknum warga ini menyegel musala ini karena merasa tanah tersebut adalah tanah almarhum ayahnya, sehingga ingin mengambilnya kembali.

Tokoh pemuda sekaligus Takmir Musala Hizbul Jihad, Muhammad Sufyan Ats-Tsauri menjelaskan, musala ini telah disegel dan ditanami pohon sebulan lalu. Pasca penyegelan ini membuat masyarakat setempat tidak bisa menggunakan musala tersebut untuk beribadah. “Ahli waris mengadu bahwa tanah tersebut adalah tanah almarhum orang tuanya sehingga mau mengambil kembali tanah tersebut. Padahal sebelumnya pernah berikrar ikhlas tanah tersebut dibangun musala tapi mengklaim kembali. Kami pernah memediasi dua kali di tengah-tengah masyarakat maupun desa tapi sampai sekarang tidak ada keputusan sama sekali,” ungkap Muhammad Sufyan Ats-Tsauri, Jumat (28/6).

Baca Juga :  Parkir Liar Kawasan Mandalika Dikeluhkan Wisatawan

Disebutkan Ats-Tsauri, yang keras mengambil lahan ini adalah dua orang dari enam bersaudara. Sementara saudara yang lainnya tidak ada yang menggugat karena tanah ini telah dibeli.  Namun, masyarakat yang dahulunya membangun musala tidak pernah terlintas untuk membuat surat jual beli karena iktikad baiknya untuk bangun musala. “Karena tidak ada surat jual beli, tidak ada kuitansi, dan lain sebagainya membuat mereka yakin untuk mengambil alih tanah tersebut,” katanya.

Baca Juga :  TPPD Pastikan Loteng Siap Jadi Pusat Pemerintahan Provinsi

Sebelumnya dua orang ahli waris sempat meminta uang sejumlah Rp 10 juta. Namun karena lambatnya pengumpulan uang Rp 10 juta dari masyarakat menyebabkan mereka berubah pikiran dan menanam pohon. “Ahli waris membatalkan perjanjian Rp 10 juta dan bersikukuh mengambil tanah seluas dua are tempat dibangunnya musala ini,” tambahnya.

Ats_Tasuri juga mengaku tidak tahu harus bertindak apa selain membiarkan mereka mengambil tanah musala tersebut. Karena secara hukum, warga juga tidak bisa mempertahankan tanah tersebut karena tidak ada surat jual beli yang mereka jadikan sebagai bukti. “Akan tetapi kami menginginkan uang ganti rugi kepada masyarakat sejumlah uang untuk dibangun musala dulu. Kami ingin membangun kembali musala di tempat yang lain,” katanya. (met)

Komentar Anda