Enam Warga Lingsar Laporkan Broker Tanah

LAPOR: Enam warga menjadi korban penipuan jual beli tanah kavelingan. Mereka melapor ke Polresta Mataram didampingi kuasa hukumnya, Endah Puspita Sari. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM-Sebanyak 6 warga Lingsar melapor ke Polisi. Mereka melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan jual beli tanah kavelingan yang ada di Desa Duman, Kecamatan Lingsar, Lobar. “Ada dua orang yang dilaporkan, inisial FA dan A,” sebut Endah Puspita Sari, selaku kuasa hukum korban di Polresta Mataram, Selasa (5/3).

Dua orang yang dilaporkan ke Satreskrim Polresta Mataram tersebut merupakan broker atau pihak ketiga. Para korban melapor lantaran telah mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli tanah. Akan tetapi, tanah yang dibeli tahun 2022 itu tidak bisa dimiliki atau dikuasai.

“Kami melaporkan jual beli tanah yang sifatnya penipuan. Tidak ada kepastian kepemilikan atas tanah itu. Tanah itu kavelingan ada di Desa Duman,” katanya.

Tanah itu miliknya seseorang inisial JB. JB memberikan kuasa kepada dua orang yang kini berstatus terlapor (FA dan A) untuk melakukan jual beli. Keenam korban, telah menyetorkan uang kepada FA dan A dengan total Rp 387 juta.

“Total kerugian korban sekitar Rp 387 juta. Itu yang baru ketahuan 6 orang, korban lainnya masih banyak lagi dengan tanah yang sama. 6 korban ini rata-rata sebagai petani dan pedagang,” tuturnya.

Baca Juga :  Gagal Bunuh Diri Usai Bunuh Mantan Istri

Akan tetapi, tidak ada kepastian kepemilikan atau penerbitan sertifikat tanah yang dijual kedua terlapor. Bahkan, tanah yang telah dibayar para korban, terpasang plang bahwa tanah tersebut bersengketa. “Saat dicek, ternyata ada plang tanah itu bersengketa. Sehingga orang orang yang membeli kavelingan ini tidak ada tanah yang bisa dimiliki dan diproses,” ujarnya.

Dikatakan, dalam proses jual beli, kedua terlapor mengeluarkan perjanjian pengikat jual beli (PPJB). Akan tetapi, PPJB yang dibuat kedua terlapor tidak mengikat secara hukum. “PPJB itu bodong alias tidak ada isinya. Sekarang para korban meminta uangnya kembali,” ungkap dia.

Luas tanah yang dibeli para korban beragam. Harganya mulai dari Rp 50-55 juta per are. Untuk korban inisial HS, membeli tanah kavelingan dengan luas 200 meter persegi. HS telah membayar sebesar Rp 100 juta kepada FA dan A. “Ada juga korban lain inisial H yang sudah membayar Rp 115 juta. Mereka membeli tahun 2022,” bebernya.

Sebelum melayangkan laporan ke Kepolisian. Endah mengaku pernah melayangkan somasi ke pelapor. Namun tidak pernah mendapatkan kejelasan. Korban meminta uangnya dikembalikan, lantaran tidak ada tanah yang bisa dimiliki. Namun hingga detik ini, kedua terlapor tidak pernah mengembalikan uang para korban. “Tanahnya tidak fiktif, proses jual belinya yang fiktif. Sekarang atas kepemilikan tanah itu menjadi milik orang lain. Kami pernah klarifikasi ke JB pemilik tanah, ternyata JB tidak pernah menerima uang,” ucapnya.

Baca Juga :  Polisi Buru Pembuang Bayi di Abian Tubuh

Laporan yang dilayangkan ke Polresta Mataram dengan dugaan penggelapan dan penipuan. Pasal yang dicantumkan dalam laporannya yaitu Pasal 378 KUHP. “Kami harap, pihak Kepolisian mengusut tuntas kasus ini,” harapnya.

Sementara, Kanit Harta Benda (Harda) Satreskrim Polresta Mataram Iptu Kadek Angga Nambara membenarkan soal adanya aduan tersebut. “Benar, aduan sehubungan dengan dugaan tindak penipuan dan penggelapan,” timpal Kadek Angga.

Modus kedua orang yang dilaporkan itu, menawarkan sebidang tanah kavelingan yang kemudian menerima bayaran dari pihak pengadu atau pelapor. Namun setelah menerima uang, para korban tidak bisa mendapatkan sertifikat ataupun menguasai tanah tersebut.

“Masih dalam bentuk pengaduan. Kalau ada peristiwa pidana dalam aduan tersebut baru diputuskan gelar perkara ke arah laporan polisi. Kami masih ambil keterangan pelapor dulu,” tandas Kadek Angga. (sid)

Komentar Anda