Warga Mulai Layangkan Protes Rencana Kenaikan Tarif Parkir di Mataram

TARIF PARKIR : besaran kenaikan tarif parkir masih bisa dievaluasi menyusul adanya penolakan masyarakat. (ALI MA’SHUM/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Dalam beberapa hari terakhir terdengar banyak penolakan dari masyarakat terkait kenaikan tarif parkir di Kota Mataram. Masyarakat merasa cukup terbebani dengan rencana kenaikan tersebut dan banyak yang menyatakan tidak setuju dinaikkan. Dalam respons terhadap reaksi masyarakat, Dinas Perhubungan Kota Mataram mengatakan bahwa besaran tarif parkir masih bisa dievaluasi. “Ini kan perdanya belum ditandatangani Kemendagri. Ada beberapa perwal (peraturan wali kota) yang diminta untuk teknis operasional. Kan kita diberikan waktu enam bulan untuk menyusun beberapa perwal. Jadi masih bisa dievaluasi soal tarifnya,” ujar Kepala Dinas Perhubungan Kota Mataram, HM Saleh, Selasa (12/9).

Rencana kenaikan tarif parkir ini oleh Pemkot Mataram menindaklanjuti rancangan peraturan daerah pajak daerah dan retribusi daerah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah yang disahkan oleh DPRD beberapa waktu lalu. Meski demikian, ada laporan tarif baru sudah diterapkan oleh juru parkir (jukir). Sementara perda ini belum mendapat persetujuan dari kementerian untuk disahkan. Praktik penarikan tarif baru oleh jukir jelas melanggar ketentuan. “Itu pelanggaran dan menjadi bagian yang kita tertibkan. Sesungguhnya ini sudah berlangsung lama, seperti motor yang masih Rp 1000 kan sudah ditarik Rp 2000. Itu kita tertibkan tidak tinggal diam. Tarif mobil sekarang masih 2000, terus kalau dikasi 5000 tidak diberikan kembalian. Ini modus lam dan menjadi sasaran penertiban kita,” katanya.

Penolakan dari masyarakat terhadap kenaikan tarif parkir dianggap cukup lumrah, mengingat kebijakan perubahan tarif dapat berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari mereka. “Protes itu wajar selama dilakukan dengan cara yang benar. Kalau ada keluhan dan usul-usul bisa dilakukan melalui DPRD seperti hearing atau apa,” katanya.

Kemudian masyarakat yang menolak kenaikan tarif parkir bisa menempuh beberapa jalur yang tersedia. Selain hearing dengan DPRD maupun Pemerintah Kota Mataram, saluran yang tersedia bisa melakukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) jika perda tersebut sudah disahkan kementerian. “Keluhan dan aspirasi bisa disalurkan dengan cara yang benar. Intinya kan di dewan itu terbuka kalau mau hearing. Kemarin kita sudah bahas ini di pansus (pansus) ranperda pajak dan retribusi daerah. Sudah kok dibahas itu,” ungkapnya.

Ketua DPRD Kota Mataram, H Didi Sumardi mengatakan, penolakan dengan melakukan judicial review dianggapnya tidak tepat dan berlebihan. Karena perda pajak dan retribusi daerah belum disahkan oleh kementerian. “Ini kan masih ranperda namanya walaupun sudah disahkan DPRD. Masih jauh untuk menjasi undang-undang,” katanya.

Baca Juga :  Jualan Sabu karena Permintaan Ibu

Walaupun sudah diketok oleh dewan. Tetapi saat ini masih dievaluasi oleh Pemprov NTB. Perda pajak dan retribusi daerah belum bisa diundangkan meskipun sudah ditetapkan oleh DPRD. “Ini belum berlaku. Kapan berlakunya tidak bisa kita prediksi meskipun ada ketentuan batas waktu untuk mengevaluasi. Tetapi biasanya berbulan-bulan, kita tidak tahu keputusan provinsi seperti apa. Jadi sekarang posisi kita menunggu hasil evaluasi oleh provinsi. Jadi supaya dipahami ini perda diberlakukan besok secara legalitasnya,” terangnya.

Berkaitan dengan besaran tarif baru 2000 untuk sepeda motor dan 5000 untuk kendaraan roda empat atau mobil. Dalam perda disebutkan, jika diperlukan penyesuaian. Bisa dilakukan dan dituangkan dalam perwal. “Karena tarif itu diatur dan masuk ke dalam lampiran peraturan daerah. Dimungkinkan juga setiap dua tahun sekali dievaluasi dan disesuaikan. Penyesuaian tarif itu nanti bisa dengan Perwal,” terangnya.

Diharapkan bahwa dengan keterlibatan masyarakat dan evaluasi yang mendalam, kebijakan tarif parkir dapat disesuaikan dengan lebih baik agar memenuhi kebutuhan seluruh pihak. Proses evaluasi ini menjadi langkah positif dalam menjaga keseimbangan antara pelayanan publik dan kepentingan finansial kota. “Hakikatnya itu kembali ke masyarakat dan petugas operasional. Bahkan di sana harus ada kompensasi terhadap peningkatan. Prinsipnya masukan dari sejumlah pihak untuk bisa di follow up oleh kepala OPD. Karena ujungnya kan pada kualitas pelayanan yang harus diperhatikan. Juga untuk menghindari kebocoran dan pungli,” jelasnya.

Di sisi lain, kenaikan tarif parkir ini mulai memicu reaksi masyarakat. Bahkan, masyarakat melayangkan surat keberatan terkait dengan kenaikan tarif parkir yang bakal diberlakukan tahun 2024 mendatang.

Aduan masyrakat yang masuk ke e-Lapor Diskominfo Kota Mataram terus berdatangan. Tak hanya itu, masyarakat juga mengkritisi kenaikan parkir ini media sosial. Karena para juru parkir (jukir) yang sudah mulai menaikan tarif. Seperti sepeda motor yang mulanya Rp 1000 sudah naik menjadi Rp 2.000. Sedangkan tarif parkir roda empat yang sebelumnya Rp 2.000 sudah mulai ditarik menjadi Rp 4.000. Padahal penerapan tarif  terbaru belum bisa diberlakukan karena belum ada perwal.

Mantan Ketua Panitia Khusus Raperda tentang Pengelolaan Parkir DPRD kota Mataram, Ahmad Azhari Gufron mengatakan, pihaknya sudah membahas tentang sistem perparkiran di Kota Mataram yang belum jelas. ‘’Untuk tarif itu penetapanya di perda retribusi. Saat pansus parkir sudah kita sampaikan, jangan ada kenaikan sebelum ada perbaikan sistem dan pelayanan,’’ katanya.

Menurut Gufron, kenaiakan juga harus melihat kondisi ekonomi masyarakat yang belum normal karena bisa memicu reaksi masarakat. Mengingat, di dalam raperda tentang pengelolaan parkir juga belum ada ketetapan. Panitia khusus bersama eksekutif juga sebelumnya telah bersepakat untuk menyesuaikan dan penyempurnaan terhadap raperda tentang pengelolaan parkir dengan mempedomasi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, khususnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Baca Juga :  ASN Tersenyum, Honorer Menangis

Ditambahkan satu ayat baru yaitu ayat 6 dalam pasal 5 yang berbunyi, suatu lokasi parkir layak ditetapkan sebagai objek parkir berdasarkan analisis potensi pendapatan parkir dibandingkan dengan biaya operasional pengelolaan parkir yang dikeluarkan. Rumusan pasal 9 ayat 1 disempurnakan menjadi pemerintah daerah wajib memasang tanda parkir pada tempat-tempat parkir.

Untuk rumusan dalam pasal 10 ayat 3, sambung Gufron, disempurnakan menjadi pihak penyelenggara kegiatan keramaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus menyampaikan surat permohonan sebagai dasar permohonan izin parkir insidentil kepada kepala dinas perhubungan. Selain itu, ditambahkan ketentuan dalam pasal 10 yang mengatur terkait izin parkir isidentil dan perhitungan besaran tarif parkir isidentil.

Pada sistem pengelolaan parkir, pada pasal 14 pengelolaan parkir dilakukan oleh unit pelaksana teknis daerah pengelola perparkiran. Pasal 15 ada beberapa poin, pemerintah daerah dapat menerapkan pengelolaan parkir dengan sistem parkir nontunai. Untuk pengelolaan parkir dengan sistem parkir nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat 1, harus dipersiapkan fasilitas dan sarana penunjang yang dibutuhkan. ‘’Ketentuan lebih lanjut tentang penggunan sistem parkir nontunai diatur dalam peraturan wali kota,’’ papar Gufron.

Beberapa saran, masukan, dan rekomendasi pansus untuk perbaikan sistem pengelolaan parkir yakni, Pemerintah Kota Mataram melakukan kajian terkait pembentukan kelembagaan pengelola parkir yang tepat dan ideal. Dalam melakukan kajian Pemerintah Kota Mataram melibatkan DPRD, Dinas Perhubungan Kota Mataram harus melakukan pendataan kembali terhadap potensi tempat parkir baru, titik-titik parkir serta melakukan uji petik parkir secara masif dan berkelanjutan. ‘’Pemkot Mataram membuat perwal yang mengatur terkait pelaksanaan inventarisasi objek-objek parkir pada fasilitas umum dan fasilitas sosial, pengaturan ganti kerugian dengan modus kehilangan kendaraan dari hasil kerjasama juru parkir dengan pengguna parkir, serta pengaturan penanggung jawab atas kehilangan kendaraan di tempat parkir,’’ ujarnya.

Terakhir, terkait dengan pemberlakuan penarikan uang parkir dengan sistem nontunai agar dilakukan secara bertahap dan terlebih dahulu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat, karena masih adanya warga masyarakat yang belum memahami dan belum memiliki alat pembayaran/transaksi nontunai. (gal/dir)

Komentar Anda