Usut Permainan Aplikator dan Oknum Pengurus Pokmas

Tiga Bulan Bangunan belum Berdiri

pokmas
USUT : Pejabat Dinas Perumahan dan Pemukiman Lombok Barat saat mengecek progres pembangunan salah satu rumah korban gempa di Dusun Orong Desa Batulayar Kecamatan Batulayar kemarin. (Rasinah Abdul Igit/RADAR LOMBOK)

GIRI MENANG – Di balik cerita kesuksesan penggelontoran dana untuk korban gempa di NTB, terdapat masih banyak warga yang rumahnya belum jadi. Bukan karena tidak ada uang, tetapi karena permainan aplikator dan oknum pengurus kelompok masyarakat (pokmas). Ada warga yang bangunannya baru sampai fondasi, lalu dibiarkan menunggu kelanjutan pembangunan hingga berbulan-bulan.

Radar Lombok mendapati kondisi di atas saat turun ke sejumlah kampung lokasi pembangunan rumah korban gempa kemarin.

Di Dusun Orong Desa Batulayar Kecamatan Batulayar, sejumlah warga tengah duduk santai di samping bangunan yang baru jadi fondasinya saja. Sebagian besi tiang sudah berdiri. Ini adalah satu dari ratusan rumah di dusun ini yang tengah dibangun dari bantuan pemerintah pusat. Karena ini rumah masuk kategori rusak berat, pemiliknya mendapat bantuan Rp 50 juta. “ Ini dibiarkan begini saja. Sejak sebelum bulan puasa kondisinya begini-begini saja, tidak ada bangunan,” ungkap Khatim, bendahara salah satu pokmas di desa setempat memberikan penjelasan.

BACA JUGA: Tenda Pria dan Wanita di Rinjani Bakal Dipisah

Ia mempertanyakan kinerja perusahaan yang menyuplai material bangunan untuk rumah-rumah warga di sini. Ia menyebut nama Taufan selaku aplikator. Ketua Pokmas, Sapari, tidak ada di tempat. Menurut penjelasan warga, ia sedang mengerjakan pembangunan rumah warga di kampung lain, padahal ia sendiri adalah ketua pokmas yang bertanggungjawab terhadap kelompoknya.

Seorang warga menuding aplikator tidak bisa menyuplai kebutuhan warga sehingga bangunan terbengkalai. Seorang warga lain malah mencurigai ada kongkalikong antara pengurus pokmas dengan aplikator soal harga dan ketersediaan material bangunan.

Sekitar 50 meter dari bangunan ini yang posisinya lebih tinggi, terdapat bangunan milik Inaq Rukyah, korban gempa. Rukyah adalah istri Rusleh. Dengan mata berkaca-kaca ia bercerita tentang kondisi bangunan yang baru fondasinya saja, sejak tiga bulan lalu. Tidak ada tukang yang bekerja karena memang tidak ada bahan bangunan. Ia menunjuk semen yang disusun dan ditutup terpal. “Itu semen sudah sampai mengeras. Ini lihat tempat saya tidur. Pernah ada naik ular. Tolong supaya bahan-bahan didatangkan,” ungkapnya.

Batulayar adalah salah satu desa yang terkena dampak gempa paling parah di Lombok Barat. Di Dusun Orong ada enam pokmas. Dua diantaranya bangunan dikerjakan secara swakelola warga. Menariknya, warga yang memilih mengerjakan sendiri bangunannya justru progresnya lebih bagus. Yang bermasalah adalah bangunan yang tukangnya disediakan oleh aplikator. Ini diakui oleh seorang fasilitator bernama Lilik.

BACA JUGA: Global Hub Kayangan Tinggal Mimpi Belaka?

Di Desa Guntur Macan Kecamatan Gunung Sari kondisinya tidak jauh beda. Seorang warga mengeluhkan harga bahan bangunan yang tidak sesuai dengan harga pasar. Itu dicurigai permainan oknum aplikator, fasilitator dan pengurus pokmas untuk mendapat keuntungan dari selisih harga.

Kepala Dinas dan Perumahan Lombok Pemukiman Lombok Barat, HL. Winengan, begitu mengetahui belum ada progres pembangunan langsung turun ke Batulayar kemarin. Bersama Kabidnya, Lalu Ratnawi, ia kumpulkan warga penerima bantuan berikut pengurus pokmas. Dia kecewa melihat bangunan rumah yang baru fondasinya saja. “Saya kecewa. Padahal Lombok Barat itu paling siap karena uang sudah ada, Rp 1,4 triliun. Nanti ada tambahan lagi Rp 80 miliar. Kabupaten lain baru separuhnya saja yang cair. Tapi kalau begini kerja aplikator bagaimana mau bisa cepat jadi,” ungkapnya.

Ia juga meminta warga memberi “pelajaran” kepada aplikator nakal. Warga diminta memberi tempo beberapa hari kepada aplikator untuk memastikan pekerjaan dengan adanya ketersediaan bahan bangunan. Jika tidak jelas, maka aplikator tersebut harus diputus kontraknya. Bahkan kalau ada indikasi pidana, pengusaha itu bisa dipenjarakan. “ Saya nggak main-main soal ini. Ini saya sudah capek urus uang ini,” ungkapnya.

BACA JUGA: Polisi Gagalkan Pengiriman Tujuh Perempuan ke Saudi

Dalam pertemuan singkat yang berlangsung di Dusun Orong, warga sepakat untuk memutus kontrak salah satu penyuplai bahan. Mereka juga sepakat akan mengerjakan sendiri bangunan rumah mereka.

Di Desa Kebon Ayu Kecamatan Gerung, progres pembangunan rumah bagi warga korban gempa cukup lancar meski ada kesulitan soal tukang. Di desa ini pemilik rumah kesulitan tukang meski desa ini dikenal punya banyak tukang bangunan. “ Susah cari tukang. Semuanya sudah terpakai di tempat lain,” ungkap Amaq Purnadi. Karena itu ia memilih mengerjakan sendiri rumahnya.(git)

Komentar Anda