Peras Peserta CPNS Ratusan Juta, Jaksa Eko Disidang

TERTUNDUK: Terdakwa Eka Putra Raharjo tertunduk di kursi pesakitan PN Tipikor Mataram saat mendengarkan jaksa membacakan isi dakwaan. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Sidang perdana oknum jaksa fungsional Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB Eka Putra Raharjo dalam perkara tindak pidana pemerasan terhadap peserta calon pegawai negeri sipil (CPNS) mulai bergulir, Jumat (6/9) kemarin.

Di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu, terungkap bahwa terdakwa melakukan aksi pemerasan dengan memanfaatkan jabatannya sebagai seorang jaksa.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut Sesarto Putra, salah satu yang menjadi korban terdakwa ialah Muhammad Efendi yang saat ini menjadi saksi. Terdakwa menjanjikan saksi Efendi untuk lulus CPNS di Kemenkum HAM NTB tahun 2020.

Pertemuan terdakwa dengan saksi Efendi bertempat di rumah saksi Jatimah. Di sana, terdakwa akan membantu saksi Efendi dengan syarat mengeluarkan uang Rp 250 juta. Akan tetapi, nominal awal tersebut mengerucut menjadi Rp 170 juta. Uang itu diberikan secara berkala, dengan nominal yang berbeda-beda. “Penyerahan uang dengan tanda bukti kuitansi bertuliskan dana pinjaman,” katanya.

Saksi Muhammad Efendi menyerahkan uang itu karena pada saat bertemu dengan terdakwa menggunakan seragam jaksa. “Sehingga membuat saksi sangat yakin dan percaya bahwa saksi bisa diluluskan dalam ujian CPNS Kemenkum HAM,” ujarnya.

Saksi yang sudah menyerahkan uang, menanyakan nasib uangnya jika tidak lulus. Untuk meyakinkan korban, terdakwa berjanji akan mengembalikan uang yang sudah disetorkan kepadanya tanpa dipotong sepeser pun. “Terdakwa akan menyerahkan kendaraan roda empat miliknya sebagai jaminan pengembalian uang,” sebutnya.

Baca Juga :  Oknum TNI Diduga Keroyok Lima Warga Mabuk

Tiba pengumuman kelulusan CPNS, tenyata saksi Efendi tidak lulus. Akan tetapi, terdakwa tetap menjanjikan saksi akan keluar SK CPNS melalui jalur khusus. Namun setelah ditunggu-tunggu sampai batas waktu yang sudah ditentukan, tidak ada SK CPNS Kemenkum HAM atas nama Muhammad Efendi yang keluar. Kemudian, saksi menagih uangnya dikembalikan. Akan tetapi, hingga saat ini uang saksi belum dikembalikan. “Mobil yang dijanjikan sebagai jaminan juga tidak diberikan kepada saksi Efendi,” ungkapnya.

Hal serupa dilakukan kepada korban lainnya. Di mana terdakwa meyakinkan korban bahwa dirinya mampu meluluskan seseorang menjadi CPNS di Kejaksaan.

Untuk meluluskan korban menjadi CPNS Kejaksaan ini, terdakwa mematok harga Rp 200 juta. Namun, nominal tersebut dianggap terlalu tinggi dan korban menawar setengah harga. “Terdakwa menjawab bisa, namun dibayar Rp 100 juta dulu. Jika SK keluar Rp 100 juta lagi,” ungkap dia.

Mendengar jawaban terdakwa, korban mengatakan akan berunding dengan para keluarga terlebih dahulu. Korban juga sempat menanyakan perihal jika tidak lulus CPNS tersebut. “Terdakwa menjawab, jika tidak lulus uangnya kembali,” ucapnya.

Dari nominal awal yang ditawarkan terdakwa, korban hanya mampu sebesar Rp 75 juta. Terdakwa pun menyetujuinya, namun terdakwa meminta terlebih dahulu uang Rp 10 juta untuk ke Jakarta. “Uang Rp 10 juta itu diberikan ke saksi Jatimah untuk diserahkan ke terdakwa,” cetusnya.

Baca Juga :  Kejaksaan Usut Utang RSUD Sumbawa Rp 70,2 Miliar

Setelah mendengar uang Rp 10 juta sudah dititipkan, terdakwa pun kembali menanyakan kapan sisanya akan disetorkan. Korban lantas menjawab besok. Uang sisa sebesar Rp 65 juta pun disetorkan korban. Uang itu hasil jual tanah. Penyetoran uang ditandai dengan tanda bukti kuitansi. “Dana tersebut dituliskan sebagai pinjaman,” bebernya.

Korban sempat menanyakan jika tidak lulus, uang akan kembali atau tidak. “Terdakwa menjawab, iya uang akan kembali,” imbuhnya.

Tiba waktunya korban mengikuti tes CPNS masuk Kejaksaan. Akan tetapi, saat pengumuman korban dinyatakan tidak lulus. Sehingga, korban melakukan penagihan uang kembali. “Hingga saat ini uang korban belum dikembalikan,” katanya.

Hal serupa juga dilakukan terdakwa kepada korban lainnya yang akan ikut tes CPNS di Kejaksaan tahun 2021. Rata-rata korban mengalami kerugian hingga puluhan juta. Atas perbuatannya, terdakwa didakwakan Pasal 11 dan/atau Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 junto Pasal 421 KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Usai mendengar pembacaan dakwaan, Eka Putra melalui penasihat hukum Iskandar menyatakan tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan tersebut.

Hakim menanggapi hal itu dengan mempersilakan kepada jaksa penuntut umum untuk menghadirkan saksi-saksi pada agenda sidang lanjutan Jumat (16/6). (cr-sid)

Komentar Anda