Pengklaim Lahan KEK Mandalika Keok

Dedy Irawan (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Jaksa pengacara negara (JPN) Kejaksaan Tinggi NTB memenangkan tiga  perkara gugatan perdata lahan kawasan KEK Mandalika. Perkara pertama yaitu perkara tanah dan HPL (hak pengelolaan lahan) 73 seluas 122,32 hektare. Penggugatnya adalah Kangkung alias Amak Bengkok dengan tergugat PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).

Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB, Dedy Irawan mengatakan, Kangkung dalam hal ini mengajukan gugatan tanah miliknya ke Pengadilan Negeri Praya  dengan nomor perkara 16/Pdt.G/2021/Pn.Pya. Dia menyebut tanahnya dimasukkan ke dalam sertifikat HPL 1 dan HPL 78 merupakan perbuatan melawan hukum. Sehingga dia meminta hakim menyatakan sertifikat HPL tersebut cacat hukum.

Selain itu juga, Kangkung mengajukan pembayaran ganti rugi moril Rp 500 juta dan materil Rp 250 juta. Ditambah meminta ganti pembayaran tanah seluas 15,25 hektare sebesar Rp 45,77 miliar dengan harga Rp 300 juta per are. “Atas gugatan itu, JPN mengajukan gugatan balik,” ujar Dedy, Selasa (15/6).

Dalam gugatan baliknya, JPN mencantumkan dokumen tanah itu merupakan HPL 73. Hasilnya, majelis hakim mempertimbangkan gugatan rekonvensi itu.

Dalam putusan rekonvensi, majelis hakim menyatakan Kangkung melakukan perbuatan melawan hukum. Kemudian dokumen yang dimiliki Kangkung cacat hukum dan tidak sah. Selanjutnya, menyatakan tanah itu sah dalam pengelolaan PT ITDC. “Sah berdasarkan HPL 73, surat ukur No94/Kuta/2010 seluas 1.223.250 meter persegi,” jelas Dedy mengutip putusan majelis hakim.

Baca Juga :  Kerap Ditagih Jadup, Artadi: Itu Bukan Janji Kampanye

Perkara selanjutnya yang dimenangkan JPN, yakni perkara sengketa lahan kepemilikan HPL PT ITDC juga dimenangkan jaksa. Yakni perkara No3/Pdt.G/2021/Pn.Pya dengan penggugat Migarse alias Amaq Milate dan Nate alias Amaq Labak.

Migarse dan Nate menggugat tanahnya dimasukkan dalam HPL 22 tanpa izin sehingga menurutnya cacat hukum. Mereka pun meminta pembayaran Rp 300 juta per are atas tanah tersebut. Rinciannya, tanah sisa milik Migarse seluas 11,3 are dengan harga Rp 3,39 miliar. Tanah sisa milik Nate seluas 8,39 are dengan harga Rp 2,51 miliar. “Atas gugatan itu, JPN juga mengajukan gugatan kembali,” ujarnya.

Majelis hakim kemudian dalam putusannya menyatakan Migarse dan Nate menguasai tanah secara melawan hukum. Dokumen terkait tanah itu cacat hukum sehingga tidak sah. Selanjutnya, hakim menyatakan tanah HPL 70 dengan surat ukur No90/KTA/2010 seluas 168.867 meter persegi atau 16,88 hektare sah milik PT ITDC. Para penggugat pun diperintahkan untuk menyerahkan objek sengketa dalam keadaan kosong.

Perkara terakhir yang dimenangkan JPN, putusan perkara nomor 95. Dimana penggugat Abu Bakar alias Gebuh dkk. Dalam gugatannya, Gebuh dkk menuntut  obyek sengketa yang telah menggabungkan/memasukkan objek sengketa kedalam sertifikat HPL No. 1/Desa Kuta Tahun 2009 dan/atau HPL 88 BTDC tahun 2010 tanpa izin dan pengetahuan penggugat, merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan. Mereka juga menuntut  Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) No. 1/Desa Kuta tahun 2009.

Baca Juga :  Warga Kecewa Minyak Goreng Murah Tak Ada di KLU

Turut Tergugat II dan/atau HPL 88 BTDC tahun 2010 atas nama tergugat adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap tanah objek sengketa milik para penggugat tersebut. Gebuh juga menuntut pihak ITDC  untuk membayar ganti kerugian moril sebesar Rp 1 miliar dan kerugian materil sebesar Rp 500.000.000.

Terakhir menuntut ganti kerugian dan/atau pembayaran tanah objek sengketa milik penggugat seluas 6.040m2 tersebut dengan harga/senilai Rp 18 miliar. Terhadap gugatan tersebut, JPN kembali mengajukan gugatan balik dan kembali menang.

Majelis hakim dalam putusannya menyatakan perbuatan Gebuh menguasai objek sengketa adalah perbuatan melawan hukum. Majelis hakim juga menyatakan bahwa seluruh surat-surat dan dokumen-dokumen yang dibuat, ditandatangani dan digunakan oleh Gebuh terkait dengan tanah objek sengketa adalah cacat hukum dan tidak sah.

Meski pihaknya menang dalam ketiga perkara ini, Dedy mengaku, belum final. Pasalnya masih ada upaya hukum banding yang ditempuh oleh para penggugat. Meski begitu pihaknya pun sudah siap melawannya. “Kalau mereka banding itu haknya. Yang jelas kita siap hadapi,” pungkasnya. (der)

Komentar Anda