Pemprov Dianggap Lembek Hadapi Ali BD

MATARAM -Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB terkesan lembek menyikapi polemik  pemanfaatan kawasan Hutan Lindung (HL) Sekaroh Kecamatan Jerowaru Lombok Timur.

Pemprov NTB dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sampai saat ini masih saling klaim soal kewenangan terutama dalam menerbitkan izin bagi investor yang hendak berinvestasi di kawasan hutan lindung ini.   Wakil Fraksi PDI-P Ruslan Turmuzi  geram dengan sikap Pemprov yang terkesan lembek, padahal Bupati Lombok Timur Ali BD telah nyata-nyata merongrong kewibawaan Pemprov.

Menurut Ruslan, izin investor  PT Eco Solution Lombok (ESL)  yang dibatalkan Ali BD dan memberikan izin baru untuk PT Lombok Saka, PT Tanah Hufa dan PT Palamarta Persada telah nyata-nyata melawan undang-undang. Sikap Gubernur yang mencabut izin bagi 3 perusahaan tersebut sangat tepat. "Tapi masalahnya, tahun 2015 lalu Ali BD malah kembali keluarkan izin untuk PT Ocean Blue Resort. Ini maksudnya apa?, sengaja mengejek kita ?. Kan sudah jelas kalau Pemkab itu tidak berhak keluarkan izin, Pemprov yang punya wewenang. Seharusnya Gubernur segera mencabut izin PT Ocean Blue," pinta Ruslan kemarin.

Bupati Lotim telah mengeluarkan izin untuk PT Ocean Blue Resort Indonesia (PT OBRI) terungkap dalam surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dengan nomor S.313/MEnLHK/Setjen/Gkm.3/7/2016. Surat tertanggal 1 Juli tentang Penyelesaian Permasalahan Kawasan Hutan Lindung  Sekaroh itu ditujukan ke Kapolri, dengan harapan Polda NTB segera menertibkan persoalan disana karena dinilai telah mengganggu iklim investasi yang nilainya belasan triliun.

Bagi Ruslan, dengan adanya surat tersebut seharusnya Pemprov maupun Polda NTB bisa segera menindaklanjutinya dengan baik. "Tapi saya baca di koran, kok Polda malah menyarankan agar Pemprov ikuti Pemkab melakukan gugatan ? Ini saran yang sangat aneh, katanya Polda sudah bentuk tim. Ya silahkan tegakkan aturan, Pemprov tidak perlu buat gugatan karena hukum sudah jelas. Wewenang hutan itu Pemprov yang punya, bukan Pemkab. Kan semuanya sudah jelas diatur dalam undang-undang," ujar Ruslan.

Baca Juga :  264 Ribu Rumah di NTB Tidak Layak Huni

Ia sangat khawatir, hambatan terhadap investasi yang terjadi bisa berpengaruh buruk bagi masyarakat Lombok Timur dan NTB. Investor tentunya merasa sangat dirugikan, apabila ini dibiarkan maka para pemilik modal akan enggan menanamkan investasinya lagi.

Ketua Komisi II DPRD NTB HL Jazuli Azhar turut angkat bicara. Dirinya merasa berkewajiban untuk segera menuntaskan polemik berkepanjangan itu. "Tidak bisa begini terus, saya selaku pimpinan Komisi II bersama teman-teman dewan disini akan panggil Dinas Kehutanan. Nanti kita minta agar pihak ESL juga didatangkan," ucapnya.

Bagi Jazuli, Ali BD sudah keterlaluan karena melawan undang-undang. Semua pihak terkait seharusnya bisa tegas agar persoalan ini tidak terus berkepanjangan. "Hidup itu ada aturan main,tidak bisa dia seenaknya begini," kesal politisi Partai Gerindra itu.

Lalu bagaimana tanggapan dari PT ESL sendiri ? Salah seorang Direksi PT ESL, Tony Raharjo menegaskan, pihaknya siap mengembangkan  Sekaroh sesuai izin yang didapatkan. "Kami akan segera melaksanakan (pembangunan dan pengembangan Sekaroh – red)," jawabnya.

Selama ini lanjutnya, PT ESL selalu mematuhi regulasi pemerintah. Apapun yang dilakukan tidak pernah melanggar Undang-Undang (UU) karenna keberadaan PT ESL disana untuk melakukan investasi. "Kami selalu mematuhi regulasi Pemerintah," ujarnya.

Semua izin sudah dikantongi oleh PT ESL, namun sampai saat ini belum bisa melakukan apa-apa karena dihambat oleh Pemkab Lotim yang tidak menginginkan PT ESL. Bahkan, perusahaan asal Swedia itu izinnya telah dicabut oleh Buati Lotim H Ali Bin Dahlan dan memberikan izin ke investor lain. Namun kebijakan Ali BD tersebut melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana wewenang kawasan hutan sudah tidak lagi milik Pemkab tetapi dialihkan ke Provinsi.

Alasan Ali BD, PT ESL tidak layak mendapatkan izin karena investor miskin dan tidak punya uang. Terkait tudingan tersebut, Tony Raharjo tidak ingin memberikan tanggapan terlalu keras. Pihaknya selaku investor tentu sangat ingin semua pihak memberikan dukungan, bukan malah menghambat. "Sedang kami susun pak," jawab Tony.

Baca Juga :  Kerugian Kasus Sekaroh Belum Turun

Konflik Sekaroh bermula dari  Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan PT Eco Solutions Lombok (ESL). Pada tanggal 19 Desember 2011 PT ESL menandatangani MoU dengan Pemkab Lombok Timur untuk mengembangkan 395 hektar. Selanjutnya tanggal 17 September 2012 Bupati Lombok Timur yang waktu itu dijabat oleh H Sukiman Azmy mengeluarkan surat kepada ESL untuk proses  memperoleh Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) Wisata Alam. Berbagai izin-izin dari pihak terkait juga terus diupayakan hingga pada 15 April 2013 memperoleh Izin Prinsip  dan mulai membuat Master Plan.

PT ESL juga memperoleh  Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Penyedia Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA)  tertanggal 26 Agustus 2013 untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang seluas 339 hektar. Namun pada September 2013 terjadi serah terima jabatan Bupati Lombok Timur, dari Sukiman Azmy ke Ali Bin Dahlan. Rupanya Ali Bin Dahlan punya kebijakan lain. Tanggal 24 Oktober 2014,  Ali Bin Dahlan mengeluarkan surat yang menyatakan Izin IUPJL PT ESL batal demi hukum, tanpa melalui proses pembatalan berdasarkan aturan. Ali BD kemudin memberikan izin ke investor yang lain.

Namun Menteri Kehutanan cq. Dirjen PHKA tetap mengeluarkan SK yang mengesahkan dokumen-dokumen Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam ESL yang berlaku selama 35 tahun itu.

Terkait konflik ini,  pada tanggal 14 Des 2015 Kapolda NTB mengeluarkan SPRIN nomor Sprin/2441/XII/2015 dalam rangka penanganan kasus PT ESL. Tim ini dibawah koordinasi Karo Ops Polda NTB melakukan pengamanan di Sekaroh. Belakangan personil Ditpolair yang ditempatkan di hutan lindung Sekaroh ditarik.(zwr)

Komentar Anda