Mantan Kadishubkominfo Kota Bima Divonis 2 Tahun Penjara

VONIS: Syahrullah terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan Pemerintah Kota Bima tahun 2013 ketika mendengar vonis di Pengadilan Tipikor (PT) Mataram, Rabu kemarin (24/12) (M.Haeruddin/ Radar Lombok)

MATARAM—Syahrullah  terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan pemerintah Kota Bima tahun 2013 seluas 20,7 are divonis 2 tahun   penjara. Vonis ini dijatuhkan majelis hakim  Pengadilan Tipikor (PT) Mataram dipimpin Dr. Yapi S.H, M.H. Selain divonis penjara, mantan Kepala Dinas Perhubungan  Komunikasi dan informatika (Dishubkominfo)  Kota Bima tersebut diminta  membayar denda sebesar Rp 50 juta dan subsider 1 bulan kurungan penjara.

Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 7 tahun penjara, dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.  Dalam vonis yang dibacakan oleh  hakim ketua Dr Yapi mengungkapkan bahwa terdakwa Syahrullah dibebaskan dalam dakwaan primer. Namun dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah dalam dakwaan subsider, melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  “ Terdakwa dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan penjara,karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi terhadap pengadaan lahan pemerintah Kota Bima,’’ ungkap ketua majelis hakim, Rabu kemarin (14/12).

Selain divonis dua tahun penjara, terdakwa juga di wajibkan membayar uang pengganti sebanyak Rp 651.225.950 dengan waktu 1 bulan. “Jika terdakwa tidak bisa mengganti uang tersebut, maka  harta kekayaanya terdakwa akan disita untuk mengganti kerugian negara. Kalau tidak ada harta kekayaanya maka akan dipidana penjara selama 1 tahun,” tambahnya.

Adapun alasan majelis hakim memberikan keringanan vonis dari JPU lantaran terdakwa dinilai bersikap sopan dalam menjalankan proses persidangan dan tanah tersebut masih ada.” Terdakwa diringankan dari tuntutan karena tanah tersebut masih ada dan masih bisa dipergunakan, bahkan tanah tersebut saat ini disewakan oleh pemerintah,” tambahnya.

Menanggapi vonis tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU)  Reza Sapetsila mengatakan pikir- pikir dahulu.” Kita masih pikir-pikir dan akan kita sampaikan hasilnya ke atasan sehingga nanti akan d diskusikan untuk langkah selanjutnya,” ungkapnya.

Hal yang sama diungkapkan oleh penasehat hukum terdakwa  Wahyuddin Lukman. Kendati keputusan majelis hakim dinilai sangat jauh dari investasi keadilan, namun pihaknya masih pikir-pikir dan akan mendiskusikan hasil vonis tersebut.” Kami tetap menghormati keputusan majelis hakim, namun intinya kita kecewa dengan putusan tersebut lantaran jauh dari investasi keadilan, kita akan berdiskusi untuk membicarakan langkah selanjutnya,” ungkapnya.

Kasus pengadaan tanah yang menjerat terdakwa  bergulir saat tersangka masih menjabat sebagai PLT Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tatapem).

Sebagai kuasa pengguna anggaran, tersangka mendapatkan anggaran senilai ratusan juta rupiah untuk pengadaan lahan pembangunan fasilitas salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bima tahun 2013. Namun dalam proses pembebasan lahan diduga terjadi penyimpangan.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perbuatan tersangka mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 651,225 juta dalam pengadaan lahan seluas 20,7 are di Kelurahan Penaraga, Kecamatan Raba, yang bersumber dari APBD II Kota Bima.(cr-met)