Kejati Siap Usut Aliran Dana Merger BPR

PIMPINAN DEWAN KLARIFIKASI ANGGOTA PANSUS DAN BAPEMPERDA

H Mahdi
H Mahdi (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB buka suara mengenai desakan untuk mengusut aliran dana merger Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ke perseroan terbatas (PT) BPR NTB yang mengalir ke oknum DPRD dan oknum pejabat Pemprov NTB.

Kejaksaan  menyampaikan tidak menutup  kemungkinan jika kasus ini berkembang seperti yang  ramai belakangan ini. Karena itu  kejaksaan memastikan tidak akan menutup mata terkait informasi yang berkembang ini.‘’ Iya tentu saja ini bisa berkembang,’’ujar Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan Rabu kemarin (28/2). 

Dedi mengatakan, kasus  dugaan penyimpangan dana merger BPR ini  berpeluang untuk dikembangkan. Dengan catatan, dalam proses penyidikan ada bukti baru yang ditemukan. ‘’ Kalau memang ada bukti baru. Tentu jelas saja bisa,’’ terangnya.

Karena itu  kejaksaan tidak menutup kemungkinan  memnita keterangan beberapa pihak untuk mendalami aliran dana senilai Rp 700 juta lebih. ‘’ Ya bisa saja kita akan minta  keterangannya (pihak-pihak terkait),’’ katanya.

Namun untuk saat ini, penyidik kata dia fokus untuk menyelesaikan kasus yang menjerat ketua dan wakil ketua tim konsolidasi merger delapan PD BPR NTB menjadi PT BPR yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.‘’ Tapi itu jika kesaksiannya memang mempunyai nilai pembuktian. Siapa tahu informasi itu benar. Nanti untuk pembuktiannya kita bisa minta keterangan,’’ ungkapnya.

Ia pun menyarankan keterangan tersangka ini bisa disampaikan kepada penyidik.Dugaan adanya dana mengalir ke oknum DPRD dan oknum pejabat Pemprov NTB untuk memuluskan pembahasan dan pengesahan perda BPR dibuka oleh tersangka tersangka. Wakil ketua tim konsolidasi Mutawalli  membeberkan, sepengetahuannya ada dana Rp 700 juta lebih dari hasil iuran delapan PD BPR NTB mengalir ke oknum dewan dan pejabat Pemprov NTB

Adanya pemberitaan yang menyebut ada dana merger BPR NTB mengalir ke oknum anggota DPRD NTB, membuat panas telinga para wakil rakyat di gedung Udayana. Pasalnya, tudingan tersebut telah menampar citra seluruh anggota DPRD Provinsi NTB.

Baca Juga :  Dugaan Korupsi PT. LTB , Direktur Keuangan Perusda Bungkam

Merespon hal itu, ketua DPRD Provinsi NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah bersama pimpinan lainnya, telah memanggil seluruh anggota yang terlibat pembentukan Perda Nomor 10 tahun 2016 tentang Penggabungan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum PD BPR NTB menjadi PT BPR NTB. Pertemuan tersebut dilakukan secara tertutup di gedung DPRD NTB.

Untuk meluruskan adanya dugaan aliran ini, anggota dewan di Badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) dan panitia khusus (Pansus) waktu itu dikumpulkan. “Tadi sudah ditanya semua satu per satu,  tidak ada satupun anggota dewan yang telah menerima uang,” tegas Sekretaris DPRD NTB, H Mahdi saat memberikan keterangan hasil pertemuan tersebut, Rabu kemarin (28/2).

Disampaikan, uang sekitar Rp 700 juta memang tidak ada yang mengalir ke bapemperda maupun pansus. Apalagi oknum dewan lainnya seperti pernyataan kedua tersangka kasus merger BPR NTB. Menurut Mahdi yang menceritakan hasil pertemuan itu, mungkin saja  benar ada uang sekitar Rp 700 juta  yang dimaksud. Pihak tertentu  mengambil uang tersebut di tim konsolidasi dengan alasan untuk percepatan pembahasan dan pengesahan perda. “Uang mungkin saja benar ada, tapi nyangkut dimana kita tidak tahu. Yang jelas tidak ada mengalir ke dewan, karena kalau memang ada tentu jelas ke siapa diberikan. Ini kan tidak ada, jadi bisa saja uangnya tidak sampai ke dewan, kita tidak tahu soal itu,” jelas Mahdi.

Prosedur penyusunan sebuah perda, seluruh biaya ditanggung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mulai dari penyusunan naskah akademik, pembahasan di bapemperda, Focus Group Discussion (FGD), kegiatan pansus dan lain sebagainya telah memiliki anggaran tersendiri.  Untuk biaya di luar kegiatan tersebut, misalnya seperti untuk biaya makan dan minum saat rapat, juga ditanggung oleh APBD. “Misal rapat disini, kan kita siapkan. Kalau rapat di luar, ya mitra kerja yang biayai sekedar makan. Ketika keluar daerah, juga ada SPPD kan yang dipakai. Jadi sama sekali tidak ada uang dari pihak ketiga,” kata Mahdi.

Baca Juga :  Polisi Lotim Temukan Dugaan Pungutan oleh Camat Labuhan Haji

Belajar dari pengalaman saat ini, para wakil rakyat akan lebih berhati-hati lagi kedepannya. Dalam melaksanakan tugas apapun, sikap selektif dan teliti akan lebih diutamakan. “Tentu itu semua demi kinerja yang lebih baik lagi dan meningkatkan kualitas perda juga,” tandas Mahdi.

Sikap resmi DPRD Provinsi NTB yang membantah adanya dugaan aliran uang pelicin ke dewan, membuat bola panas kasus merger BPR NTB terlempar ke eksekutif. Uang sekitar Rp 700 juta dicairkan oleh tim konsolidasi atas perintah Kepala Biro Perekonomian Pemprov NTB waktu itu, Manggaukang Raba. Dalihnya dana  itu akan digunakan untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan perda.

Manggaukang Raba yang saat ini menjadi staf ahli gubernur, menjadi kunci aliran dana ini.  Sayangnya, Manggaukang hingga saat ini belum menampakkan diri. Beberapa kali ditemui di kantor  gubernur maupun via telepon, Radar Lombok belum mendapatkan tanggapan Manggaukang.

Sementara itu, Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi melalui Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov NTB, H Irnadi kusuma menegaskan, kasus merger BPR NTB sepenuhnya diserahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH). “Sikap pemprov sudah jelas, silahkan dibawa ke APH. Apapun hasil dari kejaksaan, itulah yang terbaik.Pak Gubernur minta dibuka saja seterang-terangnya, ” ucap Irnadi.

Oleh karena itu, Irnadi juga berharap kepada pejabat terkait untuk memberikan penjelasan ke publik. Jangan sampai dengan situasi saat ini yang semakin memanas, justru pejabat terkait tidak melakukan pengawalan.”Mestinya diberikan penjelasan ke publik. Jangan sudah seperti ini malah tidakdikawal,” ujarnya. (gal/zwr)

Komentar Anda