Diduga Cacat Administrasi, Pilkades Jeringo Masuk PTUN

Pilkades Jeringo
GUGAT PILKADES: Tim Kuasa Hukum Cakades Jeringo, Bambang Hardianto, menunjukkan ijazah dan surat keterangan yang digugat ke PTUN Mataram, karena diduga caat administrasi dalam Pilkades Jeringo. (FAHMY/RADAR LOMBOK)

GIRI MENANG — Pemilihan Kepala Desa (Pilkdes) Desa Jeringo, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat (Lobar), diduga cacat administrasi. Akibatnya, setelah selesai pelaksanaan Pilkades, calon kepala desa (Cakades) yang kalah tidak terima, dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram.

Pilkades Jeringo sendiri diikuti oleh dua orang Cakades, yakni Umarsyah dan Sahril (Kades petahana). Hasil Pilkades memenangkan Kades petahana Sahril. Atas kekalahan ini, Cakades yang kalah kemudian bersama tim kuasa hukumnya mengajukan gugatan atas dugaan cacat administrasi yang dilakukan oleh Kades terpilih.

BACA JUGA: Data Korban Gempa Penerima Bantuan Ditemukan Rancu

Dalam sengketa yang diajukan ini, penggugat menuntut Panitia Pilkades, karena dianggap tidak melakukan  verifikasi faktual ke lapangan. Panitia Pilkades menerima persyaratan administrasi hanya berupa sekedar surat keterangan saja. Padahal dalam Peraturan Bupati sudah diatur, bahwa persyaratan pendaftaran Cakades harus menggunakan ijazah asli.

Ketua Tim Kuasa Hukum Cakades Umarsyah, Bambang Hardianto menjelaskan, pelanggaran administrasi yang dimaksud berkaitan dengan ijazah SD dan SMP yang dimiliki Kades terpilih. Pihak kuasa hukum menduga ijazah dua tingkatan pendidikan itu tidak ada. “Kalau memang ada, kenapa hanya menggunakan surat keterangan yang ditanda tangani oleh kepala sekolah saja,” kata Bambang, Rabu kemarin (30/1).

Menurut Bambang, meskipun ada surat keterangan dari pihak sekolah yang membenarkan Kades terpilih Sahril, pernah bersekolah disana. Namun pihaknya menilai tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 29 tahun 2014. Dimana dalam regulasi itu diharuskan menggunakan surat penganti ijazah (SPI) untuk penganti ijazah rusak atau hilang. Disamping juga harus ada surat keterangan hilang dari pihak Kepolisian.

Tidak hanya itu lanjut Bambang, pihaknya juga sedikit meragukan STTB yang diajukan untuk kelengkapan administrasi pendaftaran Pilkades dari Sahril. Pihaknya memperntanyakan tidak adanya foto dan cap tiga jari di STTB tersebut. “Kalau ada Ijazah SMP-nya yang asli, kenapa tidak ada foto dan cap tiga jarinya?” tanya Bambang lagi.

Baca Juga :  Putusan PTUN Bisa Timbulkan Tsunami Politik di PPP

Adanya temuan ini, maka tim kuasa hukum menilai panitia Pilkades tidak cermat melakukan pemeriksaan persyaratan sesuai peraturan. Baik secara administrai maupun melakukan pengecekan lapangan. “Yang kami gugat ini adalah panitia pelaksana Pilkades,” tandasnya.

Pihaknya menduga dalam hal ini panitia melakukan pelanggaran. Dimana setelah dilakukan pemeriksaan secara administrasi dan faktual, seharusnya diumumkan di desa. Namun hal itu tidak dilakukan oleh pihak panitia Pilkades. “Tidak ada pengumuman hasil  verifikan yang dilakukan, sehingga masyarakat tidak bisa memberikan tanggapan,” sebut Bambang.

BACA JUGA: Sekotong dan Senggigi Sasaran Peredaran Narkoba

Adanya keselahan administrasi ini, diketahui setelah tinggal beberapa hari saja menjelang pencoblosan. Karena mempertimbangkan dampaknya jika digugat pada saat itu, maka pihaknya menunggu selesai Pilkades dulu. “Kalau kita gugat sebelum Pilkades, jelas pemilihan akan tertunda,” ujarnya.

Atas adanya gugatan yang masuk ke PTUN ini, pihak kuasa hukum meminta kepada Bupati Lombok Barat, H Fauzan Khalid, untuk menunda pelantikan Kades Jeringo, sampai selesai putusan sidang sengketa yang diajukan. “Kami minta Bupati Lobar menunda pelantikan, khususnya Kades Jeringo, sampai ada hasil putusan sidang,” pinta Bambang.

Tidak hanya itu, dalam gugatan kepada PTUN itu, pihaknya menuntut untuk membatalkan penetapan Cakades terpilih yang menang. Serta mewajibkan tergugat untuk mencabut objek sengketa, dalam hal ini berita acara penetapan bakal calon menjadi calon Kades.

Pihaknyapun mengaku sudah melayangkan surat kepada Bupati Lobar, untuk permohonan menunda penetapan dan pelantikan khusus untuk Kepala Desa Jeringo. “Surat permintaan sudah kami kirim ke Bupati tiga hari yang lalu,” tutur Bambang.

Baca Juga :  Putusan PTUN Bisa Timbulkan Tsunami Politik di PPP

Sementara itu, Kepala Desa Jeringgo terpilih, Sahril membenarkan dirinya sudah dipanggil PTUN terkait gugatan pihak penggugat. Terkait dugaan pihak tim kuasa hukum pesaingnya itu, Sahril mengaku tidak mempermasalahkan. Hanya saja, dia menilai pihak penggugat tersebut gagal faham. “Mereka sebenarnya gagal faham dengan aturan yang ada,” katanya.

Sebab, lanjut Sahril, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) maupun Perbup Lobar, diterangkan minimal berpendidikan SMP, dengan dibuktikan adanya ijazah. Sedangkan saat melakukan pendaftaran Cakades, pihaknya menggunakan ijazah S1. “Saya daftar menggunakan ijazah S1,” sebut Sahril.

Dalam Perbup maupun Permendagri sambungnya, tidak ada di syaratkan untuk mendaftar Kades harus menggunakan ijazah secara berjenjang mulai dari iijazah SD sampai pendidikan terakhir. Karena saat mendaftar dia menggunakan ijazah S1, maka artinya dirinya sudah memenuhi syarat. “Tapi sekarang yang di gugat itu surat keterangan ijazah SD,” ujar Sahril.

BACA JUGA: Sunat Bantuan Masjid, Giliran Kasubag TU Kemenag Lobar Diringkus Polisi

Secara logika beber Sahril, tidak mungkin dirinya memiliki ijazah S1, jika tidak memiliki ijazah SMA hingga jenjang dibawahnya. Dia juga memaklumi, pihak menggugat melakukan hal itu karena efek kalah dalam Pilkades, dan menyerahkan sepenuhnya kepada hokum, apakah cacat hukum atau tidak.

Namun demikian, Sahril mengaku akan siap menerima apapun hasil putusan dari PTUN nantinya. Sedangkan terkait dengan permintaan penundaan pelantikan dirinya, dia dengan tegas menolak hal itu, dengan alasan gugatan itu ditujukan kepada panitia Pilkades, dan bukan atas hasilnya. “Tidak ada hubungan sengketa ini dengan pelantikan saya,” tegas Sahril. (ami)

Komentar Anda