Status Tersangka Iskandar Tetap Digantung

AKP Arjuna Wijaya (DOK/RADAR LOMBOK)

PRAYA-Status tersangka Lalu Iskandar dalam dugaan korupsi balai bedah desa Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Lombok Tengah, tahun 2010 makin samar.

Ini menyusul gelar perkara yang dilakukan penyidik Unit Tipikor Reskrim Polres Lombok Tengah bersama Kejari Praya, kemarin (29/12). Gelar perkara yang dilakukan selama satu jam lebih tak membuahkan hasil apapun terhadap perkembangan berkas kasus Iskandar. Di mana sebelumnya, berkas kasus Iskandar bersama tim leader KPDT Sigit Wahyudi, tidak ditemukan unsur perbuatan melawan hukum. ‘’Kita belum bisa memberikan keterangan. Yang jelas kita sudah lakukan gelar perkara bersama kejaksaan. Masalah hasil dan keputusan akhirnya nanti akan disampaikan langkung Pak Kapolres,’’ ungkap Kasatreskrim Polres Lombok Tengah, AKP Arjuna Wijaya usai gelar perkara, kemarin.

Arjuna mengaku, pihaknya selama ini sudah berupaya maksimal menyelidiki kasus tersebut. Termasuk berusaha memenuhi petunjuk jaksa. Jika kemudian berkasnya masih dianggap belum lengkap. Maka tentunya akan ada kebijakan dari pimpinan. ‘’Makanya nanti tunggu saja konfrensi pers dari Pak Kapolres,’’ tandasnya.

Sementara Kasi Pidsus Kejari Praya, Hasan Basri yang dikonfirmasi mengaku, belum bisa menyatakan berkas Lalu Iskandar dan Sigit Wahyudi itu lengkap (P21). Sebab, dalam berkas tersebut belum ditemukan unsur melanggar hukumnya pada berkas kedua tersangka ini. Sehingga pihaknya belum bisa menyatakan kelengkapan berkas tersebut. “Masih bukti belum kuat juga kalau KPA juga terlibat. Makanya saya sudah bilang terhadap penyidik agar mencari solusi baiknya,” terangnya.

Dijelaskan Hasan, pihaknya membahas tiga saksi ahli yang diperiksa kepolisian. Yakni, saksi ahli dari  LKKP dan KKPN dan saksi ahli pidana Universitas Mataram. Dua saksi ahli dari LKKP dan KKPN menyetakan kalau kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam perkara ini tidak bersalah. Sedangkan ahli pidana menyatakan, KPA harus ikut bertanggung jawab. ‘’Makanya kita belum berani memutuskan berkas KPA menjadi P21,’’ tambahnya.

Hasan mengaku, sebenarnya bukan hanya aparat kepolisian saja yang mencari bukti terkait keterlibatan KPA ini. Pihaknya juga terus mencari keterlibatan dari empat tersangka yang sbelumnya ditahan di dalam persidangan. Pihaknya juga telah membantu memberikan petujuk baru agar kasus itu tuntas. Tetapi hingga sekarang segala petujuk belum bisa terpenuhi.

Apakah kasus ini berpeluang dihentikan? Hasan mengaku, masalah surat penghentian penyelidikan perkara (SP3) tergantung dari kepolisian. Namun, melihat lamanya kasus ini ditangani alangkah baiknya diambil langkah lainnya. ‘’Kalau dihentikan tidak ada masalah. Toh bisa dilanjutkan juga kalau ditemukan bukti baru,’’ pungkasnya.

Diketahui, kasus ini ditangani Polres Lombok Tengah, sejak tahun 2012 siam. Polisi menangani lebih dari empat tahun dengan menetapkan tujuh tersangka. Atas petunjuk jaksa peneliti, berkas kasus ini kemudian dituntaskan secara bertahap.

Polisi harus memilah satu persatu berkas ketujuh tersangka itu dengan fokus pada empat tersangka dulu. Yakni Ketua BBD Ali Wardana, Sekretaris BBD Lalu Serinate, Bandahara BBD Kamsiah, dan Konsultan Gatot Subroto. Alhasil, berkas keempat tersangka ini rampung (P21) sekitar bulan November 2015. Kempatnya kemudian ditahan akhir 2015 silam dan sudah divonis Pengadian Negeri Tipikor Mataram.

Sisanya, polisi harus menuntaskan berkas tiga lainnya. Yakni mantan Kepala Dishutbun Lombok Tengah yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Lalu Iskandar yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Ketahanan Pengan dan Pelaksana Penyuluh (BKP3). Kemudian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Lalu Priyadi Utama, dan Tim Leader Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) Sigit Wahyudi.

Berkas ketiga tersangka ini beberapa kali mondar-mandir antara kejaksaan dan kepolisian, karena dinilai belum lengkap. Sehingga diberikan petunjuk lagi untuk memeriksa tim ahli dari Direktorat Perbendaharaan Negara dan LKPP. Karena ketiganya diduga kuat terlibat merugikan uang negara Rp 1.042.991.500 berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.

Kerugian ini cukup besar jika dilihat dari pagu anggarannya senilai Rp 1,8 miliar. Kalkulasinya, hanya Rp 700 juta lebih yang digunakan dari pagu anggaran yang dikucurkan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) ini. Yaitu proyek balai bedah desa meliputi pembangunan jalan, pembuatan kandang kolektif dan beberapa item pembangunan pengembangan masyarakat di wilayah Kecamatan Pujut, Praya Barat, dan Praya Barat Daya. (jay/dal)