Pengangguran di NTB Turun, Kemiskinan Masih Tinggi ?

BPS Dorong Pemda Awasi Penerapan UMP

Ilustrasi Kemiskinan NTB
Ilustrasi Kemiskinan NTB

MATARAM – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat angka pengangguran di Provinsi NTB pada Agustus 2017 sebanyak 79.449 orang atau  3,32 persen. Angka pengangguran ini mengalami penurunan sekitar 17.775 orang dibanding Februari 2017 lalu. Tingkat pengangguran  NTB ini juga masih dibawah angka nasional.  

Hanya saja, rendahnya jumlah pengangguran di NTB tidak berbanding lurus dengan penduduk miskin yang masih tinggi diatas 16 persen. Hal tersebut berdasarkan data Sensus Ekonomi (SE) 2016 yang dilakukan BPS bahwa dari 100 angkatan kerja diantaranya 96 orang terserap bekerja. Artinya, jumlah tenaga kerja yang terserap sangat besar. Hanya saja, pendapatan mereka yang bekerja itu tidak menentu. “Jumlah pengangguran itu berkurang, tapi penduduk miskin masih tinggi. Artinya yang jadi masalah sekarang ini adalah apakah pengusaha ini betul-betuk menerapkan UMP (Upah Minimum Provinsi (UM) yang telah ditetapkan itu?,” kata Kepala BPS Provinsi NTB, Endang Triwahyungsih dalam pertemuan ekspose analisis hasil sensus ekonomi 2016 yang dihadiri Kepala Bappeda Provinsi NTB, H Ridwan Syah, ekonom dari Fakultas Ekonomi Unram, Prof Dr Mansur Afifi, Selasa kemarin (12/12).

Dijelaskan, bisa saja UMP sebesar Rp1,6 juta tidak diterapkan pengusaha, tapi karyawannya hanya diberikan upah dibawah Rp 1,2 juta. Sementara pendapatan perkapita yang masuk dibawah garis kemiskinan itu Rp 1,4 juta. Maka, meski tenaga kerja banyak terserap, tapi pendapatan mereka masuk dalam kategori miskin. “Di Provinsi NTB yang jadi masalah itu apakah pengusaha ini betul-betul menerapkan UMP atau sebaliknya,” ucap Endang.

Menurunnya jumlah pengangguran tapi tidak dibarengi dengan penurunan angka kemiskinan, juga karena sebagian besar tenaga kerja itu berada di sektor pertanian yang tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus. Terlebih lagi, bahwa lebih 47 persen penduduk yang bekerja itu merupakan lulusan dibawah SMP. Tingginya kesempatan kerja dan jumlah pengangguran yang menurun, semestinya bisa berkorelasi terhadap penurunan angka kemiskinan.  

Baca Juga :  Triwulan I Penjualan Rumah Bersubsidi Lesu

Karena itu, untuk bisa menekan angka kemiskinan, lanjut Endang, pemerintah daerah di Provinsi NTB sebaiknya mulai membidik investasi di sektor Usaha Menengah dan Besar (UMB) yang nantinya bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak serta memberikan nilai tambah terhadap potensi sumber daya alam ((SDA) yang melimpah di Provinsi NTB.  Meski memiliki peran penting dalam penguatan ekonomi kerakyatan, tetapi pemerintah tidak hanya mengandalkan usaha mikro dan kecil (UMK) yang hanya menyerap tenaga kerja dibawah 10 orang. Investasi di sektor UMB juga didorong sehingga memberi nilai tambah dan menyerap tenaga kerja lebih besar serta memiliki keahlian khusus.“Di NTB itu potensi mengembangkan UMB sangat besar. Karena bahan baku itu melimpah, mulai dari produksi hasil pertanian, perikanan dan juga perkebunan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi NTB, Ridwan Syah mengatakan Provinsi NTB memiliki dua kepulauan besar yang memiliki karakter yang berbeda dan pendekatan berbeda pula dalam program pembangunannya. Untuk Pulau Lombok   lebih fokus kepada sektor pertanian dan pariwisata serta produk turunannya. Sementara di Pulau Sumbawa, pendekatan pembangunnanya lebih kepada sektor pertambangan, pertanian, perikanan, dan lainnya. “Meski memiliki perbedaan pendekatan dalam membangun dua kepulauan tersebut, tapi tetap mengedepan pembangunan hijau yang berkelanjutan,” ujarnya.

Untuk program penurunan angka kemiskinan, lanjut Ridwan, dalam setiap investasi yang dilakukan oleh pengusaha harus tetap memberikan kesempatan dan perlindungan bagi pengembangan kawasan ekonomi UMK dan  masyarakat sekitar. Dengan demikian, setiap pembangunan dilakukan oleh investor, masyarakat sekitar harus bisa menikmatinya.Seperti halnya yang diterapkan dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika diatas lahan seluas 1300 hektar lebih. Pembangunan KEK Mandalika harus bersinergi dengan memberikan ruang bagi usaha mikro kecil dan pemberdayaan masyrakat di sekitar. “Dengan demikian jumlah pengangguran berkurang dan kemiskinan menurun sehingga masyarakat NTB sejahtera,” ucapnya.

Akademisi dari  Fakultas Ekonomi dan Bisnis  Universitas Mataram (Unram), Prof Dr Mansur Afifi mengatakan, potensi pengembangan industri pengolahan di NTB sangat besar. Dimana  SDA yang begitu besar, untuk menjadi bahan baku yang dapat menghasilkan produk unggulan daerah perlu mendapat perhatian dan dikembangkan. Sehingga dapat menjadi nilai tambah dalam perekonomian di Provinsi NTB.

Afifi, menyebut  pemda harus bisa mengembangkan potensi ekonomi yang begitu besar dalam industri pengolahan dan industri manufaktur di Provinsi NTB. “Para pelaku IKM dan UMB  ini harus didorong bisa meningkatkan produktivitas dan kuantitas,” kata Mansur.

Dikatakan, untuk meningatkan produktivitas produk industri pengolahan dan manufaktur, maka pemda harus memberikan pelatihan dan pendampingan kepada pelaku industri.  Dengan pendampingan dan pelatihan dalam peningkatan kapasitas dan SDM yang dimiliki, maka  para pelaku usaha akan bisa menghadirkan inovasi dan kreativitas produk yang semakin banyak dan tentu saja kuantitas produksi juga semakin besar lagi.

Baca Juga :  Dampak Kasus First Travel , Pendaftar Travel Umrah Menurun

Karena itu, lanjut dia, setiap daerah bisa maju dan tumbuh perekonomianya, jika mampu menghasilkan produk yang banyak dan variatif. Semakin banyak menghasilkan karya yang inovasi dan kreatif, maka tentunya akan mendatangkan nilai tambah dari sisi ekonomi semakin besar dan dampaknya pada penyerapan tenaga kerja dan angka kemiskinan yang berkurang.

Mansur Afifi mencontohkan di Bandung, Jawa Barat. Dimana daerah tersebut, telah mampu memproduksi banyak macam produk oleh pelaku IKM produk olahan maupun industri kreatif lainnya. Tingginya produktivitas yang dihasilkan membuat daerah teresbut perekonomiannya sangat maju dan mampu menekan angka kemiskinan dan juga pengangguran. “Provinsi NTB bisa seperti Kota Bandung, karena daerah ini memiliki sumber daya alam luar biasa sebagai bahan baku menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi,” ujarnya. (luk)

Komentar Anda