Pemprov Ogah Jual Aset untuk Bayar Utang

H Lalu Gita Ariadi (FAISAL HARIS/RADAR LOMBOK)

MATARAM–Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB saat ini menanggung utang yang sangat besar.

Utang ini akibat belanja pemerintah berupa sejumlah program atau proyek yang belum terbayar pada APBD NTB tahun 2021. Nilanya mencapai Rp 600 miliar. Utang ini belum lagi ditambah dengan pinjaman Pemprov NTB dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 750 miliar.

Meski menanggung utang begitu besar, Pemprov NTB belum berpikir menjual aset untuk membayarnya. Sekda NTB, H Lalu Gita Ariadi menegaskan, pemprov belum berpikir untuk menjual aset sebagai jalan pintas untuk membayar utang yang totalnya tembus Rp 1 triliun lebih. ‘’Kita tidak pernah berpikir ke arah sana (menjual aset, red) karena bagaimanapun ada mekanisme kita untuk bisa menyelesaikan masalah utang itu dengan baik,” ujarnya.

Menurut Gita, pemprov sudah memiliki mekanisme untuk menyelesaikan masalah utang dengan baik tanpa harus menjual aset daerah. Apalagi utang yang timbul karena adanya proyek pada 2021 yang sudah selesai dikerjakan tetapi belum dibayar diyakininya bisa terus berkurang setiap tahun. ‘’Ini hanya masalah waktu saja. Seperti yang sudah-sudah, ada mekanisme untuk menyelesaikan itu semua dengan baik,” yakinnya.

Ditanya soal jumlah utang, Gita beralasan bahwa uutang yang belum dibayarkan untuk pembayaran proyek tahun 2021 karena tahun anggaran sekarang telah berproses. Sehingga utang tersebut mengendap tahun 2021. “Ya utang yang (2021) karena tahun anggaran sekarang sudah berproses tahun anggaran baru. Dan ini dinamis yang terus berkurang-berkurang,” kelitnya.

Baca Juga :  Mulai 12 Januari Tarif Penyeberangan Kayangan – Poto Tano Naik

Semua utang dapat dibayar seperti kasus pada tahun 2020. “Ya seperti kemarin, walaupun pijaman sudah ada mekanisme, insyaallah. Tidak perlu diperdabatkan karena ada mekanisme, ada cara ketantuan yang mengatur dan kita mengikuti aturan-aturan itu,” katanya.

Penjualan aset untuk membayar utang dihembuskan beberapa anggota DPRD NTB. Dewan menyebut utang pemprov mencapai lebih dari Rp 1 triliun atau hampir 20 persen dari APBD NTB. Hal tersebut jika akumulasi semua utang tahun 2021. Pasalnya utang tersebut berasal dari PT SMI sebesar Rp 750 miliar. Kemudian belanja pemerintah yang belum terbayar pada APBD NTB tahun 2021 untuk pembayaran sejumlah program atau proyek pada 2021 mencapai Rp 600 miliar.

Khusus untuk pinjaman dari PT SMI sudah ada mekanisme pembayarannya. PT SMI memberikan tempo pengembalian selama 8 tahun dengan bunga sebesar 6,19 persen sehingga cicilan per tahunnya sekitar Rp 150 miliar. Pembayaran cicilan dilakukan secara otomatis melalui pemotongan dana alokasi umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat untuk Pemprov NTB.

Sebelumnya juga salah satu kepala OPD di Pemprov NTB mengakui jika proyek fisik yang telah selesai dikerjakan di 2021 belum dibayar. Sehingga tercatat sebagai utang yang harus dibayarkan pemprov tahun anggaran 2022 secara bertahap. “Oya jumlahnya cukup banyak. Karena proyek baru dibayar pada 2021 hanya 50 persen. Sisanya jadi utang tahun ini,” ungkap Kepala PUPR NTB, Ridwan Syah.

Baca Juga :  Kereta Gantung Rinjani Dipersoalkan, Pemprov Tetap Lanjut

Ridwan menyebutkan, proyek yang belum bisa terbayarkan di antaranya proyek pokir DPRD NTB dan ada beberapa proyek pengaspalan sudah selesai tetapi belum dapat dibayarkan pemprov tahun 2021. “Tapi insyallah akan dibayarkan nanti. Karena keuangan daerah kita belum cukup, tetapi mulai Januari ini akan dibayarkan secara bertahap,” ujarnya.

Mengenai berapa jumlah anggaran proyek yang belum dibayarkan, kata Ridwan tidak tahu pasti nilianya berapa jumlahnya. Karena belum mengwcek jumlah anggaran proyek yang belum terbayarkan. “Kalau nilainya saya harus cek dulu di keuangan. Tetapi tidak terlalu banyak, di PUPR saja untuk Pokirnya sekitar beberapa puluh miliar. Jadi ini diutang dulu oleh pemerintah,” katanya.

Penyebab belum dibayarkan karena banyak anggaran yang teralokasi ke refocusing untuk pengerjaan program lain, seperti penanganan Covid-19. Sehingga ada beberapa proyek yang sudah dikontrakkan tetapi tidak bisa dibayar. “Tetapi kita akan bayarkan ditahun 2022, karena kita sudah anggarkan lewat APBD 2022 untuk dibayarkan sebagai utang. Bukan dimasukkan proyeknya tetapi tercacat sebagai utang kewajiban pemerintah ke pihak ke tiga,” katanya.
Ridwan menganggap hal tersebut tidak ada masalah. Terlebih tidak hanya terjadi di PUPR saja tetapi hal yang sama juga terjadi di dinas lain. (sal)

Komentar Anda