Pemdes Gili Indah Ogah Urus Sampah

NUMPUK : Penumpukan sampah yang ada di Gili Trawangan. (Ist For Radar Lombok)

TANJUNG-Penangkapan tiga staf Dusun Gili Trawangan Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang yang dilakukan tim Saber Pungli NTB beberapa waktu lalu, berimbas terhadap pengelolaan sampah di objek wisata dunia itu.

Pasalnya, pemerintah desa setempat semenjak penangkapan itu sudah tidak mau mengurus penanganan sampah. Sehingga pemerintah desa menyerahkan sepenuhnya ke Pemkab Lombok Utara.  Penegasan ini disampaikan Kepala Desa Gili Indah Taufik, kemarin (3/2). Bahwa pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan bupati bersama anggota dewan dan kalangan pengusaha.

Dari hasil rapat itu, telah disepakati dalam waktu sebulan ini pengelolaan sampah (pengangkutan sampah) akan dilakukan pemkab. “Kami sudah serahkan sepenuhnya ke pemkab. Mulai dari bulan ini akan ditangani. Akan diusahakan untuk ditalangi tapi kami belum tahu apakah bisa atau tidak,” ungkapnya.

[postingan number=3 tag=”sampah”]

Ia menerangkan, penanganan sampah ini harus dilakukan dengan cara petugas dari pemkab turun langsung ke Trawangan dan mengangkut sampah yang ada di Trawangan dan dihasilkan pengusaha hotel. “Tugas kami sudah selesai. Selanjutnya pemkab harus turun mengangkut sampah. Pengurus di sini tidak ada yang turun lagi karena khawatirnya menimbulkan masalah lagi. Kita lihat nanti bagaimana penanganan pemda,” tandasnya.

Terkait keamanan di Gili Trawangan yang selama ini ditangani security island juga dihentikan sementara. “Security juga kita hentikan sementara. Besok (hari ini, Red) kita akan lakukan pertemuan dengan Polres membahas bagaimana baiknya masalah keamanan ini setelah security island dihentikan,” terangnya.

Jika persoalan kebersihan dan keamanan ini tidak segera teratasi, maka  dikhawatirkan justru berimbas pada pariwisata dan wisatawan yang datang ke Trawangan. Sebab, selama ini dua hal itu merupakan hal yang sangat penting di Gili Trawangan. “Kalau tidak cepat diatasi akan berimbas terhadap pariwisata,” katanya.

Taufik bertutur, pengelolaan sampah di tiga gili itu sudah hampir 24 tahun. Pengelolaan sampah yang dilakukan warga setempat, berawal ketika para pengusaha melihat tumpukan sampah yang ada di gili tidak ada yang mengelola. Tidak ingin mengganggu kenyamanan para tamu, sehingga pihak pengusaha meminta masyarakat untuk dikelola dengan membentuk kelompok masyarakat peduli lingkungan (KMPL, nama dulu). “Itu yang dibentuk atas inisiatif para pengusaha yang ada Gili Trawangan sekitar tahun 1993 atau 1995. Lombok Utara masih bergabung dengan Lombok Barat,” tuturnya.

Baca Juga :  Karcis Parkir Ilegal Pantai Impos

Lebih jauh diungkapkan, kemudian pada saat itu kelompok yang dibentuk terbentur dengan biaya untuk operasional pengangkutan sampah. Atas kondisi tersebut, para pengusaha sepakat membiayinya. Setelah biaya operasional aman, baru selanjutnya mengenai tempat pembuangan sampah, jika membuat ke darat pada saat itu sangat sulit. Sebab Kabupaten Lombok Utara belum berpisah dengan Lombok Barat. “Akhirnya, ada pengusaha pertama (ikon pengusaha) di gili bernama Zainal Tayib memberikan (pinjam) lahan untuk membuang sampah seluas 22 are. Itulah awal mulanya berjalan sampai seterusnya,” jelasnya pada waktu ia belum menjadi Kades.

Khusus, pengeluaran pembiayan operasional murni dari keinginan masyarakat sebagai bentuk sumbangannya kepada petugas yang mengangkut sampah. Diakui, bahwa pada saat itu pemungutan itu dilakukan atas dasar kesepakatan secara lisan, tidak ada secara tertulis. “Kalau kami bilang pungli, para pengusaha memberikan dengan ikhlas dan tidak unsur paksaan. Dan pada saat itu pemerintah daerah, pemerintah desa, dan pengusaha hadir semuanya,” tegasnya.

Baru, sekitar tahun 2010 atau 2012 setelah Lombok Utara berpisah dengan Lombok Barat, sempat menjadi masalah adanya indikasi pungli dan tidak boleh lagi mengangkut sampah. Dan akhirnya masyarakat yang mengangkut ini berhenti melakukan pengangkutan sampah, termasuk juga satuan keamanan pulau. Pada waktu itu, tidak boleh ada lagi pengangkutan sampah. Sehingga masyarakat menjual daya dukung seperti cidomo (bukan sumbangan pemerintah) untuk menanggulangi pembiayaan operasional. Karena, pengusaha tidak boleh lagi memberikan untuk operasional pengangkut sampah. Lalu, selanjutnya dengan kondisi seperti itu semua armada dijual. “Kemudian pada waktu itu diambil alih oleh pemerintah, baru sekitar dua minggu lebih diangkut menggunakan boat. Tapi tidak sanggup karena volume sampah cukup banyak. Pengangkutan sampah ke darat hanya mampu dibawa dua ton, sedangkan sampah ada enam ton, sehingga bejejeran sampahnya dipinggir jalan,” terangnya.

Baca Juga :  Rp 4,1 Miliar Gaji Fasilitator RTG Belum Terbayar

ikatakan, pada waktu pemerintah daeah yang masih dipimpin Bupati Lombok Utara Djohan Syamsu kembali menyuruhkan FKMPL (kelompok bau) mengelola sampah. Namun, kelompok sudah tidak ada armada. Dan pemerintah daeah memberikan cidomo dongol dua unit sekaligus kudanya sebagai armada pengangkutan sampah tersebut. Setelah membuang sampah ke tanah H. Arsan, namun pemilik lahan tidak mengizinkan membuang ke lahannya. Muncul lagi persoalan baru, sehingga pemerintah daerah turun tangan untuk mengelobi pemilih lahan. “Di sana terjadi kesepakatan antara pemerintah daerah dengan pemilik lahan untuk menyewa lahan kurang lebih sekitar Rp 7 juta per bulan. Sehingga itu berjalan terus tidak ada mancet. Baru beberapa hari kembali dikatakan pungli dan ditangkap tiga warga, sehingga kami tidak berani lagi,” tandasnya.

Diterangkan, bahwa ada peraturan daerah mengenai sampah yang ada di darat saja, sedangkan untuk pulau (gili) belum ada secara khusus. Oleh karena itu, pihaknya sudah mengusulkan agar peraturan ada secara khusus. “Untuk saat ini, kami stop melakukan kegiatan pengangkutan sampah. Dan sebenarnya bukan memungut, tapi pengusaha menyumbangkan tidak ada keberatan,” katanya.

Dengan kejadian itu, pihaknya sudah menyampaikan keluhan kepada pemerintah daerah yang langsung disampaikan ke Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar. Dari hasil pertemuan, bupati memintah kepada pihaknya untuk kembali mengangkut sampah, dan khusus untuk pembiayan operasional dalam sebulan ini akan ditanggung pemerintah daerah. “Kalau masalah biaya, untuk satu bulan nanti dari pemkab mencarikan biayanya. Setelah itu, kami tidak tahu apakah ada regulasi atau tidak,” tandasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Camat Pemenang H. Ahmad Dharma menyatakan, dari hasil pertemuan akan segera membahas perda namun untuk sementara akan membuat perbup. Sebab jika tidak salah sudah perda tentang retribusi sampah nomor 2 tahun 2010, hanya perlu perubahan tarif. “Untuk lebih jelasnya, besok kita akan kembali menggelar rapat,” katanya dengan singkat. (flo)

Komentar Anda