MATARAM — Event MotoGP Mandalika akan mulai digelar pada tanggal 13 – 15 Oktober 2023 mendatang. Tapi para pelaku usaha pariwisata NTB justru merasa pesimis, karena event MotoGP seri ke 15 tahun ini dinilai tidak semeriah seperti tahun sebelumnya.
Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI), I Gusti Lanang Patra mengingatkan agar Pemprov NTB jangan terlalu terlena dengan banyaknya penonton event Mandalika 2022 lalu.
Menurut Lanang, MotoGP Mandalika di tahun 2022 sukses lantaran menjadi sejarah baru bagi Indonesia, dimana untuk kali pertama menjadi tuan rumah balapan tersebut. Sehingga semuanya disuport oleh Pemerintah Pusat, seperti dukungan penonton dari BUMN hingga bentuk suport lainnya.
Padahal para penonton MotoGP 2022 itu kata Lanang, bukan pasar sesungguhnya dari event tersebut. Sehingga begitu Pemerintah Pusat melepaskan penyelenggaraan event MotoGP Mandalika 2023 sepenuhnya ke Pemda, maka gelaran event MotoGP Mandalika 2023 tidak semeriah yang dulu.
“Disinilah kita, sebelumnya itu pemerintah sebagai koordinator kumpulkan Air Lions (masakapai), hotel dan pelaku pariwisata, Kita kumpul untuk membuat strategi MotoGP berikutnya, berapa kita buat paket? Karena ternyata paket MotoGP Sepang Malaysia itu lebih murah dibandingkan paket MotoGP Mandalika,” kata Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI), I Gusti Lanang Patra, saat ditemui di Mataram, kemarin.
Maka dari itu, pemerintah dan stakeholder terkait disarankan untuk duduk bersama, membahas dan memetakan target pasar event MotoGP Mandalika yang bisa diterima oleh para penonton dengan jumlah paket yang disediakan penyelenggara.
Dengan begitu, maka akomodasi dan jumlah penerbangan serta transformasi lokal dapat disiapkan sesuai kebutuhan penonton. Baru MotoGP Mandalika bisa ramai penonton dan bersaing dengan negara lainnya. Bukan malah berlomba-lomba menaikkan harga menjelang event digelar.
“Kita itu tidak punya strategi, dan tidak bisa mengandalkan animo masyarakat tahun lalu. Itu dulu karena mereka mau tahu Mandalika seperti apa. Kita harus punya strategi dan tidak lepas-lepas sendiri. Dulu itu kita sadari karena dia (MotoGP Mandalika,red) baru, untuk mendukung semua BUMN disuruh beli tiket dan sebagainya. Padahal itu bukan pasar sesungguhnya dari MotoGP,” tutur Lanang.
Sebagai contoh, banyak wisatawan yang sudah membeli tiket nonton MotoGP dan kamar hotel. Namun akhirnya dibatalkan karena alasan tidak ada penerbangan langsung ke Lombok. Kalaupun ada tiket pesawat yang direct flight ke Lombok, harganya jauh lebih mahal dibandingkan ke daerah lainnya seperti ke Sepang, Malaysia, misalnya.
Artinya, Pemprov ini tidak bisa mengambil kesempatan dalam event MotoGP ini. Padahal MotoGP Mandalika punya lebih banyak kelebihan dibandingkan event lainnya di daerah lain. Selain untuk nonton, wisatawan juga bisa berwisata di Lombok. Terlebih Sirkuit Mandalika juga terletak di salah satu kawasan objek wisata di NTB.
“Di Sepang Malaysia, apakah pada saat penyelenggaraan event MotoGP hotel-hotel ini menaikkan harga kamarnya 3 – 4 kali lipat? kan tidak. Kenapa kita di Lombok malah seperti itu (menaikkan harga akomodasi, red),” herannya.
Lanang berasumsi bahwa harga paket event MotoGP Mandalika saat ini yang masih mahal, menjadi salah satu kendala minimnya tiket nonton yang terjual. Hanya saja baru sekarang diributkan menjelang event dimulai. Padahal mestinya jauh sebelum event digelar sudah ada upaya antisipasi terkait lonjakan harga akomodasi, baik transportasi maupun penginapan.
Begitu juga dengan target pasar, ketika dirasakan masih mahal oleh wisatawan, maka bisa menjadi bahan evaluasi untuk menetapkan harga paket yang jauh lebih ideal.
“Mestinya jauh-jauh hari itu kita harus berfikir, seperti apa wajarnya kita membuat paket untuk MotoGP ini, supaya bisa diterima oleh pasar. Baru kita berfikir pasarnya kemana, ke Eropa atau mana. Bukan malah ASN (aparatur sipil negara),” tandasnya.
Maka dari itu, pihaknya mengajak untuk event-event selanjutnya, baik penyelenggara maupun pemerintah, dan para pelaku pariwisata untuk duduk bersama membuat suatu parencanaan. Salah satunya membahas paket yang memang sesuai dengan target pasar.
Karena yang diharapkan masyarakat NTB dengan adanya event balap motor internasional ini adalah multiplayer effek, yakni bisa mendongkrak kunjungan wisatawan, dan berikutnya juga membangkitkan ekonomi masyarakat NTB. “Harga itu menyangkut keseluruhan, mulai dari akomodasi hotel, transportasi, penerbangan dan sebagainya. Padahal kita punya kelenihan dibandingkan dengan Sepang Malaysia,” ulasnya.
Sementara Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Astindo NTB, Sahlan tidak menampik bahwa dari segi persiapan, MotoGP Mandalika 2023 jauh lebih siap dibandingkan event tahun sebelumnya. Itu terbukti dari ketersediaan infrastruktur dan akomofasi yang jauh lebih baik.
Namun pihaknya juga tidak bisa memungkiri, bahwa ada kekhawatiran event MotoGP Mandalika kali ini tidak semeriah tahun 2022. Terlebih gelaran event MotoGP Mandalika berdekatan dengan jadwal konser music Coldplay di Jakarta, dan berikutnya MotoGP Malaysia 2023 yang akan digelar pada November mendatang.
“Di NTB ini sekarang kita seperti tidak merasakan kalau ada event internasional (MotoGP) disini. Karena tidak ada euforia seperti tahun lalu, dimana baliho dan spanduk juga tidak ada. Malah kalah sama baliho partai-partai yang banyak bertebaran,” ujar Sahlan.
Sahlan juga mempertanyakan 60 persen tiket nonton MotoGP yang riil sudah terujual. Pasalnya, dibandingkan tahun sebelumnya, yang pihaknya sudah menjual sampai ribuan tiket nonton menjelang event dimulai. Sementara saat ini yang terjual baru ratusan lembar saja.
“Ada teman saya dari Jakarta dan Surabaya, dari travel Surabaya sudah menjual 360 paket ke Sepang Malaysia untuk November. Begitu juga dari Jakarta, menyampaikan kalau dia sudah menjual sekian banyak tiket ke Sepang, dibandingkan dengan Mandalika yang dia jual sedikit,” pungkasnya. (rat)