Bekas DPO Korupsi Kolam Labuh Dermaga Labuhan Haji Divonis 6 Tahun Penjara

SIDANG: Terdakwa Taufik Ramadhi beranjak meninggalkan ruang sidang pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram, usai mendengarkan hakim membacakan putusannya. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Mataram memvonis Taufik Ramadhi, bekas daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lotim, pada korupsi proyek penataan dan pengerukan kolam labuh dermaga Labuhan Haji, Lotim tahun 2016, dengan pidana penjara selama 6 tahun.

“Menjatuhkan terdakwa Taufik Ramadhi dengan pidana penjara selama 6 tahun,” vonis hakim yang diketuai I Ketut Somanasa, dengan anggota Agung Prasetyo dan hakim adhoc Irwan Ismail, Kamis kemarin (2/5).

Terdakwa juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan. “Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa, dikurangkan seluruh dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata Ketut Somanasa.

Hakim menjatuhkan vonis dengan menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan primer jaksa penuntut.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Taufik Ramadhi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan korupsi sebagaimana dakwaan primer,” sebutnya.

Baca Juga :  Bulldozer Bandara Mogok, Empat Pesawat Gagal Mendarat

Putusan hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut. Sebelumnya jaksa penuntut meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara ke terdakwa selama 6 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan badan.

Dalam persidangan, jaksa penuntut dan terdakwa belum memutuskan akan mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan hakim. “Pikir-pikir yang mulia,” timpal jaksa penuntut dan terdakwa secara bergantian.

Sebagai informasi, proyek pengerukan kolam labuh Pelabuhan Labuhan Haji ini merupakan proyek di masa Bupati Ali BD. Tahun 2015 awalnya sempat dianggaran untuk  pengerukan sekitar Rp 30 miliar. Tapi realisasinya terbatas karena berbagai kendala teknis.

Tahun 2016, Pemkab Lombok Timur kembali ngotot untuk tetap melanjutkan proyek pengerukan ini. Bahkan anggaran yang dialokasikan nilainya lebih besar lagi dari tahun sebelumnya, yaitu sekitar Rp 35 miliar lebih.

Proses tender proyek ini dimenangkan PT Guna Karya Nusantara asal Bandung. Dari puluhan miliar anggaran, pihak kontraktor diberikan panjar sebesar Rp 20 persen atau sekitar Rp 6,7 miliar dari nilai kontrak. Proyek ini ditargetkan rampung sampai akhir tahun 2016.

Namun dalam perjalanannya pihak kontraktor tak kunjung melaksanakan tugasnya. Berbagai fasilitas yang didatangkan seperti kapal, termasuk pipa penyedot dibiarkan terbengkalai di pelabuhan. Ketidakjelasan pengerukan ini terus berlarut sampai kontrak berakhir tahun 2016.

Baca Juga :  Kadishub NTB Dimosi Tidak Percaya

Sesuai ketentuan pihak kontraktor kembali diberikan perpanjangan waktu kurang lebih selama dua bulan tahun 2017. Tapi perpanjangan waktu itu  juga tak membuat kontraktor berbuat hingga kemudian batas waktu berakhir.

Atas dasar itulah kontrak kerja sama pun diputuskan. Kegagalan proyek nyatanya masih menyisakan masalah besar. Meski gagal dikerjakan namun panjar Rp 6,7 miliar yang diambil kontraktor tak dikembalikan.

Selain Taufik Ramadhi, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek turut terlibat, yaitu Nugroho. Dan ada juga dari pihak kontraktor bernama Tri Hari Soelihtino. Tri dikabarkan telah meninggal dunia, sedangkan  Nugroho kini berstatus narapidana. Ia telah dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda Rp 200 juta, sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).

Dalam putusan kasasi itu, hakim turut memerintahkan Bank BNI Cabang Utama Bandung selaku penjamin uang muka proyek pada tahun 2016 tersebut untuk mencairkan jaminan uang muka proyek senilai Rp 6,7 miliar dan menyerahkan ke kas daerah Lotim.

Jaminan uang muka tersebut merupakan besaran 20 persen anggaran proyek yang dinilai hakim menjadi uang pengganti kerugian negara. Terhadap uang pengganti, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lotim sudah melakukan eksekusi dengan menyetorkan ke kas negara. (sid)

Komentar Anda