Mori : APBD 2022 NTB Tidak Sehat

H Mori Hanafi (Faisal Haris/Radar Lombok/DOK)

MATARAM – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB 2022 dianggap sedang tidak baik-baik saja.

Pasalnya akibat beban utang pada 2021 masih menjadi tekanan hingga sekarang ini karena belum dibayarkan Pemprov NTB hingga ratusan miliar.

“Terus tarang tahun 2022 ini APBD kita betul-betul terkontraksi. Kita dalam kondisi kurang sehat,” ujar Wakil Ketua DPRD NTB, H Mori Hanafi kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (7/4).

Atas kondisi tersebut, kata Mori, harus menjadi bahan pemikiran semua pihak supaya APBD 2022 jauh lebih sehat dibandingkan APBD 2021, sehingga APBD 2023 mendatang tidak terjadi seperti kasus APBD 2022 yang menanggung bebang utang APBD 2021.

“Sekarang ini APBD 2022 tertekan akibat menanggung baban APBD 2021. Kalau ini turun lagi 2023, hal ini kacau,” sebutnya.

Seperti diketahui, bahwa ada dua jenis kewajiban yang harus dibayarkan berkaitan dengan hutang pada 2021 oleh Pemprov NTB.

Pertama mengenai utang beban dan utang pengadaan. Untuk utang beban sendiri terdiri dari kewajiban untuk pembayaran. Misalnya, bayaran air, listrik dan sebagainya dengan total utang sebesar Rp 1,8 miliar, kemudian bagi hasil dengan kabupaten kota sebesar Rp 81 miliar. Namun untuk pembayaran utang beban ini sudah disiapkan melalui anggaran 2022. Sehingga dianggap sudah tidak ada masalah.

Baca Juga :  Warga Kembali Pagar Akses Jalan Sirkuit Mandalika

Namun untuk utang pengadaan belanja pemerintah yang belum diselesaikan pada tahun 2021 sebesar Rp 229 miliar. Baik untuk pembayaran program atau proyek dari pokok-pokok pikiran (Pokir) dewan maupun untuk pembayaran program direktif gubernur dan wakil gubernur dalam rangka penajaman RPJMD mendukung visi dan misi.

Tidak hanya itu pada 2021, Pemprov juga telah melakukan pinjaman kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 750 miliar pada 2021. Khusus, pinjaman dari PT SMI, sudah ada mekanisme pembayarannya. Di mana PT SMI memberikan tempo pengembalian selama 8 tahun dengan bunga sebesar 6,19 persen. Sehingga cicilan per tahunnya sekitar Rp 150 miliar.

Pembayaran cicilan dilakukan secara otomatis melalui pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat untuk Pemprov NTB mulai tahun depan. Untuk pembayaran ke PT SMI akan mulai terhitung pada 2023.

Lebih lanjut Mori mengatakan, jika kasus 2021 terjadi pada 2023 maka tentu akan menyulitkan kondisi keuangan daerah. Terlebih tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2024 sudah mulai berjalan pada 2023. Karena sebagian besar biaya tahapan Pemilu 2024 anggarannya pada 2023. “Kenapa, karena Pilegnya akan dilaksanakan pada Februari 2024. Jadi tidak mungkin APBD 2024, pasti di 2023 itu semua tahapan anggaran itu sudah jalan,” sambungnya.

Baca Juga :  Lahan KEK Mandalika Kembali Dipagari Warga

Sementara kondisi APBD 2022, kata Mori sedang dalam keadaan sulit, akibat beban APBD 2021 yang harus dibayarkan pada APBD 2022. “Saat ini, siapapun yang bicara keadaan APBD kita sekarang ini sedang sulit, tapi kalau darurat atau bangkrut sih belum, “katanya.

Meski saat ini, dari utang Pemprov yang belum dibayarkan pada 2021 yang mencapai sekitar Rp 229 miliar lebih, jika dilihat dari rasio APBD 2022 yang mencapai Rp 5,39 triliun lebih masih sedikit jika dipersenkan berada di 5 persen. Meski angka 5 persen ini tetap menjadi masalah karena idealnya harus tidak ada beban di APBD 2022.

“Lima persen ini juga masalah, kita juga tidak katakan ini bukan masalah. Idealnya adalah 0 atau tidak ada sampai tidak bisa dibiayai. Tetapi masalahnya kemampuan pendapatannya menurun,” sebutnya.

Meski demikian, lanjut Mori, dari sisi APBD 2022 ini tidak kemudian dianggap sedang dalam krisis. Cuma bisa dikatakan sedang tidak sehat. “Tapi tidak pada kritis maupun bangkrut. Tetapi kalau (utang) diatas triliunan baru kita bilang itu bahaya dan lampu merah,” pungkasnya. (sal)

Komentar Anda