Mediasi Sengketa Nambung Gagal

MEDIASI GAGAL : Asisten I Pemkab Lombok Tengah, H Lalu Muhamamd Amin yang datang setelah pihak Lombok Barat pulang, masih ngotot bahwa Nambung masuk Loteng di hadapan Kepala Biro Pemerintahan Pemprov NTB Irnadi Kusuma, Rabu kemarin (8/2). (Azwar Zamhuri/Radar Lombok)

MATARAM – Upaya mediasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dalam menuntaskan sengketa  tapal batas di Nambung gagal.

Pasalnya, mediasi yang dijadwalkan hari Rabu kemarin (8/2), tidak dihadiri oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Tengah. Sengketa tapal batas antara Lombok Tengah dan  Lombok Barat telah berlangsung lama. Namun  sampai saat ini belum juga ada titik temu, padahal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)  memberikan deadline sampai tanggal 17 Februari.  “Padahal ini mediasi terakhir, seharusnya Pemkab  Loteng datang dan buka-bukaan disini. Biar kita masukkan ke dalam berita acara,” kata Kepala Biro Pemerintahan Pemprov NTB, Irnadi Kusuma usai mediasi, Rabu kemarin (8/2).

Mediasi kali ini merupakan final dan akan diserahkan ke Kemendagri hasilnya. Pemprov tidak ingin mengambil keputusan apapun, karena kewenangan hanya sebatas memfasilitasi dan mencari solusi bersama. Namun karena belum juga ada titik temu, maka akan diserahkkan kembali ke pusat.

[postingan number=3 tag=”nambung”]

Mediasi dijadwalkan pukul 09.30 Wita di kantor gubernur. Pihak  Pemkab Lombok Barat hadir diwakili oleh Asisten I H Halawi Mustafa dan Kabag Hukum H Bagus Dwipayana. Sementara, utusan dari Lombok Tengah datang ke kantor gubernur setelah mediasi selesai. “Kita tetap berusaha bijak, tidak ada kepentingan apapun. Makanya meskipun tim dari  Loteng datang setelah mediasi selesai, kita tetap akan akomodir dan menyampaikan dokumen- dokumen pendukung mereka ke Kemendagri,” ucap Irnadi.

Irnadi sendiri menyayangkan Pemkab Lombok Tengah datang setelah pihak Lombok Barat pulang. Padahal, masalah Nambung ini bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. “Kita harapkan Loteng serahkan data-data pendukung Nambung miliknya sampai tanggal 13 Februari,” ujarnya.

Sementara itu, Asisten I Pemkab Lombok Barat, H Halawi Mustafa saat dimintai tanggapannya menegaskan bahwa keputusan di  Kemendagri  dengan jelas menyebut titik koordinat Nambung masuk wilayah Lombok Barat. Terlebih lagi keputusan tersebut setelah pihak Kemendagri memverifikasi dan meneliti bukti-bukti yang dimiliki kedua belah pihak.

Disampaikan Halawi, wilayah Nambung masuk Lombok Barat telah ditetapkan sejak lama melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB nomor 267 tahun 1992. Hal itu dikuatkan lagi pada tahun 2005. “Jadi kalau kita sih menyerahkannya ke Pemprov dan Kemendagri, karena memang sudah jelas itu masuk Lobar,” yakinnya.

Asisten I Pemkab Lombok Tengah, H Lalu Muhamamd Amin yang datang bersama Kabag Hukumnya H Mutawalli mengaku tidak sengaja datang terlambat. Pihaknya ada kegiatan lain di Lombok Tengah sehingga tidak bisa hadir tepat waktu.

Terkait dengan peta koordinat yang memasukkan Nambung ke wilayah Lombok Barat, Muhammad Amin tidak bias menerimanya. Pasalnya, sejak 15 Oktober tahun 1945 sampai adanya Peraturan Daerah (Perda) nomor  7 tahun 2011, peta kawasan Lombok Tengah tidak pernah berubah. “Mereka (Lobar) yang petanya berubah mau rebut Nambung, kalau mau Mandalika juga ambil sudah. Pantai-pantai di Loteng ambil saja, bila perlu masukin semua wilayah Loteng ke Lobar,” kesalnya.

Hasil pertemuan di Jakarta pada tanggal 16-18 Januari lalu, Pemkab Loteng tidak bisa menerimanya karena pemprov   dinilai tidak adil. “Dari musyawarah pertama sampai terakhir, seharusnya pihak provinsi   sebagai wasit, tapi malah berpihak ke Lombok Barat secara nyata,” tudingnya.

Dalam rakor pusat dan daerah membahas draft Permendagri tentang batas wilayah kabupaten Lombok Tengah, pihaknya menolak tegas karena memang pemprov tidak adil. Belum lagi draf yang ditawarkan akan menjadi pemicu konflik pemangku kepentingan dan mengaburkan kepastian hukum terhadap luasan lahan yang akan mencapai sekitar 500 hektar itu.

Seharusnya, pemprov secara arif melihat persoalan ini demi kebaikan NTB. Namun jika  Nambung tetap dimasukkan ke Lombok Barat, maka Lombok Tengah tidak akan tinggal diam. “Kita akan gugat Permendagri itu, tunggu saja kalau Nambung diambil dari Loteng kita gugat mereka. Jangan bilang itu haknya Kemendagri,” kesalnya.

Muhamamd Amin sangat heran dengan draf Permendagri yang merugikan Lombok Tengah. Pihaknya tentu tidak akan rela kehilangan luas lahan yang memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) itu. “Kita tidak mau berpolemik, tapi ini wilayah kita yang mau diserobot,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi NTB, HL Gita Aryadi menilai, wilayah Nambung memiliki potensi yang sangat luar biasa. Keindahannya sudah cukup terkenal sehingga akan banyak investor yang melirik wilayah tersebut.

Terkait dengan status Nambung yang masih diperebutkan, Gita enggan menanggapi. Begitu juga ketika ditanya apakah sudah ada investor yang akan mengembangkan kawasan tersebut sehingga terus diperebutkan. “Saya belum tahu apakah sudah ada investor yang tertarik atau tidak, nanti dah saya cek. Yang jelas, potensinya memang besar,” katanya. (zwr)