Mantan Kacab BNI Mataram Mengaku Dapat Desakan Pusat

DUDUK BERSAKSI: Terdakwa Amiruddin duduk di kursi pesakitan saat memberikan kesaksian atas dirinya. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Mantan Kepala Cabang (Kacab) BNI Mataram Amiruddin, diperiksa sebagai terdakwa dalam perkara korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani di Lotim dan Loteng tahun 2020-2021 yang menjeratnya.

Dalam keterangannya, ia mengaku mendapat desakan dari orang pusat soal penandatanganan kerja sama dengan PT SMA selaku off taker. “Awalnya saya menolak,” ucap Amiruddin di ruang persidangan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram, Kamis (15/6).

Orang yang membawa PT SMA ialah Indah Megahwati, selaku Direktur Pembiayaan Pertanian pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI. “Awalnya tidak menunjuk langsung kalau PT SMA sebagai off taker,” katanya.

Penolakan pertama ditujukan kepada Indah Megahwati. Ia menolak permintaan Indah untuk menjadikan PT SMA sebagai off taker. “Maaf buk, tidak bisa,” sebutnya.

Dengan menolak permintaan Indah, Amiruddin kemudian mendapatkan telepon dari BNI Pusat. Bahwa orang pusat mendapatkan komplain dari Indah. “Saya disuruh membaca interupsi tahun 2017, off taker itu mengatur mengenai KUR khusus. Makanya disuruh jalan terus,” cerita terdakwa di hadapan majelis hakim.

Terdakwa menolak PT SMA sebagai off taker, selain karena tidak ada dasar hukumnya. Juga PT SMA belum membuka rekening BNI di Mataram. “Saya juga minta laporan keuangannya,” tuturnya.

Baca Juga :  Polisi Usut Dugaan Pemotongan Honor Fasilitator Dikbud NTB

Selain mendapat telepon dari orang pusat, Amiruddin juga mendapat telepon dari kantor wilayah. Dan kantor wilayah menanyakan perihal perjanjian kerja sama (PKS) dengan perusahaan anak Kepala Staf Kepresidanan, Moeldoko.

Tidak berselang lama, kantor wilayah kembali menelepon dirinya dan menanyakan soal PKS sudah siap atau tidak. “Saya jawab belum pak. Kalau kita mohon maaf, kalau sudah menyebut nama direksi gemetar kita,” katanya.

Dengan begitu, kantor wilayah memintanya untuk membuat usulan draf PKS. Sehingga dirinya meminta review draf PKS. “Atas desakan itu saya membuat draf PKS-nya,” ungkap dia.

Amiruddin mengaku, penandatanganan PKS tidak dilakukan di satu tempat. Melainkan penandatanganan dilakukan melalui zoom. “Melalui zoom, kebetulan saat itu covid,” bebernya.

Dalam perkara ini, kedua terdakwa memiliki peran berbeda. Untuk terdakwa Amirudin merupakan mantan Kacab BNI Mataram. Sedangkan Lalu Irham, seorang bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB yang berperan sebagai pemilik CV ABB.

Dari dakwaan, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga :  Dua Kasus Korupsi Terkendala Hasil Pemeriksaan Saksi Ahli

Dalam kasus ini pun telah muncul kerugian negara Rp29,6 miliar. Angka tersebut merupakan hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan  Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Proyek penyaluran ini kali pertama muncul dari adanya kerja sama antara PT BNI Cabang Mataram dengan PT SMA dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok.

Perjanjian kerja sama kedua pihak tertuang dalam surat Nomor: Mta/01/PKS/001/2020. Dalam surat tersebut PT SMA dengan PT BNI sepakat untuk menyalurkan dana KUR ke kalangan petani. Jumlah petani yang terdaftar sebagai penerima sebanyak 789 orang. Namun nyatanya, petani tidak menerima KUR itu.

Dari adanya kesepakatan tersebut, PT SMA pada September 2020, menunjuk CV ABB milik terdakwa Lalu Irham untuk menyalurkan dana KUR kepada petani. Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran, sesuai yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.

Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi. (cr-sid)

Komentar Anda