Kejari Mataram Tahan Empat Tersangka Kasus ABBM Poltekkes dan Marching Band

ROSYID/RADAR LOMBOK Irjen Pol Djoko Poerwanto

MATARAM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram menahan empat tersangka korupsi ke penjara, Selasa (22/8) petang.

Tersangka yang ditahan inisial AD mantan Direktur Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Mataram; mantan Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Mataram inisial ZF; mantan Kabid SMK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB inisial MI; dan LB dari pihak swasta. “Iya, para tersangka ditahan,” kata Kasi Intel Kejari Mataram Harun Arrasyd, Selasa (22/8).

Keempat tersangka atas dua kasus korupsi berbeda. Tersangka AD dan ZF terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar (ABBM) di Poltekkes Mataram tahun 2017. Sedangkan tersangka MI dan LB atas dugaan korupsi pengadaan alat kesenian “marching band” Dikbud NTB tahun 2017. “Tersangka AD, ZF dan MI ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Kuripan, Lobar,” bebernya.

Ketiga tersangka tersebut menjalani masa penahanan pertama selama 20 hari. Sementara tersangka LB ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Praya, Loteng. LB ditahan di Rutan Praya karena masih berstatus narapidana atas perkara lain.

Kejari Mataram menahan para tersangka setelah penyidik Dit Reskrimsus Polda NTB melimpahkan tersangka dan barang bukti (tahap II). Tersangka AD dalam proyek pengadaan ABBM tahun 2017 tersebut berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA). Sedangkan ZF sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Dalam kasus ini, kedua tersangka telah mengakibatkan kerugian negara Rp 3,2 miliar lebih. Kerugian itu berdasarkan hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan NTB.

Baca Juga :  Keluarga Polisikan Pelaku Persekusi Pasangan Kekasih di Bawah Umur

Terhadap kasus ABBM Poltekkes Mataram, sumber pengadaannya dari APBN di tahun 2017. Pengadaan barang tersebut disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp 27 miliar yang kembali direvisi menjadi Rp 19 miliar.

Pembelian barang ABBM dilakukan melalui E-Katalog. Namun ada juga secara langsung dan dimenangkan oleh tujuh penyedia item alat dan 11 distributor. Salah satu item yang dibeli adalah manekin. Alat tersebut digunakan untuk menunjang praktik di jurusan keperawatan, kebidanan, gizi, dan analis kesehatan. Begitu barangnya sudah dibeli, ternyata sejumlah ABBM diduga tidak sesuai dengan kurikulum belajar-mengajar. Akibatnya beberapa item alat itu diduga tak bisa digunakan.

Sedangkan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesenian marching band, tersangka MI berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan LB berperan sebagai penerima kuasa dari CV Embun Emas, pelaksana proyek pengadaan tersebut.

Kasus tersebut ditangani Ditreskrimsus Polda NTB berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/191.VI/2018/NTB/SPKT 8 Juni 2018 yang lalu. Di mana paket pengadaan barang atau jasa tersebut terdiri dari 2 paket. Yaitu paket belanja modal pengadaan peralatan kesenian senilai Rp 1,7 miliar. Sedangkan paket lainnya yaitu belanja hibah pengadaan peralatan kesenian senilai Rp 1 miliar lebih.

Kasus ini berawal ketika tersangka MI akan menyiapkan dokumen pengadaan melalui proses lelang. MI telah menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) tanpa melakukan survei terlebih dahulu.

MI meminta bantuan calon peserta lelang yakni LB alias Ading yang telah menggunakan atau meminjam perusahaan CV Embun Mas, yang merupakan milik saudara kandungnya untuk melakukan survei harga ke CV Julang Marching Pratama sebelum pengadaan dimulai, pada 25 Agustus 2017. Dan memperoleh harga 1 unit barang senilai Rp 212 juta yang terdiri dari 17 item peralatan marching band.

Baca Juga :  Komplotan Pengedar Inex Wilayah Mataram Ditangkap

Dengan berpedoman harga dari milik CV Julang Marching Band Pratama tersebut, LB yang menjadi tersangka kemudian menyerahkan dokumen harga kepada MI yang kemudian dijadikan dasar dalam menyusun HPS sebagai acuan dalam pelaksanaan lelang. Itu dilakukan tanpa melakukan survei kembali di tempat lain.

Dalam proses lelang paket belanja modal, terdapat 41 perusahaan yang mendaftar, sedangkan pada lelang paket belanja hibah terdapat 45 perusahaan yang mendaftar. Namun yang dimasukkan hanya CV Embun Mas.

Rekanan lain yang telah mendaftar tidak dapat mengajukan penawaran, itu dikarenakan MI telah sengaja mencantumkan merek dan tipe barang (CV Julang Marching Pratama). Nilai Penawaran yang dilakukan oleh CV Embun Mas terbilang janggal terhadap paket belanja modal sebesar Rp 1,5 miliar dan paket belanja hibah Rp 982 juta. CV Embun Mas pun dinyatakan sebagai pemenang dan menandatangani kontrak sesuai dengan nilai penawaran.

Atas kejanggalan tersebut diduga ada konspirasi atau kesepakatan untuk menaikkan harga barang atau mark up. Dalam kasus ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 702 juta, sesuai hitungan BPKP Perwakilan NTB. (sid)

Komentar Anda