DPO Korupsi Asrama Haji Masih Berkeliaran

DIBAWA: Terdakwa Abdurrazak (batik biru) saat akan masuk mobil tahanan untuk dibawa ke Lapas Kelas IIA Kuripan, Lobar usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor PN Mataram. (DOKUMEN RADAR LOMBOK)

MATARAM – Wishnu Selamet Basuki, salah satu tersangka korupsi  penyalahgunaan dana rehabilitasi dan pemeliharaan gedung pada UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok, tahun anggaran 2019 yang masuk daftar pencarian orang (DPO) belum terdeteksi keberadaannya.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang menangani kasus ini masih melakukan pencarian. “Masih dalam pencarian,” kata Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera, Senin (11/9).

Wishnu masuk dalam DPO kejaksaan sesuai dengan surat penetapan nomor: Print-01/N.2/Fd.1/08/2022 tanggal 18 Agustus 2022. Sebelum menerbitkan DPO, penyidik telah melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali secara patut dengan bersurat secara resmi ke alamat tempat tinggalnya di Perumahan Sengkaling Indah I, Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Akan tetapi, tersangka tidak pernah hadir tanpa alasan.

Karena tidak juga menanggapi panggilan penyidik untuk memberikan keterangan sebagai tersangka, kejaksaan pun melakukan panggil paksa dengan mencari Wishnu sesuai dengan alamat domisili di Malang. Namun demikian, hasil pencarian menyatakan tersangka sudah tidak lagi tinggal di alamat domisili tersebut.

Baca Juga :  Jaksa Eka Putra Divonis 3 Tahun Penjara

Wishnu dalam kasus yang telah merugikan negara miliaran rupiah tersebut berperan sebagai orang yang meminjam bendera CV Kerta Agung untuk melaksanakan proyek fisik di UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok.

CV Kerta Agung terungkap milik Dyah Estu Kurniawati yang turut menjadi tersangka bersama mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Abdurrazak Al Fakir.

Kedua tersangka itu telah menjalani proses penuntutan di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Untuk Dyah Estu dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut. Sehingga, majelis hakim membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan penuntut umum dan memerintah Dyah Estu dikeluarkan dari tahanan. Putusan itu belum inkrah, jaksa menempuh upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung (MA). Putusan MA hingga saat ini belum keluar.

Sedangkan Abdurrazak, hakim telah menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan serta membebankan Abdurrazak membayar uang pengganti kerugian negara Rp 791 juta subsider 5 tahun penjara.

Baca Juga :  Kejati Periksa Lima Tersangka Baru Korupsi Benih Jagung 2017

Sementara untuk Whisnu, perkaranya belum masuk ke tahap penuntutan. Efrien yang dipertegas mengenai apakah tersangka akan disidangkan secara in absentia, ia mengaku belum mengetahuinya secara pasti.  “Sampai sekarang belum ada info dari pidana khusus (pidsus) terkait itu,” singkatnya.

Untuk diketahui, dalam kasus yang menjerat tiga orang ini nilai kerugian negara Rp 2,65 miliar. Kerugian negara ini keluar setelah dilakukan perhitungan oleh BPKP NTB. Nilai ini muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan.

Rinciannya, rehabilitasi gedung di UPT Asrama Haji sebesar Rp 1,17 miliar, rehabilitasi gedung hotel Rp 373,11 juta, rehabilitasi gedung Mina Rp 235,95 juta, rehabilitasi gedung Safwa Rp 242,92 juta, rehabilitasi gedung Arofah Rp 290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH Rp28,6 juta. (sid)

Komentar Anda