Bangunan LCC Kian Terbengkalai

SEPI: Kondisi LCC yang ada di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada, Lobar sepi dan bangunan terbengkalai. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pusat perbelanjaan Lombok City Center (LCC) kembali menjadi perbincangan. Hal ini tidak terlepas dari kembali diusutnya dugaan korupsi pusat perbelanjaan yang ada di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.

Saat ini, kondisi LCC yang ada di Jalan Ahmad Yani, jurusan Kota Mataram ke Lombok Timur maupun sebaliknya ini kian terbengkalai, setelah terakhir beroperasi tahun 2018.

Pantauan Radar Lombok, dari pinggir jalan, terlihat rumput hijau tumbuh subur di tanah seluar 8,4 hektare itu. Ditambah lagi daun-daun kering yang berguguran. Ketika memasuki area LCC, tembok bangunan yang diperkirakan menelan anggaran Rp 100 miliar itu sudah mulai retak di berbagai sudut, dan ada kabel yang terputus. Serta besi yang manjadi salah satu bahan bangunan itu sudah berkarat.

Kaca-kacanya pun dipenuhi debu. Sejumlah motor dan satu unit mobil terparkir persis di depan pintu masuk. Masih ada penjaga di sana. Ada juga salah satu karyawan perempuan terlihat duduk di salah satu ruangan. Namanya Dita. Dita mengaku hanya dipekerjakan sebagai maintenance atau pemeliharaan di LCC. “Hanya ditugaskan untuk maintenance saja,” ucap perempuan berambut kemerahan itu.

Semenjak LCC ditutup sebagai pusat perbelanjaan beberapa tahun lalu, tidak pernah beroperasi kembali. Tak heran, ketika masuk ke dalam LCC, lantainya berdebu. Kendati demikian, gedung tersebut masih bisa disewakan. “Masih bisa disewakan, tapi untuk kegiatan berskala besar. Seperti acaranya Pak Sandiaga Uno yang dulu di sini, itu bisa,” katanya.

Untuk bisa menyewa saja, komunikasi harus dengan perusahaan pusat. Bukan pada dirinya. “Kalau itu (sewa) pusat,” tuturnya.

Pengelolaan LCC saat ini tidak lagi ditangani PT Bliss Pembangunan Sejahtera (BPS), melainkan PT Bliss Properti Indonesia Tbk (PT POSA) yakni perusahaan pengembang pusat perbelanjaan yang masih berafiliasi dengan PT BPS. “Sekarang PT POSA pengelola,” katanya.

Baca Juga :  Polisi Amankan Motor Bodong di Lokasi Balap Liar

Dita tidak bisa memberikan keterangan lebih jauh mengenai LCC, ia menyarankan agar mengonfirmasi terkait status LCC ke kantor pusat. “Silakan konfirmasi ke kantor pusat saja pak,” sarannya.

Meskipun gedung itu tidak dimanfaatkan lagi, namun penjagaan tetap dilakukan. Hal itu dikarenakan masih ada barang-barang perusahaan yang tersimpan.

Kejati kembali mengusut dugaan korupsi di LCC tersebut beberapa pekan lalu, atas adanya laporan dari masyarakat. Penanganannya masih dalam penyelidikan, namun perbuatan melawan hukumnya telah ditemukan.

Indikasi perbuatan melawan hukum yang ditemukan itu, diduga berkaitan dengan kerja sama antara BUMD PT Tripat dengan PT BPS yang diduga melanggar ketentuan. Dalam isi kerja sama operasional (KSO) tidak memiliki jangka waktu. Dan, beberapa butir kesepakatan dalam KSO banyak yang dinilai menyalahi aturan.

Namun, untuk menguatkan perbuatan melawan hukum itu perlu penguatan. Untuk itu, Kejati tengah berkoordinasi dengan ahli auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. “Dengan PMH ini, apakah ada kerugian negara, ini yang kami bawa ke BPKP,” beber penyidik jaksa Hasan Basri didampingi Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera.

Sejumlah saksi telah dimintai keterangan, baik pihak PT Bliss dan Bank Sinarmas. “Sudah kami mintai keterangan,” ujarnya.

Pantauan Radar Lombok, penyidik juga telah meminta keterangan terhadap mantan Bupati Lobar Zaini Arony dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lobar Burhanudin.

Sebagai informasi, Kejati pernah mengusut dugaan korupsi di LCC. Waktu itu, dua orang menjadi terpidana. Yaitu mantan Direktur PT Tripat Lalu Azril Sopandi dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat Abdurrazak. Di pengadilan, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sehingga menimbulkan kerugian negara.

Baca Juga :  Rute Baru Bali- Sekotong- Senggigi Segera Terwujud

Terhadap Lalu Azril Sopandi dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain itu juga ia juga dibebankan membayar uang pengganti Rp 891 juta subsider 2 tahun penjara.

Sedangkan vonis untuk Abdurrazak, 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Abdurrazak juga turut dibebankan membayar uang pengganti senilai Rp 235 juta subsider satu tahun penjara.

Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014. Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, BUMD tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berupa lahan strategis di Desa Gerimak.

Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun kerja sama dalam pengelolaan LCC dengan pihak ketiga yakni PT Bliss. Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare dijadikan agunan PT Bliss. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp 264 miliar dari Bank Sinarmas.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menyebut perjanjian kerja sama PT Tripat dengan PT Bliss merupakan pelanggaran hukum. Sebab selain klausul mencantumkan periode kerja sama yang tanpa batas waktu, juga tertutupnya peluang adendum. Pelanggaran hukum lainnya yaitu lahan yang tidak boleh diagunkan tetapi ternyata diagunkan juga. (sid)

Komentar Anda