Tidak Terima Divonis 14 Tahun, Sentot Banding

Kasus Korupsi Pasir Besi

SIDANG: Sentot Ismudianto Kuncoro, mantan Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Lotim saat mengikuti sidang dalam kasus korupsi tambang pasir besi di Pengadilan Tipikor Mataram, beberapa waktu lalu. (DOKUMEN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Mantan Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Lotim Sentot Ismudianto Kuncoro bakal mengajukan upaya hukum banding atas vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, yang menjatuhkan vonis pidana penjara selama 14 tahun pada kasus korupsi tambang pasir besi tahun 2021-2022.

“Iya kami akan mengajukan upaya hukum banding. Dalam waktu dekat ini, masih ada waktu 7 hari,” kata Hijrat Priyatno, selaku penasihat hukum terdakwa Sentot Ismudianto Kuncoro kepada Radar Lombok, Rabu (12/6).

Pihaknya merasa putusan hakim yang diketuai Isrin Suryani Kurniasih, dengan hakim anggota Lalu Moh Sandi Iramaya dan hakim ad-hoc Irawan Ismail tidak pas.

“Bagaimana mungkin orang yang turut serta lebih tinggi (putusannya) daripada pelaku utama. Itu salah satu keberatan kita,” jelasnya.

Masih banyak hal yang akan disampaikan dalam memori banding pada Pengadilan Tinggi (PT) NTB. Saat ini pihaknya masih mempelajari putusan hakim tingkat pertama.

“Masih kita analisa dulu. Nanti di memori bandingnya kita tuangkan alasan-alasannya. Banyak yang akan kita sampaikan nanti,” ungkap dia.

Terpisah, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB Efrien Saputera mengatakan masih pikir-pikir. “Jika terdakwa banding, kami juga akan banding,” timpalnya.

Hakim Isrin Surya Kurniasih membacakan putusan 14 tahun pidana penjara ke Sentot tersebut Senin (10/6). Selain itu, hakim juga menghukum terdakwa dengan pidana denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan badan.

Baca Juga :  Belum Ada Tersangka Lain Kasus KUR Fiktif

Isrin menjatuhkan hukuman demikian dengan perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 (1) ke 1 KUHP.

“Menyatakan terdakwa Sentot Ismudianto Kuncoro telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama primer penuntut umum,” ungkapnya.

Putusan hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut. Jaksa penuntut sebelumnya meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap Sentot Ismudoanti Kuncoro selama 16 tahun dan pidana denda Rp 500 juta subsider 4 bulan.

Tuntutan jaksa itu tidak terlepas dari terungkapnya peran terdakwa dalam korupsi tambang pasir besi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lotim yang dinilai sangat berpengaruh.

“Perannya sangat menentukan dan menjadi penyebab utama sempurnanya tindak pidana korupsi. Bahkan yang dilakukan oleh pelaku lainnya,” kata Ema Mulyawati perwakilan jaksa penuntut saat membacakan tuntutan, belum lama ini.

Sentot selaku syahbandar, disebut tidak konsisten menerapkan regulasi terkait penerbitan surat persetujuan berlayar (SPB). Jika saja konsisten, PT Anugerah Minta Graha (AMG) selaku pemilik pasir besi tidak akan bisa menjual pasir besi hasil penambangannya selama 2 tahun yang dilakukan secara melawan hukum. “Sehingga tidak akan timbul kerugian negara,” jelasnya.

Baca Juga :  Investor Prancis Melapor Kena Tipu di Gili Trawangan

Dalam kasus ini, Kejati menetapkan 8 tersangka. Selain dua orang dari Syahbandar, ada nama 6 orang lainnya, yaitu Trisman mantan Kabid Minerba tahun 2023, mantan Kabid Minerba 2021 Syamsul Ma’rif, Zainal Abidin mantan Kepala Dinas ESDM 2023, dan mantan Kepala Dinas ESDM 2021 Muhammad Husni, Po Suwandi selaku Direktur Utama PT Anugerah Mitra Graha (AMG), perusahaan yang melakukan pengerukan dan penjualan pasir besi dan Rinus Adam Wakum selaku kepala cabang.

Diketahui, pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.

Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36,4 miliar. (sid)

Komentar Anda