BPKP Bantah Ada Intervensi Kasus Dugaan Korupsi Masker

Evenri Sihombing (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Direktur Investigasi I Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Evenri Sihombing mengakui belum ada tim dari BPKP NTB yang menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan masker covid-19 pada Diskop UMKM NTB tahun 2020. Sehingga, kerugian negara dalam kasus tersebut belum ditentukan. “Belum (tim auditor). Kan harus terbit surat tugas dulu,” kata Evenri Sihombing saat ditemui di Hotel Aruna Senggigi, Senin (10/6).

Dalam tahap penyidikan dan hasil ekspose bersama penyidik awal 2024 lalu, BPKB NTB menyatakan adanya kerugian negara sementara sebesar Rp 1,9 miliar. Namun, hingga saat ini tidak ada tindaklanjutnya dari potensi tersebut.

Mengenai itu, Evenri Sihombing menyebutkan harus dilakukan gelar terlebih dahulu. Kemudian penelaahan dokumen yang diterima dari penyidik Satreskrim Polresta Mataram. “Cukup atau tidak (dokumen), kalau belum cukup belum bisa terbit surat tugas,” sebutnya.

Soal tuduhan BPKP diduga sengaja memperlambat proses perhitungan kerugian negara karena adanya intervensi dari pihak lain, menurutnya intervensi itu tidak ada dan perhitungan kerugian negara bukan tidak ditindaklanjuti. Akan tetapi, masih dibutuhkan bukti yang kuat dan valid.

“Menghitung kerugian negara harus didukung dengan bukti yang valid. Jadi memang koordinasi yang lebih dalam perlu dilakukan. Tidak ada intervensi,” ujarnya.

Dengan menyatakan demikian, ia memastikan perhitungan kerugian negara tidak melamban. “Jadi bukan melamban ya. Kalau terkait kerugian itukan domainnya di auditor dan kerugian itu tidak katanya-katanya. Buktinya valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena akan diuji di persidangan. Jadi, bisa saja mungkin bukti menurut versi penyidik A, tetapi menurut kita harus diperkuat lagi,” ungkapnya.

Baca Juga :  69 Desa/Kelurahan Berstatus Bahaya dan Waspada Narkoba

Untuk memperkuat bukti menjadi tugasnya Satreskrim Polresta Mataram, selaku penyidik. Jika bukti sudah terkumpul dan dinilai lengkap, pasti dokumen tersebut akan ditindaklanjuti dengan audit perhitungan kerugian negara.

“Koordinasi tetap jalan. Kita tidak boleh menzalimi orang. Tidak boleh, harus adil baik auditor dan penyidik. Jadi, harus dipastikan lagi apakah itu (pelanggaran) administratif atau tipikor. Harus dibedah itu. Artinya begini, auditor tidak langsung menerima,” katanya.

Dikatakan, BPKP selaku auditor memiliki prosedur tersendiri dalam menjalankan tugas. Auditor punya standar sendiri. Jika terjadi perbedaan antara penegak hukum, hal itu dianggap biasa. “Berbeda pendapat itu hal biasa, bukan masalah memperlambat. Itulah gunanya koordinasi dari awal, jangan di ujung,” jelasnya.

Evenri menilai penyidik berkoordinasi dengan BPKP dalam menghitung kerugian negara setelah kasus ini di ujung tanduk. Bukan dari awal. “Lagi didalami, saya fair-fair aja, saya juga tidak ada kepentingan. Intinya kalau niatnya sama, tujuannya sama, sabar aja, dan jangan kita menzalimi orang. Administrasi jangan pidana, pidana jangan administrasi,” katanya.

Jika memang cukup alat bukti, pasti akan ditindaklanjuti. Begitu sebaliknya, jika tidak cukup bukti, harus adil. “Tenang saja kalau cukup bukti, tapi kalau ndak kuat (bukti) ya fair juga dong. Lebih takut pengadilan atau lebih takut neraka? Kalau saya lebih takut neraka, pokoknya saya tidak mau digiring dan kita tidak mau mengiring, kalau faktanya A ya A,” tandasnya.

Sementara itu, Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama membantah hanya berkoordinasi dengan BPKP NTB di ujung perkara tersebut. Pihaknya dalam penanganan kasus ini sudah koordinasi sejak awal penyelidikan dengan BPKP NTB. “Dengan sampai saat ini tidak dibentuknya tim auditor, kami merasa seperti ditinggal di tengah jalan,” kata Yogi.

Baca Juga :  11 Kapus di Kota Mataram Dituding Bersepakat Potong Insentif Nakes

Tidak adanya kejelasan kasus ini di tingkat BPKP NTB, Yogi menyatakan siap ekspose perkara tersebut ke pusat. “Biar ada titik terang, kami siap melakukan ekspose perkara ini ke pusat (BPKP RI),” katanya.

Langkah yang akan diambil tersebut menyusul adanya jawaban dari surat permintaan kejelasan kepada BPKP NTB terkait hasil ekspose perkara di tahap penyidikan pada 19 Februari 2024. Dari jawaban BPKP NTB, Yogi mengaku menerima petunjuk agar penyidik menyerahkan bukti tambahan. Namun, bukti tambahan tersebut dinilai penyidik sudah berbeda dari kesimpulan ekspose perkara sebelumnya.

“Itu makanya, kami tunggu jawaban dari Deputi Bidang Investigasi BPKP RI, karena surat permintaan kejelasan itu juga kami tembuskan ke deputi,” ujarnya.

Diketahui, pengadaan masker covid-19 ini anggarannya senilai Rp 12,3 miliar yang bersumber dari belanja tak terduga (BTT) Diskop UMKM NTB. Polresta Mataram menyelidiki sejak Januari 2023. Kemudian, meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan pada pertengahan September 2023.

Dalam hal ini, penyidik telah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Perbuatan melawan hukum tersebut diduga mengarah ke mark up harga dan masker yang tidak sesuai spesifikasi. (sid)

Komentar Anda