Satgas Sesalkan Anggota Dewan ‘’Ngamuk’’ di Pos Penyekatan

DEBAT: Anggota DPRD Provinsi NTB, H Najamudin Mustofa terlihat berdebat sengit dengan petugas di Pos Penyekatan Gerimax, Kamis kemarin (15/7). (SCREENSHOT VIDEO)

MATARAM — Satgas Penanganan Covid-19 Kota Mataram menyesalkan sikap salah satu Anggota DPRD Provinsi NTB, H Najamudin Mustofa yang tidak terima diberhentikan di pos penyekatan Gerimax. Insiden tersebut terekam jelas lewat video berdurasi 3 menit 41 detik yang viral di media sosial.

Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu turun dari mobilnya sambil protes ke petugas gabungan pos penyekatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Anggota DPRD Provinsi itu juga menolak diperiksa dan divaksin. Sempat terjadi cek-cok antara petugas dan Najamudin Mustofa. Bahkan kejadian ini sempat mengganggu aktivitas pemeriksaan di pos penyekatan.

Terkait itu, Asisten I Setda Kota Mataram, Lalu Martawang menyesalkan kejadian tersebut. Karena sebagai tokoh masyarakat, seharusnya menjadi contoh bagi yang lain. “Mari kita bersama-sama menjadi contoh yang baik untuk memberikan angin sejuk yang membahagiakan bagi warga masyarakat kita,” ujar Martawang di Mataram, Kamis kemarin (15/7).

Sebagai pemimpin, sikapnya itu harus memberikan tauladan yang baik. Terlebih upaya yang sedang digiatkan pemerintah diambil atas pengetahuan ilmiah (analisa scientific) dan akademis. “Maka langkah-langkahnya pun pasti dalam koridor yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya,” katanya.

Kejadian di pos penyekatan Gerimax itu terjadi Kamis siang, sekitar pukul 10.30 Wita. Saat itu Najamudin datang dari Lombok Timur menggunakan Kijang Innova warna hitam yang dikendarai sopirnya. Lalu disetop petugas di pos penyekatan Gerimax. Petugas meminta sopir menurunkan kaca dan menanyakan sudah divaksin atau belum. Najamudin yang saat itu duduk di kursi tengah langsung turun dan memprotes tindakan petugas.

Masih dari rekaman video yang beredar. Nada Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB itu terdengar keras. Sambil mengatakan dirinya belum divaksin karena masih sakit. Najamudin juga membela sopirnya yang belum divaksin.

“Dia belum divaksin karena di desanya baru dapat 800 vaksin, sementara yang divaksin ada 2000 orang. Jadi negara ini baru beli vaksin 80 juta. Sementara yang akan divaksin itu 275 juta. Kami bagian dari yang belum divaksin,” ungkapnya.

Cek-cok berlanjut karena petugas merasa tidak terima dengan suara Najamudin yang meninggi. Najamudin balik menuduh petugas yang berteriak. Keduanya terus saling berdebat dan memancing petugas lainnya datang.

“Kalau kamu menyatakan vaksin, negara ini baru siap 80 juta. Sedangkan yang akan divaksin itu 275 juta. Kalau ada vaksin sekarang, silahkan vaksin dia. Negara ini tidak siap divaksin. Jangan main-main dengan saya,” ujar Najamudin.

Najamudin lanjut menceramahi petugas. Ia menuding petugas melaksanakan tugas yang tidak diketahui. Dia mengatakan, memerintahkan warga putar balik di pos penyekatan adalah kebijakan yang salah. “Karena negara belum siap melaksanakan vaksin untuk 275 juta warganya. Salah kebijakan ini, saya anggota DPRD, rekam dia,” kata Najamudin.

Mantan Calon Wakil Bupati Lombok Timur itu merasa kasihan dengan warga yang harus putar arah di pos penyekatan. Dia menuding negara salah mengambil kebijakan. “Setop melakukan cara-cara seperti ini. Anda bubar saja. Kalau anda bertanya tentang vaksin maksud saya. Bukan saya marah dan faham anda bertugas. Tetapi anda harus faham rakyat yang bolak balik,” sesalnya.

Cek-cok ini usai setelah beberapa petugas lainnya datang. Najamudin diminta naik ke mobilnya dan meninggalkan tempat.

Kapolresta Mataram, Kombes Pol Heri Wahyudi turut menyesalkan kejadian tersebut. Tapi dia menekankan kepada anggotanya yang bertugas tetap bersabar dan humanis. “Lakukan pendekatan kepada masyarakat. Tidak emosional, walaupun anggota itu lelah dan capek. Tetap kita sebagai aparat keamanan menjaga kondisifitas dan tidak terbawa emosi,” katanya.

Anggotanya juga diminta tidak terpancing. Utamanya dengan perbuatan oknum yang memancing emosi. “Seluruh pimpinan, baik Kasat, Kapolsek dan lainnya, tolong beri arahan yang jelas pada anggota saat melaksanakan tugas. Baik penyekatan maupun saat memberikan imbauan. Paling itu yang bisa kita perbuat. Anggap saja ini tugas mulia kita untuk menjaga negara ini,” ungkap bijak.

Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto juga angkat bicara terkait adanya cek-cok petugas kepolisian dengan  anggota DPRD NTB, Najamuddin  Mustafa di posko penyekatan masuk Kota Mataram di Gerimak, Lombok Barat, Kamis siang (15/7/).

Menurut Artanto, petugas melaksanakan tugas berdasarkan aturan dan perundang-undangan.
“Penyekatan yg dilakukan guna membatasi mobilisasi masyarakat untuk  mengurangi penyebaran virus Covid-19 yg sedang menjadi pendemi saat ini,” ujarnya.

Adapun jika masih terjadi beberapa permasalahan di lapangan kata Artanto itu adalah hal yang wajar.
Masyarakat pun diminta untuk  paham akan hal itu. Tujuan petugas kata Artanto tidak lain adalah untuk keselamatan masyarakat banyak. “Kita minta kesadaran masyarakat akan hal itu demi keselamatan  bersama,” pintanya.

Adapun terkait tudingan anggota DPR NTB Dapil Lombok Timur tersebut yang menyebut aturan yang dikeluarkan pemerintah tidak dipahami oleh aparat dalam menjalankan tugas, sehingga timbul gejolak di mayarakat, Artanto memilih tidak berkomentar.

Sedangkan Najamuddin, ketika dikonfirmasi mengakui insiden tersebut. “Ya benar itu (video) tadi saat saya mau ke Mataram. Tiba-tiba ditanyakan saya sudah divaksin atau tidak, lalu mereka (petugas) tanyakan kartu vaksin segala,” ujarnya saat dikonfirmasi Radar Lombok lewat telpon.

Najamuddin menuturkan, keributan yang terjadi dengan petugas penyekatan lantaran aturan yang dikeluarkan pemerintah tidak dipahami oleh aparat dalam menjalankan tugas, sehingga timbul gejolak di mayarakat. “Inilah saya katakan kepada Pemerintah Provinsi jangan mengeluarkan surat edaran sembarangan Pak Gubernur. Kalau orang dibawah ini tidak mengerti maksud surat itu,” tuturnya.

Ia sangat sesalkan banyak orang yang terpaksa harus balik, tidak jadi ke Mataram gara-gara tidak bisa menunjukkan kartu vaksin. “Jadi sudah ratusan orang yang harus terpaksa balik ke Lombok Timur, Lombok Tengah, atau Lombok Barat, karena tidak bisa menunjukkan kartu vaksin. Tentu ini sangat memberatkan masyarakat kecil yang mau mencari nafkah. Tetapi gara-gara tidak ada kartu, terpaksa putar balik. Ini kan kebijakan tidak merakyat,” ujarnya.

Ketika menerapkan aturan, tentu harus didukung dengan solusi kepada masyarakat. Jangan lantas masyarakat dipaksa harus mengeluarkan surat vaksin. Tentu hal itu akan memberatkan masyarakat yang belum mendapatkan jatah vaksin, karena memang vaksinnya belum tersedia sepenuhnya. “Makanya saya katakan, jika membuat aturan harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan, agar tidak membebani masyarakat kita,” tegasnya.

Menurutnya kebijakan tersebut salah, ketika tidak didukung dengan ketersediaan vaksin. “Kalau dengan cara seperti itu, banyak orang yang tidak bisa menjalankan aktivitas maupun usaha, dan itu akan merugikan rakyat,” jelasnya.

Untuk itu, Najamudin meminta kepada Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah agar mencabut Surat Edaran (SE) tentang penerapan PPKM Berbasis Mikro di wilayah NTB. “Kita minta segera gubernur mencabut aturan SE itu, sebelum terjadi keributan yang lebih meluas,” tegasnya. (gal/der/sal)