Rencana Duda Menikahi Gadis Dibawah Umur Terancam Batal

Ashab (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYAUnit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Lombok Tengah menerima sekitar lima laporan pengantin yang mengajukan dispenasi pernikahan pada awal tahun 2023 ini. Pihak UPTD PPA juga sedang melakukan pemisahan pengantin yang menikah masih di bawah umur.

Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Lombok Tengah, Ashab menegaskan saat ini pihaknya sedang berusaha untuk menyelesaikan kasus pengantin perempuan yang masih dibawah umur dari Desa Gapura Kecamatan Pujut yang rencana akan dipersunting oleh pengantin pria yang sudah dewasa dan berstatus duda dan memiliki dua anak dari Desa Mertak Kecamatan Pujut. “Awal tahun ini yang sudah mengajukan dispenasi perkawinan ada sekitar lima pasangan, kemudian ada yang sudah peroses pemisahan dan ada juga yang saat ini sedang kita tangani rencana pernikahan anak dibawah umur dengan pria yang berstatus duda tapi belum ada putusan cerai dari pengadilan,” ungkap Ashab, Rabu (1/2).

Ia mengaku yang menjadi masalah selain perempuan masih di bawah umur tapi yang mempelai laki-laki belum ada surat cerai dari istri pertama dari pengadilan. Mempelai perempuan sudah dibawa tapi mereka minta keluarga mempelai perempuan untuk mencabut kembali anaknya. “Dari kemarin kami turun karena mempelai laki dan sekarang tinggal kita ke rumah keluarga mempelai perempuan,” terangnya.

Pemisahan ini selain karena perempuan masih di bawah umur tapi karena mempelai laki-laki meski sudah duda tapi belum ada keputusan bercerai dari pengadilan. Kalau belum ada bukti cerai dari pengadilan maka istri pertama dianggap masih punya hak secara hukum. “Umur perempuan baru 17 tahun tapi kalau yang laki-laki sudah 32 tahun dan punya anak dua. Tapi mudah-mudahan kita berhasil,” terangnya.

Ashab menambahkan, selain berusaha memisahkan pengantin di bawah umur ini, pihaknya menegaskan untuk tahun 2022 lalu pihaknya sudah menangani berbagai laporan kasus kekerasan perempuan dan anak. Dari sisi kekerasan perempuan dan anak, mereka sudah menangani 85 kasus dan untuk dispenasi perkawinan ada 55 kasus. “Hanya saja untuk dispenasasi ini tidak semuanya kita terima, tapi yang kita rekomendasikan ada 21 kasus dan yang tidak kita rekomendasikan sekitar 31 kasus. Kemudian yang berhasil kita pisahkan 30 kasus dan ini penyelesaian terbesar di Provinsi NTB karena belum ada PPA yang bisa memisahkan pengantin sebanyak itu,” tambahnya.

Ia menegaskan dengan berbagai upaya yang dilakukan ini diharapkan kasus pernikahan dini bisa ditekan dengan maksimal. Namun pihaknya juga berharap adanya keterlibatan semua pihak agar permasalahan pernikahan dini dan kekerasan perempuan dan anak ini tidak terus terjadi. “Hanya saja kita dalam setiap menerima laporan terutama kaitan dengan pernikahan dini, kita langsung turun melibatkan berbagai pihak untuk memisahkan. Hasilnya selama ini kita sudah banyak memisahkan rencana pernikahan anak dibawah umur meski tidak jarang kita mendapatkan kendala dalam penyelesaian ini,” terangnya. (met)

Komentar Anda