Rekrutmen 225 Tenaga Kesehatan RSUD Bermasalah

BEBER: Ketua ORI Perwakilan NTB, Adhar Hakim membeberkan hasil temuannya di Hotel Aerotel Praya terkait pungli di RSUD Praya.( SAPARUDIN/RADAR LOMBOK)

PRAYA-Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan NTB, akhirnya membeberkan hasil temuan dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Selasa (13/2).

Ketua ORI Perwakilan NTB, Adhar Hakim didampingi sejumlah jajarannya mengaku, pihaknya menemukan adanya praktik pungli di tubuh RSUD Praya. Pelakunya bahkan sudah masuk rekaman ORI sebanyak 2 orang. Salah satunya merupakan kepala bidang kepegawaian dan oknum staf di bidang kepegawaian. ‘’Tapi belum waktunya kita sebut nama mereka,’’ ungkap Adhar merahasiakan nama kedua oknum pegawai RSUD Praya ini.

Adhar membeber, pihaknya menemukan 225 orang tenaga di RSUD yang sudah menyerahkan uang. Rata-rata, ratusan orang itu menyerahkan uangnya kepada oknum pegawai di bidang kepegawaian dan keperawatan tersebut. Jumlahnya bervariasi antara Rp 15 juta smapai Rp 25 juta per orang. Praktek ini terjadi sejak tahun 2015 lalu.‘’Yang paling banyak kita temukan adalah bidan dan perawat,’’ sebutnya.

[postingan number=3 tag=”pungli”]

Selain menyetorkan uang,ada juga tenaga kesehatan yang bekerja hanya dengan berbekal surat tugas tanpa adanya SK pengangkatan. Selanjutnya, ada juga yang seolah-seolah sudah bekerja  dari tahun 2015, padahal baru masuk 2016. Modusnya, nama-nama tenaga sukarela ini dimasukkan dalam daftar nama tenaga sukarela yang diangkat sesuai SK pengangkatan di tahun 2015. Anehnya,  pimpinan RSUD Praya tidak mengetahui praktek ini.

Lebih jauh mantan wartawan ini mengungkapkan, dari ratusan orang baru dua orang yang mengaku. Mereka ini merupakan pelapor yang menjadi korban kedua pegawai tersebut. Namun, dari pengakuan dua orang ini memastikan bahwa teman-teman mereka juga masuk menggunakan uang.

Baca Juga :  Bupati dan Wabup Letakkan Batu Pertama Gedung Tambahan RSUD Tanjung

Rata-rata, mereka masuk untuk menjadi tenaga sukarela di rumah sakit itu. Salah satu alasannya untuk melengkapi syarat RSUD Praya menjadi Badan Layanan Usaha daerah (BLUD). Sementara alasan tersebut bertentangan dengan persyaratan menjadi BLUD. Dimana rumah sakit berstatus BLUD tidak boleh lagi ada pegawai berstatus sukarela. ‘’Karena aturannya rumah sakit bisa mendapatkan sertifikat BLUD ini kalau tidak ada lagi pegawainya yang kerja sukarela,’’ terang Adhar lebih jauh.

Adhar melanjutkan, masalah ini sebenarnya sudah ia bicarakan dengan Sekda Lombok Tengah, H Nursiah. Pihaknya juga sudah menyerahkan nama pelaku pungli tersebut kepada sekda. Sehingga nantinya dijadikan bahan evaluasi dan memberikan sanksi bagi oknum pegawai tersebut.

Dalam hal ini, ORI akan menyerahkan hasil temuannya ke masing-masing pemda. Jika kemudian tidak ditindaklanjuti, maka pihaknya memiliki kewenangan untuk melanjutkannya ke pemerintah pusat. ‘’Sebagai lembaga pengawas yang diatur undang-undang, sifatnya kami hanya mengawasi dan menyerahkan hasil temuan kami ke pemda untuk ditindaklanjuti. Kalau tidak ditindaklanjuti, barulah kami bertindak ke langkah seterusnya,’’ tegasnya.

Adhar menilai, dari temuannya itu RSUD Praya telah betul-betul menjadi sarang praktik pungli selama ini. Sehingga pihaknya menyerahkan persoalan itu untuk dijadikan evaluasi bagi pemkab secara keseluruhan. Tentunya hasil evaluasi ini akan ditunggu kedepannya. ‘’Nanti hasil evaluasi pemda juga akan tetap kita pantau,’’ pungkasnya.

Sementara Sekda Nursiah yang dikonfirmasi tak menapikan telah menerima laporan ORI NTB tersebut. Dia mengaku, pihaknya juga sedang melakukan investigasi terhadap kejelasan hasil temuan tersebut. Pihaknya juga sejak awal sudah rapat internal membahas persoalan ini.

Baca Juga :  Berkas Kasus OTT Pungli Dikirim Minggu Depan

Termasuk, kata Nursiah, sudah dilakukan pendekatan terhadap dua nama yang diberikan ORI NTB tersebut. Namun, pihaknya belum bisa mendapatkan jawaban pasti karena masih dalam proses investigasi. ‘’Kita masih lakukan ievestigasi dulu terhadap kebenaran laporan ombudsman tersebut,’’ ungkap Nursiah.

Nursiah juga mengaku, tenaga sukarela yang memiliki SK sebanyak 80 orang. Jika lebih, maka bukan menjadi tanggung jawab pihak RSUD Praya. ‘’Yang punya SK itu hanya 80. Kalau lebih, maka bukan tanggung jawab kami,’’ ungkap dewan pengawas RSUD Praya ini.

Informasi yang dikemas Radar Lombok, dugaan praktik pungli dengan modus menerima tenaga sukarela sudah lama terjadi di RSUD Praya. Bahkan, nyaris sejak rumah sakit itu berdiri. Para tenaga sukarela berlomba-lomba memberikan suap agar bisa bekerja di rumah sakit tersebut.

Informasi lainnya menyebutkan, modus pungli ini juga erat kaitannya dengan praktik calo. Beberapa calo meminta bantuan oknum pejabat rumah sakit untuk bisa memasukkan pekerja. Calo ini bisanya dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat tertentu. Mulai dari oknum lembaga swadaya masyarakat (LSM), pejabat, keluarga pejabat, dan juga oknum wartawan. ‘’Saya juga pernah memasukkan orang di rumah sakit. Saya minta bayaran Rp 3 juta,’’ ungkap salah satu oknum wartawan di Lombok Tengah. (cr-ap)

Komentar Anda