PT ESL Siap Mulai Kembangkan Sekaroh

MATARAM – Polemik yang terjadi di kawasan Hutan Lindung (HL) Sekaroh Kecamatan Jerowaru Lombok Timur masih belum berakhir. Pemerintah Provinsi NTB dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sampai saat ini masih saling klaim soal kewenangan.

Lalu bagaimana tanggapan dari PT Eco Solution Lombok (ESL) sendiri ? Salah seorang Direksi PT ESL, Tony Raharjo menegaskan, pihaknya siap mengembangkan  Sekaroh sesuai izin yang didapatkan. "Kami akan segera melaksanakan (pembangunan dan pengembangan Sekaroh – red)," jawabnya saat dihubungi Radar Lombok via WhatsApp, Sabtu lalu (16/7).

Selama ini lanjutnya, PT ESL selalu mematuhi regulasi pemerintah. Apapun yang dilakukan tidak pernah melanggar Undang-Undang (UU) karenna keberadaan PT ESL disana untuk melakukan investasi. "Kami selalu mematuhi regulasi Pemerintah," ujarnya.

Semua izin sudah dikantongi oleh PT ESL, namun sampai saat ini belum bisa melakukan apa-apa karena dihambat oleh Pemkab Lotim yang tidak menginginkan PT ESL. Bahkan, perusahaan asal Swedia itu izinnya telah dicabut oleh Buati Lotim H Ali Bin Dahlan dan memberikan izin ke investor lain. Namun kebijakan Ali BD tersebut melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana wewenang kawasan hutan sudah tidak lagi milik Pemkab tetapi dialihkan ke Provinsi.

Alasan Ali BD, PT ESL tidak layak mendapatkan izin karena investor miskin dan tidak punya uang. Terkait tudingan tersebut, Tony Raharjo tidak ingin memberikan tanggapan terlalu keras. Pihaknya selaku investor tentu sangat ingin semua pihak memberikan dukungan, bukan malah menghambat. "Sedang kami susun pak," jawab Tony.

Terkait dengan persoalan yang dihadapi PT ESL, Ketua Komisi II DPRD NTB HL Jazuli Azhar angkat bicara. Dirinya merasa berkewajiban untuk segera menuntaskan polemik berkepanjangan itu. "Tidak bisa begini terus, saya selaku pimpinan Komisi II bersama teman-teman dewan disini akan panggil Dinas Kehutanan. Nanti kita minta agar pihak ESL juga didatangkan," ucapnya.

Bagi Jazuli, Ali BD sudah keterlaluan karena melawan UU. Semua pihak terkait seharusnya bisa tegas agar persoalan ini tidak terus berkepanjangan. "Sepandai-pandai Ali BD, nanti akan kena batunya juga. Hidup itu ada aturan main,tidak bisa dia seenaknya begini," kesal politisi Partai Gerindra itu.

Sorotan keras datang dari Wakil Fraksi PDI-P Ruslan Turmuzi. Pria yang telah enam periode menjadi wakil rakyat ini geram dengan sikap Pemprov yang terkesan lembek, padahal Ali BD telah nyata-nyata merongrong kewibawaan Pemprov.

Menurut Ruslan, izin PT ESL yang dibatalkan Ali BD dan memberikan izin baru untuk PT Lombok Saka, PT Tanah Hufa dan PT Palamarta Persada telah nyata-nyata melawan UU. Sikap Gubernur yang mencabut izin bagi 3 perusahaan tersebut sangat tepat. "Tapi masalahnya, tahun 2015 lalu Ali BD malah kembali keluarkan izin untuk PT Ocean Blue Resort. Ini maksudnya apa?, sengaja mengejek kita ?. Kan sudah jelas kalau Pemkab itu tidak berhak keluarkan izin, Pemprov yang punya wewenang. Seharusnya Gubernur segera mencabut izin PT Ocean Blue," pinta Ruslan.

Bupati Lotim telah mengeluarkan izin untuk PT Ocean Blue Resort Indonesia (PT OBRI) terungkap dalam surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dengan nomor S.313/MEnLHK/Setjen/Gkm.3/7/2016. Surat tertanggal 1 Juli tentang Penyelesaian Permasalahan Kawasan Hutan Lindung  Sekaroh itu ditujukan ke Kapolri, dengan harapan Polda NTB segera menertibkan persoalan disana karena dinilai telah mengganggu iklim investasi yang nilainya belasan triliun.

Bagi Ruslan, dengan adanya surat tersebut seharusnya Pemprov maupun Polda NTB bisa segera menindaklanjutinya dengan baik. "Tapi saya baca di koran, kok Polda malah menyarankan agar Pemprov ikuti Pemkab melakukan gugatan ? Ini saran yang sangat aneh, katanya Polda sudah bentuk tim. Ya silahkan tegakkan aturan, Pemprov tidak perlu buat gugatan karena hukum sudah jelas. Wewenang hutan itu Pemprov yang punya, bukan Pemkab. Kan semuanya sudah jelas diatur dalam undang-undang," ujar Ruslan.

Ia sangat khawatir, hambatan terhadap investasi yang terjadi bisa berpengaruh buruk bagi masyarakat Lombok Timur dan NTB. Investor tentunya merasa sangat dirugikan, apabila ini dibiarkan maka para pemilik modal akan enggan menanamkan investasinya lagi. (zwr)