Pj Gubernur Diperiksa KPK Jadi Saksi Kasus Korupsi Mantan Wali Kota Bima

Lalu Gita Ariadi (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Penjabat (Pj) Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi, Senin hari ini (20/11). Lalu Gita akan diperiksa sebagai saksi, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, serta penerimaan gratifikasi yang menjerat mantan Wali Kota Bima periode 2018-2023, Muhammad Lutfi.

“Pak Pj Gubernur akan kooperatif memenuhi panggilan KPK sebagai Saksi. Karena beliau sangat mendukung semua langkah hukum yang dilakukan oleh KPK atau APH (aparat penegak hukum) dalam pemberantasan korupsi,” kata Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudi Gunawan, kepada Radar Lombok, Ahad (19/11).

Jadwal pemeriksaan Lalu Gita oleh KPK, diperkuat dengan beredarnya surat pemanggilan oleh KPK. Dimana dalam surat dengan nomor Spgl/7661/DIK.01.00/23/11/2023, Lalu Gita diminta untuk menghadap Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Achmad Taufik dan Tim, di Kantor KPK pada hari Senin, 20 November 2023, pukul 10.00 WIB (Waktu Indonesia Barat).

Dalam surat tersebut, Lalu Gita juga diminta membawa dokumen terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Tukad Mas General Contructors. “Betul,” ujar Rudi.

Rudi memastikan tidak ada permasalahan didalam SIUP yang diterbitkan oleh DPMPTSP Provinsi NTB saat itu. Seperti diketahui, sebelum menjabat sebagai Pj Gubernur NTB dan Sekda NTB, Lalu Gita pernah menjabat sebagai Kepala DPMPTSP NTB.

Tapi Rudi menyebut izin SIUP yang dikeluarkan Lalu Gita saat menjabat sebagai Kepala DPMPTSP NTB sudah sesuai dengan prosedur, yaitu atas dasar adanya Pertek dari dinas teknis, dalam hal ini adalah Dinas ESDM NTB. “KPK membutuhkan keterangan beliau untuk melengkapi kelengkapan syarat yuridis formil,” tambah Rudi.

Baca Juga :  Jawab Tuntutan Warga Gili Trawangan, Pemprov akan Koordinasi ke ATR

Disampaikan Rudi, dugaan tindak pidana gratifikasi yang disidik oleh KPK, kemungkinan besar adalah adanya deal atau gratifikasi yang diterima oleh mantan Walikota Bima dari PT. Tukad MasGeneral Contructors, selaku pelaksana beberapa proyek pembangunan konstruksi di Kota Bima tahun 2018-2023. Sehingga dipastikan tidak ada kaitan sama sekali dengan PJ Gubernur Lalu Gita.

“Ya, silakan dikawal ketat saja. Jangan berspekulasi negative, dan jangan suka menduga-duga, apalagi menuduh atau mengambil suatu kesimpulan sendiri, demi keuntungan atau kepentingan tertentu. KPK yang menangani, dan InshaAllah semua akan terang benderang,” ujar Rudi.

Terpisah, Plt Kepala DPMPTSP NTB, Wahyu Hiayat yang dikonfirmasi perihal Pj Gubernur NTB yang dipanggil KPK terkait izin usaha pertambangan PT. Tukad Mas General Contructors, mengaku tidak tahu-menahu. “Kalau untuk pemanggilan ini saya juga belum mendapat informasi yang jelas,” singkatnya.

Sementara itu, upaya konfirmasi juga dilakukan Radar Lombok kepada Penjabat Sekda NTB Fathurahman, Kepala Biro Pemerintahan Setda NTB Lalu Hamdi, Kepala Biro Adpim Setda NTB Khaerul Akbar, hingga Kepala Diskominfotik Najamuddin Amy. Namun sampai berita ini diturunkan, belum juga memberikan statement.

Seperti diketahui, KPK resmi menahan Muhammad Lutfi Kamis (5/10) lalu. Penahanan mantan Wali Kota Bima itu diumumkan langsung Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers. Firli menjelaskan kontruksi kasus yang menjerat Lutfi yang menjabat sejak tahun 2018 hingga 2023. Dimana tahun 2019 bersama salah satu keluarganya, Lutfi mengkondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pemkot Bima.

“Tahap awal pengkondisian dengan meminta dokumen berbagai proyek yang akan dikerjakan berbagai dinas di Pemkot Bima. Antara lain, Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),” sebutnya waktu itu.

Baca Juga :  Kenaikan CHT 10 Persen Bisa Mematikan Petani Tembakau

Selanjutnya, Lutfi memerintahkan beberapa pejabat Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran yang besar. “Proses penyusunan dilakukan di rumah dinas jabatan Wali Kota Bima,” ujarnya.

Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD untuk anggaran tahun 2019-2020 mencapai puluhan miliar. Kemudian Lutfi secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang siap dimenangkan untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut.

“Proses lelang tetap berjalan sebagaimana mestinya, akan tetapi hanya sebagai formalitas semata. Dan faktanya, para pemenang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan,” tutur Firli.

Atas pengkondisian tersebut, Lutfi menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan sebesar Rp 8,6 miliar. Diantaranya proyek pelebaran Jalan Lingga Toloweri, pengadaan listrik dan penerangan jalan umum perumahan Oi Fo’o.

“Teknis penyetoran uangnya melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaannya, termasuk anggota keluarganya,” beber Firli.

Selein itu ditemukan pula adanya penerimaan gratifikasi oleh Lutfi, diantaranya dalam bentuk uang dari pihak-pihak lainnya. “Tim penyidik tentu akan melakukan pendalaman atas hal tersebut,” tegas Firli.

Sebagai tersangka, Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan/atau pasal 12 B UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (rat/sid)

Komentar Anda