MATARAM — Ratusan warga Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara (KLU), saat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur NTB, Rabu lalu (15/3), menuntut Pemprov NTB agar menghapus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di aset lahan milik daerah yang ada di kawasan Gili Trawangan, untuk kemudian diberikan ke masyarakat.
Selain menggelar aksi unjuk rasa, ternyata masa aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Gili (AMPG) juga mengirimkan “Surat Cinta”, Nomor: 04/AMPG/I/2023, tertanggal 14 Maret 2023, kepada Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, dan diterima oleh Asisten III Setda Provinsi NTB, Wirawan Ahmad, yang menemui masa aksi saat itu. Isi “Surat Cinta” itu berisi permintaan agar HPL diberikan kepada masyarakat Gili Trawangan.
Wirawan menyampaikan, Gubernur NTB juga telah menjawab surat cinta dari AMPG tersebut, melalui surat tanggapan Nomor 180/353/Kum, bahwa untuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL) adalah hak menguasai dari negara. Dimana yang memiliki kewenangan, dalam hal ini adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) RI.
Namun berkenanan dengan hal tersebut, sambung Wirawan, menyampaikan isi jawaban Gubernur, bahwa Pemprov NTB dan DPRD NTB akan berkoordinasi dengan Kementerian ATR RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI pada kesempatan pertama.
“Intinya, ikhtiar untuk berpihak kepada masyarakat, maka Pemprov telah menunjukkan dengan pemutusan kontrak PT. GTI. Dan ketika HPL itu sudah kembali ke Pemprov NTB, maka pemerintah memprioritaskan kerja sama dengan masyarakat. Melalui kerja sama ini, maka akan terbit sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan)-nya,” kata Wirawan.
Menurut Wirawan, apa yang sudah dilakukan Pemprov NTB terkait persoalan di Gili Trawangan, dalam pemanfaatan aset lahan milik daerah diatas lahan seluas 65 hakter yang sebelumnya dikerjasamakan dengan PT. GTI, sudah maksimal.
“Ikhtiar kita (Pemprov) sudah maksimal. Dan tidak boleh melampaui apa yang sudah diatur dalam regulasi yang berlaku. Jadi kalau kita menyimpang dari karangka hukum itu, maka tentu akan ada konsekuensi bagi masyarakat dan juga Pemprov NTB,” terangnya.
Hal itu mengingat pengelolaan kawasan di Gili Trawangan menjadi atensi semua pihak, baik dari KPK, bahkan Menteri ART/BPN sebelumnya juga telah berkunjung langsung ke Gili Trawangan.
Tidak hanya itu, dari pihak Kepolisian dalam hal ini Polda NTB, serta Kejaksaan Tinggi NTB, juga telah melakukan monitoring terhadap proses-proses yang dilakukan Pemprov NTB, terkait persoalan di Gili Trawangan. “Jadi kalau melampaui kewenangan, Pemprov NTB tidak berani menerbitkan SHM untuk memenuhi tuntutan masyarakat,” tegasnya.
Senada, Kepala UPT Gili Tramena, Dr. Mawardi menambahkan bahwa semua bentuk tuntutan masyarakat atas Tanah Aset Pemerintah Daerah NTB di Gili Trawangan, maka UPT Gili Tramena, bersama Biro Hukum dan BPKAD akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan KPK RI, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/BKPM, Kejati, Kepolisian dan Tim Satgas Nasional Percepatan Investasi.
“Permasalahan aset yang ada di Gili Trawangan, Pemprov NTB sangat terbuka, dan sejak awal didampingi KPK, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/BKPM, Kejati, Kepolisian dan Tim Satgas Nasional Percepatan Investasi mengawal pemulihan aset yang ada di Gili Trawangan. Pun hasilnya akan kami sampaikan kembali kepada masyarakat Gili,” pungkas Mawardi. (sal)