Pertengahan Desember 17 Ribu Ton Beras Impor Masuk NTB

SIDAK: TPID NTB bersama Pimwil Bulog NTB David Susanto saat mendatangi pedagang beras di Pasar Kebon Roek, Ampenan. (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Perum Bulog NTB bakal mendatangkan sekitar 17 ribu ton beras impor secara bertahap di akhir tahun 2023 ini. Jika hal ini tidak dilakukan, maka semua program bantuan pangan dan lainnya diklaim tidak akan bisa berjalan. Bahkan harga beras berpotensi naik lagi.

Imbasnya, harga beras di pasar-pasar tradisional pun diprediksi bakal berpotensi mengalami kenaikan signifikan. “Potensi naik harga di pasaran itu jelas sekali, tidak bisa dihindarkan,” ujar Pimwil Bulog NTB David Susanto, Selasa (28/11).

Beras Bulog yang ada di pasaran di kisaran 9-20 persen, dengan perkiraan konsumsi sebesar 45 ribu ton per bulan. Bulog NTB sendiri terus menyalurkan bantuan pangan kurang lebih 6.100 ton, ditambah dengan beras SPHP rata-rata antara 2.000-2.400 ton. Artinya, 8.500 ton harus tersedia di gudang Bulog NTB. Jika beras ini tidak ada atau hilang di pasaran, tentu akan ada dampak yang ditimbulkan.

”Jika lebih dari 8.500 ton yang beredar, itu artinya punya swasta. Nah kalau swasta tinggal hitung-hitungan, maka harga akan sangat cepat naik,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, kedatangan beras dari luar NTB ini diperuntukkan bagi penguatan stok. Hal itu tidak akan mengubah kenyataan NTB sebagai daerah dengan ketahanan pangan paling kuat di Indonesia. “Toh kita datangkan hanya 17 ribu ton, dan kita juga pernah mengirim ke daerah lain,” terangnya.

Beras 17 ribu ton ini, kata David rencananya harus sudah datang pada pertengahan Desember mendatang. Masuknya secara bertahap, antara 5.000 atau 10.000 ton dulu. Beras yang didatangkan ini untuk kebutuhan Januari 2024.

“Memang mendatangkan beras itu butuh waktu satu bulan, tidak bisa kita minta hari ini dan besok atau seminggu kemudian langsung datang,” kata David.

Baca Juga :  Pariwisata NTB Tidak Dapat Imbas Pelaksanaan KTT ASEAN di Labuan Bajo

Disinggung mengenai konsekuensi jika tidak mendatangkan beras dari daerah lain, David menegaskan, seluruh program yang ada tidak bisa dijalankan, baik itu bantuan pangan pada Januari 2024 kurang lebih 6.100 sampai 6.200 ton tidak bisa disalurkan. “Seperti beras SPHP, tidak bisa Operasi Pasar (OP), karena tidak adanya barang atau stok beras,” tandasnya.

Sementara Kepala Biro Perekonomian Setda NTB Wirajaya Kusuma mengatakan beras impor yang didatangkan ini adalah untuk menjamin ketahanan stok pangan di NTB. Terlebih pemerintah juga bakal menggelontorkan beras untuk program bantuan pangan bagi masyarakat kurang mampu.

“Sehingga itulah yang menjadi alasan didatangkannya beras impor ke NTB. Ini sedang dalam proses, on going sebanyak 17 ribu ton. Desember ini masuk, mudah-mudahan bisa menutupi. Ada bantuan 10 kg beras per KK setiap bulan,” ungkap Wirajaya.

Tidak ada pilihan lain, Pemprov kata Wiraja sudah sepakat untuk mendatangkan beras dari luar daerah ke NTB. Pihaknya pun sudah berkoordinasi dengan Perum Bulog NTB, dan dipastikan beras impor tersebut sedang dalam proses untuk didatangkan ke NTB.

Alasan Bulog mendatangkan beras impor ke NTB. Karena selama dua bulan terakhir, beras menjadi pemicu inflasi di NTB. Inflasi NTB berada di atas rata-rata nasional pada bulan September dan Oktober 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis inflasi NTB di bulan Oktober sebesar 2,66 persen. Angka inflasi ini lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,56 persen.

Pada bulan September 2023, angka inflasi NTB juga berada di atas rata-rata nasional. Inflasi NTB di bulan September sebesar  2,29 persen, angkanya lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,28 persen. “Perum Bulog NTB melakukan operasi pasar untuk mengendalikan mahalnya harga beras di NTB,” tambahnya.

Baca Juga :  Pocari Sweat Kembali Gelar Event Lari Terbesar di Indonesia 2022

Kendati ada beras impor yang didatangkan ke NTB. Tapi Bulog tetap berkomitmen membeli gabah petani saat panen raya. “Tetapi walaupun mereka mendatangkan beras dari luar NTB namun tetap pada saat panen raya mereka komitmen akan membeli gabah petani,” terang Wirajaya.

Terlepas dari itu adanya beras impor tersebut, Pemprov tetap mendorong untuk keleluasaan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Bulog. Berdasarkan HPP terbaru, harga gabah kering giling di tingkat petani sebesar Rp5 ribu per kg. “Pemprov juga juga mendorong keleluasaan HPP agar Bulog bisa bersaing dengan pengusaha Dalam rapat koordinasi dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas),” jelasnya.

Disisi lain kondisi di lapangan, pengusaha berani membeli gabah dengan harga yang jauh lebih mahal bahkan sampai Rp7 ribu per kg. Sehingga, jika pembelian gabah dipatok berdasarkan HPP, maka Bulog kalah bersaing dengan pengusaha.

Sebagai contoh beberapa provinsi sebagai penyangga pangan nasional seperti NTB, Sulsel, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung supaya Bulog diberikan keleluasaan bersaing dengan pengusaha. “Fleksibilitas harga pada saat panen raya, itu sudah kami usulkan ke Bapanas saat rakor. Supaya kita ada kebanggan sebagai daerah penyangga pangan nasional,” ujarnya.

Disampaikan Wirajaya, pemerintah tidak akan bisa menahan petani menjual gabahnya di atas HPP. Sisi lain, Bulog tidak berani membeli gabah dengan harga seperti pengusaha. Karena nantinya bisa menjadi temuan. Untuk itu, perlu ada keleluasaan untuk Bulog menyerap gabah petani dengan kondisi lapangan. (rie/rat)

Komentar Anda