Penanganan Kasus Pemerkosaan Santriwati Dinilai Lamban

Joko Jumadi (DOKUMEN RADAR LOMBOK)

MATARAM – Penanganan laporan kasus dugaan pemerkosaan santriwati di salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Desa Sikur, Kecamatan Sikur yang ditangani Polres Lombok Timur tengah disorot. Pasalnya, laporan yang masuk pada Selasa (4/4) lalu itu belum ada kepastian hukum.

Salah satu yang menyorot kinerja Polres Lotim datang dari pengamat hukum Universitas Mataram (Unram), Joko Jumadi. Ia menduga bahwa lambannya penanganan kasus tersebut lantaran aparat kepolisian setempat mendapat tekanan agar kasus itu tidak dilanjutkan.

“Oleh karena itu, ini juga manjadi batu ujian untuk polisi khususnya Kapolda NTB apakah berpihak kepada korban atau cenderung menyelamatkan predator seksual,” kata Dosen Hukum Unram tersebut, Rabu (10/5).

Penanganan laporan kasus dugaan pemerkosaan di ponpes yang ada di Desa Sikur ini, berbanding terbalik dengan penanganan laporan pemerkosaan santriwati yang terjadi di salah satu ponpes di Desa Kotaraja, Kecamatan Sikur. Sehari setelah laporan masuk pada Kamis (4/5), Polres Lotim langsung menangkap oknum pimpinan ponpes inisial LMI, dan langsung menetapkan sebagai tersangka.

Baca Juga :  Kapolresta Mataram Resmi Berganti

“Saya mengapresiasi penanganan cepat untuk kasus di Kotaraja, namun saya juga sangat menyayangkan kenapa kasus di Sikur dan di Pringgabaya polisi sepertinya enggan untuk memproses kasus tersebut,” ujarnya menyayangkan.

Ditegaskan, menunda penanganan kasus kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan terhadap korban. “Penundaan akan menambah penderitaan korban, menambah depresi korban,” sebutnya.

Untuk menunjukkan keberpihakan terhadap korban, lanjutnya, tidak ada alasan bagi Polres Lotim untuk menunda-nunda penanganan kasus tersebut. Dengan begitu, ia mendesak Polres Lotim untuk segera menetapkan tersangka pada kasus yang terjadi, baik di Desa Sikur maupun di Desa Pringgabaya. “Segera amankan pelaku, jangan sampai menunggu adanya korban baru lagi,” tegasnya.

Desakan agar oknum pimpinan ponpes inisial HN di Desa Sikur ditetapkan sebagai tersangka, juga datang dari Koalisi Anti-Kekerasan seksual Erwin Khaeril Ansor. Ia meminta Polres Lotim segera mengamankan oknum tersebut, karena semua alat bukti sudah dipenuhi sesuai dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Baca Juga :  Kapolda Janji Tindak Tegas Calo Penerimaan Polri

“Alasannya ditakutkan pelaku mengaburkan alat bukti dan di satu sisi pelaku juga memberikan intimidasi baik kepada korban maupun keluarganya,” beber perwakilan Koalisi Anti-Kekerasan Seksual tersebut.

Ia menuntut agar kinerja Polres Lotim dalam menangani semua kasus harus diperlakukan dengan sama, tanpa pandang bulu. “Kasus kekerasan seksual di wilayah Polres Lotim terkesan melempem, berbeda dengan kasus lainnya, semisal kasus narkotika,” katanya.

Kritikan tidak hanya dilontarkan kepada Polres Lotim, melainkan juga kepada pihak Rumah Sakit dr. Soedjono, Selong. “Kritikan juga untuk pihak RS Selong agar dalam melakukan visum et repertum ke korban memahami kondisi korban, dengan tidak membiarkan korban mengantre lama. Jangan ada lagi proses assessment tanya jawab yang mendetail terkait kronologi kejadian ke korban dan hasil visum harus segera diserahkan ke penyidik jangan sampe berminggu-minggu bahkan bulan,” kritiknya. (cr-sid)

Komentar Anda