Optimalisasi Peran Masjid Dalam Pendidikan Anak (Persfektif Makro dan Mikro)

Oleh : Ismail, Mahasiswa Program S3  MPI UIN Maliki Malang


Masjid merupakan salah satu unsur penting dalam struktur masyarakat Islam. Masjid bagi umat Islam memiliki makna yang besar dalam kehidupan, baik makna fisik maupun makna spiritual, makna makro maupun mikro. Masjid menjadi sentral kegiatan umat Islam di segala bidang, pengajaran Islam dan penyebarannya sampai ke wilayah jauh dimulai dari masjid. Kata masjid itu sendiri berasal dari kata sajada- yasjudu-masjidan (tempat sujud) (Harahap, 1996:26).

Masjid adalah pondasi awal dalam proses perkembangan umat Islam. Pada masa Rasulullah masjid sangat berarti karena dapat menyatukan umat Islam dalam segala lapisan masyarakat. Bangunan awal yang telah dibangun oleh Rasulullah pada masanya setelah hijrah ke Madinah (Yastrib) adalah masjid, agar seluruh orang dapat berkumpul dan membuat kegiatan yang baik (Ikhwan, 2013: 1). Dengan adanya masjid maka tentu umat Islam dapat mengadakan pertemuan dan kegiatan, karena fungsi awal dari masjid adalah sebagai agen perubahan. Karena peranan yang sangat besar bagi masjid maka Ahmad Sarwono menjelaskan; masjid merupakan jantung masyarakat sebab masjid berkaitan erat dengan kegiatan sehari-hari umat Islam, bukan hanya sebagai simbol namun juga untuk mewujudkan kemajuan peradaban, kemasyarakatan, dan keruhanian umat (Sarwono, 2003: 9).

Oleh karen itu, masjid sebagai alat yang dapat dipakai sebagai tempat bersujud, dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan bercorak sosial yang melibatkan manusia dengan menjadikannya sebagai pusat kegiatan. Dengan demikian masjid juga berhubungan dengan potensi masjid itu sendiri yang harus diberdayakan dengan segenap kemampuan para pengurusnya. Dengan demikian diperlukan keahlian (skill) yang tidak sekedar cukup saja, tetapi mesti dilaksanakan secara maksimal sebagai implementasi dari dakwah melakukan perubahan dengan mengerahkan segenap kemampuan. Dengan pengertian seperti ini, masjid dapat dimaknai sebagai alat atau sarana ibadah yang lebih luas (universal). Tidak hanya ibadah mahdhoh (mikro) saja, tetapi juga ibadah ghayr mahdhah (makro). Sehingga, masjid kembali lagi pada fungsinya sebagaimana zaman Nabi Muhammad SAW. Pada zaman rasulullah masjid dijadikan sebagai pusat pendidikan Islam yang berupaya mendidik agama Islam atau

ajaran Islam dan nilai- nilainya, agar menjadi pandangan dan sikap hidup (way of life)

seseorang (Muhaimin, 2005: 7-8).

Fungsi masjid tidak hanya dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan shalat, tetapi juga menjadi lembaga sosial yang berperan dalam membangun pendidikan, ekonomi, dan politik umat. Fungsi masjid selain sebagai tempat solat juga banyak fungsi lain, yang salah satunya adalah sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan, masjid tidak bisa dipisahkan dari keberadaan para penuntut ilmu atau orang yang belajar didalamnya. Dalam hal ini pendidikan anak, yang harus dididik dan ditempa agar menjadi anak yang cerdas dan berakhlakul karimah, selain di pendidikan firmal.

Anak sebgai generasi muda merupakan tulang punggung bangsa dan negara karena dia adalah aset terbesar yang dapat merubah segala sesuatu yang ada di dalam kehidupan sekarang ini. Melalui masjid, kaderisasi generasi muda dapat dilakukan melalui proses pendidikan Islam yang bersifat continue untuk pencapaian kemajuan. Sehingga pendidikan anak tidak cenderung mengedepankan aspek kognisi (pemikiran), aspek afeksi (rasa) dan psikomotorik (tingkah laku) dibidang umum saja, tetapi yang lebih penting adalah bidang agama. Melalui masjid pula kita dapat mempertahankan nilai- nilai yang menjadi kebudayaan masyarakat Islam. Mungkin lebih penting lagi, yakni dapat membangun masyarakat yang berperadaban dan sejahtera sehingga mampu memberdayakan, mencerahkan dan membebaskan masyarakat dari berbagai macam keterbelakangan.

Pengertian Masjid

Kata masjid itu sendiri berasal dari kata sajada-yasjudu-masjidan (tempat sujud) (Harahap, 1996: 26).. Sidi Gazalba menguraikan tentang masjid; dilihat dari segi harfiah masjid memanglah tepat sembahyang. Perkataan masjid berasal dari bahasa Arab. Kata pokoknya sujadan, fi’il madinya sajada (ia sudah sujud) fi’il sajada diberi awalan ma, sehingga terjadilah isim makan. Isim makan ini menyebabkan perubahan bentuk sajada menjadi masjidu, masjida. Jadi ejaan aslinya adalah masjid (dengan a). Pengambil alih kata masjid oleh bahasa Indonesia umumnya membawa proses perubahan bunyi a menjadi e, sehingga terjadilah bunyi mesjid. Perubahan bunyi dari ma menjadi me, disebabkan tanggapan awalan me dalam bahasa Indonesia. Bahwa hal ini salah, sudah tentu kesalahan umum seperti ini

dalam indonesianisasi kata-kata asing sudah biasa. Dalam ilmu bahasa sudah menjadi kaidah kalau suatu penyimpangan atau kesalahan dilakukan secara umum ia dianggap benar. Menjadilah ia kekecualian (Gazalba, 1994: 118).

Arti masjid dikhususkan sebagai tempat yang disediakan untuk mengerjakan shalat lima waktu, sehingga tanah lapang yang biasa digunakan untuk mengerjakan shalat hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan lainnya tidak dinamakan masjid (Al- Qahthani, 2003: 1). Menurut istilah yang dimaksud masjid adalah suatu bangunan yang memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan beribadah kepada Allah seperti shalat, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah lainnya.

Optimalisasi Peran Masjid dalam Pendidikan Anak

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa Optimalisasi adalah berasal dari kata dasar optimal yang berarti terbaik, tertinggi, paling menguntungkan, menjadikan paling baik, menjadikan paling tinggi, pengoptimalan proses, cara, perbuatan mengoptimalkan (menjadikan paling baik, paling tinggi, dan sebagainya) sehingga optimalisasi adalah suatu tindakan, proses, atau metodologi untuk membuat sesuatu (sebagai sebuah desain, sistem, atau keputusan) menjadi lebih/sepenuhnya sempurna, fungsional, atau lebih efektif. (KBBI, 1994: 800). Maka dalam arti yang luas yaitu bagaimana masjid, lembaga atau yayasan mengelola sesuatu dengan baik. Agar masjid dapat dioptimalkan perannya salah satunya dalam pendidikan anak, maka badan Ta’mir Masjid yang ada. harus dapat melaksana kan manajemen Masjid dengan baik, dimana para pengurus Badan Ta’mir Masjid, dapat mengorganisasikan dan memajemeni dengan efektif dan efisien.

Masjid memainkan peran yang sangat besar dalam penyebaran pendidikan dalam Islam. Keterhubungan masjid dengan pendidikan senantiasa menjadi salah satu karakteristik utama sepanjang sejarah. Sejak awal, masjid merupakan pusat  komunitas Islam, sebuah tempat untuk doa, meditasi, pengajaranagama, diskusi politik, dan sekolah. Dan di mana pun Islam berperan, masjid didirikan, dan sebagai basis dimulainya instruksi. Setelah dibangun, masjid ini bisa berkembang menjadi tempat popular pembelajaran yang seringkali dengan ratusan,terkadang ribuan siswa, dan memiliki perpustakaan penting (Zaemeche, 2002: 3). Masjid menjadi pusat komunitas dan naungan bagi segala bentuk program dan aktifitas sosial dan pendidikan masyarakat muslim (Tamuri, 2012: 1).

Untuk mengoptimalkan masjid ada rangkaian yang harus di lalui baik fungsi, peran, serta apa yang ada di dalamnya. Mengoptimalkan yaitu memanajemen organisasi yang ada di dalam lembaga tersebut dengan baik sehingga menghasilkan output yang baik pula. Masyarakat berperan aktif untuk menjadikan lembaga tersebut berperan sebagaimana fungsinya.

Optimalisasi peran masjid, secara tidak langsung akan mendukung gerakan pemerintah dalam pembangunan manusia seutuhnya, terutama anak-anak sebagai generasi penerus. Pembangunan keagamaan bukan sekedar pendirian atau rehabilitasi bangunan tetapi bagaimana agar rumah suci itu dapat membantu program-program pembangunan bagi umat Islam secara universal.

Konsep Pendidikan Anak

Era sekarang ini sangat tergantung dengan masalah pendidikan, karena jika pendidikan yang diperoleh baik maka otomatis masyarakat akan baik. Namun apabila pendidikan yang diperoleh jelek maka yang terjadi adalah kualitas masyarakat yang jelek. Maka yang terjadi saat ini pendidikan telah pudar dari arah yang sebenarnya, yaitu sebagai bahan untuk mencetak generasi yang baik dan berakhlak mulia.

Pendidikan memiliki peran yang besar dalam pembangunan suatu bangsa, antara lain dalam pembentukan wawasan kebangsaan, pertumbuhan ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK), penyiapan tenaga kerja, dan peningkatan etika dan moralitas (Sonhadji, 2018: 92-93). Sesuai dengan visi pendidikan dan kebudayaan tahun 2025 adalah untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif (insane Kamil/insan paripurna) (Sonhadji, 2017: 192).

Yang dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensip, yaitu cerdas Spritual, cerdas emosional, cerdas social, cerdas intelek- tual, dan cerdas kinestetis (Sonhadji, 2017: 192). Pendidikan adalah proses transmisi kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya, menekankan pada aspek mental dan rasionalitas, untuk persiapan kehidu- pan dimasa depan, agar tercapainya martabat yang mulia (Sonhadji, 2017: 194, 2018: 92)

Sedangkan anak/generasi penerus adalah aset yang sangat berharga di dalam masyarakat saat ini, di mana segala sesuatu yang ada tentu sangat tergantung terhadap generasi penerus, karena anak adalah tolak ukur yang akan menjadikan perubahan terhadap suatu komunitas yang terjadi di dalam pergolakan masyarakat ini. Maka

sangat wajar Rasulullah SAW. sangat menginginkan bagaimana seharusnya anak berperilaku. Dalam masalah ini maka pendidikanlah yang dapat membimbing dan mengarahkan generasi ke arah yang lebih baik.

Peran Masjid dalam Persfektif Makro dan Mikro

Dimasa Rasulullah SAW, selain dipergunakan untuk shalat, berdzikir dan beri’tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial (makro). Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut ilmu), merawat orang sakit, menyelesaikan hukum li’an (saling melaknat) dan lain sebagainya. Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Hampir dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim disitu ada Masjid.

Secara makro peran Masjid adalah sebagai sarana tempat berkumpul (musya- warah, diskusi, dauroh/seminar), menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat da’wah, kegiatan social, pembinaan ummat, pusat da’wah dan kebudayaan Islam, pusat kaderisasi ummat, sbagai pusat kebangkitan ummat dan lain sebagainya. Banyak Masjid didirikan umat Islam, baik Masjid umum, Masjid Sekolah, Masjid Kantor, Masjid Kampus maupun yang lainnya. Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat dalam berbagai asfek kehidupan, khususnya kebutuhan spiritual, guna mendekatkan diri kepada Pencipta-Nya. Tunduk dan patuh mengabdi kepada Allah SWT maupun kebutuhan material/lahiriyah laninya. Masjid menjadi tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup dan energi kehidupan umat. Dewasa ini banyak masjid yang sudah dikelola secara profesional. Masyarakat pun sudah merasakan langsung manfaatnya.

Pada masa sekarang Masjid semakin perlu untuk difungsikan, diperluas jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta ditangani dengan organisasi dan manajemen yang baik. Tegasnya, perlu tindakan mengaktualkan fungsi dan peran Masjid. Meskipun fungsi dan peran utamanya sebagai tempat menegakan shalat (mikro), namun Masjid bukanlah hanya tempat untuk melaksanakan shalat saja.

Sebenarnya, inti dari peran Masjid adalah menegakkan shalat berjama’ah, yang merupakan salah satu syi’ar Islam terbesar. Shalat berjama’ah merupakan indikator utama keberhasilan Masjid itu sendiri. Jadi keberhasilan dan kekurang peran dan fungsi Masjid dapat diukur dengan seberapa jauh antusias umat dalam

menegakkan shalat berjama’ah. Secara mikro peran Masjid dalam kehidupan umat Islam, sebagai tempat beribadah. Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, berzikir, beri’tikaf dan ibadah sunnat lainnya maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat dan beribadah baik khusus maupun umum sesuai dengan ajaran Islam.

Mengoptimalkan peran masjid dalam mendidik anak artinya memanajemen organisasi yang ada di dalam lembaga tersebut dengan baik sehingga menghasilkan output yang baik pula. Masyarakat berperan aktif untuk menjadikan masjid sebagai tempat pendidikan terutama pendidikan anak, agar peran dan fungsinya kembali seperti masa Rasulullah SAW. Optimalisasi peran masjid, secara tidak langsung akan mendukung gerakan pemerintah dalam pembangunan manusia seutuhnya, terutama anak-anak sebagai generasi penerus. Optimalisasi peran masjid bertujuan agar masjid dapat membantu program-program pembangunan bagi umat Islam secara universal.

Pendidikan memiliki peran yang besar dalam pembangunan suatu bangsa, antara lain dalam pembentukan wawasan kebangsaan, pertumbuhan ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK), penyiapan tenaga kerja, dan peningkatan etika dan moralitas (Sonhadji, 2018: 92-93). Sesuai dengan visi pendidikan dan kebudayaan tahun 2025 adalah untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif (insan Kamil/insan paripurna)

Secara makro peran Masjid adalah sebagai sarana tempat berkumpul (musya- warah, diskusi, dauroh/seminar), menuntut ilmu/pendidikan, bertukar pengalaman, kegiatan sosial, pembinaan ummat, pusat da’wah dan kebudayaan Islam, pusat kaderisasi ummat, pusat kebangkitan ummat dan lain sebagainya. Dewasa ini banyak masjid yang sudah dikelola secara profesional. Masyarakat pun sudah merasakan langsung manfaatnya.

Secara mikro peran Masjid dalam kehidupan umat Islam adalah sebagai tempat beribadah. Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, berzikir, beri’tikaf dan ibadah sunnat lainnya maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat dan beribadah baik khusus maupun umum sesuai dengan ajaran Islam.

Komentar Anda