Negara yang Berdaulat dan Berdikari Energi Itu Namanya Indonesia

Oleh : Lalu Aziz Al Azhari (Mahasiswa Institut Pertanian Bogor)

Dunia hari ini dihadapi dengan berbagai tantangan dan permasalahan seperti krisis pangan dan krisis energi.Selain itu, perubahan iklim terus mengintai umat manusia yang disebabkan oleh pelbagai faktor salah satunya adalah penggunaan sumber energi yang tidak ramah lingkungan seperti batu bara. Salah satu penelitian melaporkan penggunaan energi primer pada skala global seperti batu bara mencapai 84,7%.

Batu bara memiliki peran vital dalam aktivitas umat manusia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, pembangunan, dan kemajuan pada sektor ekonomi serta merupakan instrumen keamanan negara. Sementara itu, konsumsi bahan bakar fosil terus meningkat hingga menyentuh angka 70% dalam dua dekade mendatang, artinya perlu dilakukan kajian untuk mengganti sumber energi tersebut yang ketersediaannya  terus menurun, serta menggantinya dengan energi yang lebih ramah terhadap lingkungan

Sementara itu di Indonesia sendiri, menurut laporan Kementerian ESDM, pada tahun 2022 penggunaan sumber energi fosil mencapai 67,21% dan hanya 2,73% menggunakan energi baru terbarukan (EBT), masih jauh dari ekspektasi dalam rangka mitigasi iklim untuk mereduksi emisi gas rumah kaca (GRK) yang ditargetkan mencapai 31.89% pada tahun 2030, skenario reduksi ini dengan asumsi usaha Indonesia sendiri. Tetapi, jika mengimplikasikan bantuan dari luar negeri, tujuan pengurangan emisinya meningkat menjadi 43,2%. Tentu dibutuhkan langkah dan solusi yang lebih konkret serta pelaksanaan yang berintegritas untuk mencapai cita-cita tersebut.

Sumber Energi Terbarukan di Indonesia

Sementara itu, dengan potensi hutan dan lahan pertanian di Indonesia yang mencapai 48.96% kawasan hutan dan 31.77% kawasan pertanian, seharusnya Indonesia mampu menjadi negara yang adidaya dalam hal memanfaatkan EBT sebagai diversifikasi energi. Karena menurut penulis, negara adidaya adalah negara yang memiliki kedaulatan terhadap energi dan pangan serta berdikari itu adalah Indonesia, jika dilihat dari potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang dimilikinya seperti limbah, biomassa, surya, bayu dan panas bumi. Bukan tidak mungkin kedaulatan energi itu dapat tercapai. Sekarang, tinggal bagaimana pemerintah serta masyarakatnya bisa memanfaatkan peluang tersebut dengan baik.

Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, kita memiliki peluang besar untuk memanfaatkannya. Namun, di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, sumber daya ini dapat menjadi bencana dan ancaman.

Bencana lingkungan dan kesehatan dapat timbul akibat pengelolaan yang tidak tepat. Contohnya, penebangan pohon secara liar (illegal logging) yang terjadi secara besar-besaran. Jika pemerintah dan masyarakat tidak mengelola hutan dengan bijaksana, dampaknya bisa merugikan banyak pihak. Buku “Multi Usaha Kehutanan” karya Guru Besar IPB University, Dodik Ridho Nurachmat, menggambarkan kompleksitas tantangan dan peluang dalam mengelola sumber daya alam. Oleh karena itu, kerjasama antara semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan, sangat penting untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam kita.

Baca Juga :  Ibu Hamil Tenang, Janin Senang : Kelola Stres Pada Ibu Hamil

Potensi Energi Terbarukan dan Peluang

Pemanfaatan limbah hutan dan pertanian untuk menghasilkan energi diperkirakan dapat mempercepat penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 15% pada tahun 2030, asalkan limbah pertanian dan kehutanan digunakan sebagai pengganti konsumsi energi nasional sebesar 17%. Selain dari limbah pertanian dan kehutanan, terdapat potensi energi biomassa lain yang seharusnya dapat dikembangkan di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mendukung agenda kedaulatan energi dan penguasaan pasar internasional dalam pemanfaatan eneri padat

Selain itu, lebih dari 30 spesies pohon di Indonesia dapat digunakan sebagai bahan bakar padat. Jenis-jenis tanaman yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat (growth faster) juga perlu dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang dapat mengganti batu bara yang setiap tahun kuantitasnya terus menurun.

Pada tahun 2017, laporan dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa sumber energi biomassa hanya memasok 9% dari total kebutuhan energi. Sementara itu, permintaan biomassa di negara-negara maju terus meningkat hingga 17 juta ton per tahun, dan proyeksi ke depan menunjukkan tren positif yang berlanjut hingga 10 tahun ke depan. Namun, di Asia, pasar biomassa masih didominasi oleh Vietnam yang menyumbang hingga 25% untuk pasar global, sedangkan Indonesia hanya berkontribusi 2%. Padahal, Indonesia memiliki luas lahan pertanian dan hutan yang jauh lebih besar daripada Vietnam. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah strategis dan memanfaatkan potensi biomassa sebagai bagian dari solusi energi berkelanjutan

Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021, kita memasuki babak baru dalam pemanfaatan hutan berbasis risiko. Salah satu aspek yang diatur adalah penggunaan hutan sebagai sumber energi dan mineral. Namun, perlu diingat bahwa pelaksanaan agenda ini harus dilakukan dengan hati-hati dan profesionalisme yang tinggi. Penggunaan biomassa sebagai sumber energi utama memiliki potensi besar untuk menguntungkan ekonomi Indonesia. Namun, dampaknya tidak hanya terasa secara langsung. Penggunaan biomassa juga berperan dalam mitigasi perubahan iklim, yang merupakan tantangan global yang harus kita hadapi bersama. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa pembinaan dan pengawasan dilakukan dengan integritas dan kebijaksanaan. Dengan langkah yang bijaksana, kita dapat menjadikan hutan dan biomassa sebagai aset berharga bagi masa depan bangsa.

Baca Juga :  Kunjungan Jokowi di NTB Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Pemanfaatan Biomassa di Indonesia

Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Saat ini, masyarakat pedesaan masih menggunakan metode konvensional dengan membakar biomassa secara langsung di alam terbuka. Meskipun demikian, langkah awal yang diambil oleh Kementerian ESDM untuk mencampurkan biomassa hingga 5% dengan batu bara hingga tahun 2024 merupakan tindakan konkret. Meski kapasitasnya masih terbatas, perlu dilakukan peningkatan baik dalam produksi biomassa maupun penggunaannya sebagai bahan campuran dalam proses pembakaran di PLTU (Co-firing).

Untuk memanfaatkan sumber energi biomassa secara efisien, kita perlu beralih dari pengelolaan tradisional ke pengelolaan yang berkelanjutan. Langkah pertama adalah memahami proses pengelolaan, yang melibatkan pemanenan dan penyimpanan biomassa. Pertama kebijakan dan Kelembagaan: Perlu ada kerangka kebijakan yang mendukung pengelolaan biomassa secara berkelanjutan. Institusi terkait juga harus berperan aktif. Kedua tujuan dan target: Kita harus memiliki visi jangka panjang dan target yang jelas terkait penggunaan biomassa. Ketiga pendanaan: Investasi dalam riset, infrastruktur, dan pelatihan sangat penting. Keempat kemitraan: kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta akan memperkuat implementasi. Kelima, pemangku kepentingan: Melibatkan masyarakat, petani, dan pelaku industri dalam proses pengelolaan. Keenam penelitian dan pengembangan: Inovasi teknologi dan pengetahuan harus terus diperbarui. Kemudian yang terakhir merupakan kesadaran masyarakat dan pelatihan: edukasi dan pelatihan akan memperkuat kesadaran akan pentingnya biomassa sebagai sumber energi berkelanjutan.

Selain itu, diperlukan langkah-langkah konkret untuk mengindustrialisasi sektor hilir biomassa. Salah satunya adalah dengan mendirikan pabrik-pabrik biomassa yang strategis, berlokasi dekat dengan pembangkit listrik. Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran penting. Dengan pelatihan yang memadai, mereka dapat memproduksi biomassa dalam skala Industri Kecil Menengah (IKM) yang berdekatan dengan pabrik produksi biomassa. Hasil produksi ini kemudian dapat disalurkan ke pabrik-pabrik biomassa terdekat.

Memang, tantangan ini tidak mudah. Namun, dengan tekad dan kerjasama dari berbagai elemen seperti pemerintah, masyarakat, lembaga non-pemerintah, dan kerjasama internasional, kita dapat mencapai tujuan bersama. Kemudian, dengan pendekatan yang holistik, kita dapat mengoptimalkan potensi biomassa untuk masa depan energi yang lebih baik.(*)

Komentar Anda