SELONG – Sejumlah nelayan Tanjung Luar Lombok Timur (Lotim) jengkel dengan ulah oknum Polisi Perairan (Polair ).
Para nelayan sering kali diperlakukan semena-mena olah oknum Polair. Meski dokumen berlayarnya lengkap, namun tanpa alasan yang jelas mereka dicegat kemudian dokumennya itu tahan. Ujung-ujungnya, para nelayanpun diperas dengan nilai jutaan rupiah jika ingin dokumen yang ditahan kembali lagi.
Prilaku tidak terpuji oknum Polair dibeberkan para nelayan saat menerima kunjungan kerja (Kunker) Komisi III DPRD Lombok Timur (Lotim) Sabtu lalu (4/2). Di kesempatan itu, satu persatu nelayan Tanjung Luar menceritkan sejumlah kasus pemerasan yang dilakukan oknum Poalir ketika mereka mencari ikan di laut.
[postingan number=3 tag=”pungli”]
‘’ Ini bukan sekali tapi sudah berulang kali. Pelakunya sama juga,” kata H Abdul Hakim nelayan Tanjung Luar.
Kasus pemalakan yang dilakukan oknum Polair dialaminya terakhir pada 26 Januari 2017 lalu . Ketika itu dia akan masuk ke teluk Saleh Sumbawa untuk mencari ikan. Tak lama kemudian datang dua petugas Polair meminta sejumlah dokumen. Ia pun langsung menunjukkan dokumen yang dimiliknya baik itu dokumen Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dikelurkan Dinas Kelautan dan Perikanan Lotim, surat persetujuan berlayar yang dikeluarkan Dishubkominfo dan Syahbandar, surat laik operasi dan sejumlah dokumen lainnya. Namun itu semua tak dihiraukan oknum Polair tersebut.
‘’ Akhirnya dokumen itu ditahan. Katanya tidak boleh menangkap ikan di teluk Saleh, karena izinya tertera di dokumen itu. Padahal di dokumen itu sudah jelas batas wilayah untuk menangkap. Batasnya mulai dari periaran Samudera Hindia, Perairan Nusa Tenggara Timur. Ini kan lebih luas,” herannya.
Meski berulang kali diberikan penjelasan, namun dua oknum Polair itu tetap tidak peduli. Setelah dokumen itu ditahan, tak lama kemudian oknum tersebut meminta uang tebusan sebesar Rp 35 juta. Namun permintaan itu ditolaknya. ‘’ Dari Rp 35 juta, turun dan saya diminta lagi Rp 4 juta sama solar tiga geriken. Tapi saya tetap tidak mau,” sebut dia.
Dua oknum Polair ini terus mendesak untuk diberikan uang. Karena tak ingin terus dipersulit, dengan terpaksa ia memberikan Rp. 3,5 juta. ‘’ Langsung saya telpon anak saya. Kemudian saya suruh dia ngambil uang di ATM. Satu oknum Polair tahan saya, sementara satu lagi ikuti anak saya ke ATM. Setelah saya kasih uang baru dokumen kapal saya dikembalikan lagi,” tutur Hakim.
Hal sama juga dilontarkan Musyairi yang juga nelayan Tanjung Luar. Dia juga salah satu dari sekian nelayan yang menjadi korban pemalakan oknum Poalir.Padahal ketika akan berangkat berlayar, semua kelengkapan dokumen tetap mereka bawa. Dan itu pun selalu ditunjukkan ke pihak Polair ketika mereka digecat di tengah laut.
‘’ Kalau secara prosedur kita sudah lengkap surat-surat kita miliki. Termasuk surat izin berlayar. Kita sebagai nelayan lebih peduli dengan aturan. Semuanya kita mengerti,” terang dia.
Mereka pun berharap ada upaya dan tindak lanjut dari pihak terkait menyikapi persoalan yang mereka hadapi di tengah laut. Para nelayan katanya sama sekali tidak takut dengan ombak ataupun cuaca buruk yang menerjang mereka. Namun yang ditakutkan, tak lain ulah oknum Polair yang semena –mena. ‘’ Di daerah kita sendiri masih dipersulit. Harusnya kita dikasih tahu apa yang kurang dan diberikan pembinaan. Saya terakhir dokumen saya ditahan di teluk Nare,” sebut dia.
Sementara itu Daeng M Ikhsan mengaku dirinya sudah sering kali menerima laporan adanya pemesaran yang dilakukan oleh oknum Polair.‘’ Kadang ada juga nelayan ketika melaut suratnya masih hidup. Namun mati ketika masih di laut. Ini juga kadang diperas,” beber politisi Hanura itu.
Kalau para nelayan terus diperlakukan seperti ini, maka jelas akan semakin menambah beban hidup nelayan. Selain mereka punya tanggung jawab untuk menapkahi keluarganya, mereka juga semakian di persulit oleh prilaku para oknum Polair tersebut. ‘’ Jangankan suratnya kurang, lengkap suratnya pun diperas. Sekarang bagaiman kita menyikapi persoalan ini,” tutup Daeng.
Sementara itu, Ketua SPN NTB Sarwin menambahkan, persoalan yang dialami oleh para nelayan karena ulah oknum Polair disebabkan karena ada regulasi yang salah. Sebab jika berbicara masalah batas wilayah tangkap ikan, semuanya sudah dijelaskan di dokumen yang dimiliki para nelayan. ‘’ Batasnya sangat luas sampai Samudera Hindia. Tapi kenapa ada oknum-oknum yang meminta uang. Harusnya nelayan ini diarahkan, ini kan tidak sesuai dengan aturan pemerintah pusat,” kata Sarwin.
Dirinya menginginkan taraf hidup para nelayan bisa lebih maju dan sejahtra. Jangan sampai mereka dibodoh-bodohi oleh oknum yang hanya ingin mencari untuk sendiri.
[postingan number=3 tag=”nelayan”]
Menangapi itu, Ketua Komisi III DPRD Lotim Raden Hardian Soedjono mengaku , pihaknya segera akan menindaklanjuti pengaduan nelayan terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oknum Polair. Mereka pun akan mendorong komisi terkait untuk menggelar hearing dan mengundang sejumlah pihak terkait untuk diklarifikasi baik itu dari pihak kepolisian, pemerintah, nelayan dan lainnya. ‘’ Nanti semuanya akan jelas di hearing itu. Siapa yang akan bertanggung jawab . Apa yang disampaikan semuanya kita catat,” tutup Rahardian.
Anggota Komisi III lainya Mustayib mengatakan, jika dugaan pemerasan ini benar adanya, maka perbuatan oknum Polair itu jelas masuk dalam kategori pungutan liar (pungli). Karenanya, jika identitas oknum tersebut diketahui sebaiknya segera dilaporkan ke pihak Tim Saber Pungli. ‘’ Ini sangat menyakitkan nelayan kita. Kalau terus dibiarkan akan seperti ini terus. Dilaporkan saja ke Tim Saber Pungli nanti kita kawal,” saran Mustayib. (lie)