Nama Baru Bandara Tuai Pro dan Kontra

Bupati Loteng Anggap Ini Pelecehan

Nama Baru Bandara LIA
BACAPRES: Bakal calon Presiden (Bacapres) RI yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, H. Prabowo Subianto mengunjungi para korban gempa di pengungsian Desa Guntur Macan dan Dopang, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, Rabu (5/8) kemarin. (FAHMY/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Perubahan nama Bandara Internasional Lombok (BIL) menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAM) menuai polemik di masyarakat. Perubahan nama ini tertuang dalam keputusan Kementerian Perhubungan RI. Banyak pihak mendukung, namun ada juga yang menolak. Di kalangan DPRD NTB, suara penolakan muncul. Pemkab Lombok Tengah juga berusara.” Pemerintah harus pertimbangkan kembali. Jangan ubah dulu, jangan sampai kita rugi,” ungkap pimpinan DPRD NTB Lalu Wirajaya kepada Radar Lombok, Kamis (6/9). 

Terkait dengan adanya nama lembaga DPRD Provinsi NTB yang disebut setuju perubahan nama, Wirajaya memberikan klarifikasi. DPRD tidak pernah mengeluarkan surat keputusan menyetujui perubahan nama bandara. Ini berawal dari usulan pergantian nama BIL oleh Fraksi PPP melalui Nurdin Ranggabarani. Tahun lalu, nama BIL diusulkan diganti menjadi yang ada saat ini. Bersamaan dengan itu ada juga usulan perubahan nama Pelabuhan Lembar menjadi Pelabuhan Laksamana Madya HL. Manambai Abdulkadir. Pimpinan DPRD menerima usulan tersebut dan menandatangani surat dukungan yang kemudian diteruskan ke Gubernur NTB.”Saya tegaskan itu surat dukungan, bukan surat keputusan DPRD,” terang politisi Gerindra ini. 

Baca Juga :  Mesti Bangga dengan Nama Baru Bandara

Pada dasarnya tambahnya, tidak ada masalah atas pergantian nama tersebut. Namun karena adanya penolakan dari masyarakat dan Pemkab Loteng, maka ini harus diselesaikan dengan baik.”Saya pribadi sarankan duduk bersama, hitung manfaat dan mudaratnya. Pemerintah pertimbangkan dulu terkait polemik yang ada,” katanya. 

Wirajaya tidak ingin ada konflik. Komunikasi yang baik seharusnya diutamakan. Semua pihak selayaknya menghindari masalah yang timbul. Apalagi saat ini NTB masih berduka akibat bencana gempa. Untuk bisa bangkit dari keterpurukan pascabencana, dibutuhkan persatuan dan kesatuan. Seluruh elemen harus bergandengan tangan memikirkan nasib daerah dan masyarakat kedepan. “Jangan berkonflik. Jangan hanya karena perubahan nama lalu kita perang di bawah,” harapnya. 

Baca Juga :  Suhaili Usulkan Bandara LIA jadi MIA

Penolakan dari masyarakat Loteng tidak bisa dianggap remeh. Mengingat bandara tersebut lokasinya berada di Lombok Tengah. “Ini lokasi di Loteng, harus diselesaikan dengan baik. Situasi pariwisata kita terpuruk akibat gempa, jangan ditambah lagi. Duduk bersama itu penting. Jangan diubah dulu namanya agar tidak menjadi masalah,” tutup Wirajaya. 

Anggota DPRD dari Partai Keadilan Sosial (PKS), Yeq Agil juga mendukung sikap Pemkab dan masyarakat Lombok Tengah. Mengingat, aspirasi tersebut disuarakan langsung dari wilayah yang menjadi lokasi bandara. 

Menurutnya, masyarakat tidak bisa diminta legowo atau menerima perubahan nama bandara begitu saja meski telah ada keputusan Menteri Perhubungan nomor 1421. “ Tidak bisa kita minta orang legowo, karena ini masalah perasaan dan sikap yang setiap orang berbeda-beda,” ungkapnya.

Komentar Anda
1
2
3