Membela Diri Hingga Dua Begal Terbunuh, Amaq Sinta Tidak Dapat Dipidana

Muhanan (Istimewa)

PRAYA — Penetapan tersangka terhadap  Murtade alias Amaq Sinta warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah setelah membunuh dua pelaku begal Oky Wira Pratama dan Pendi warga Desa Beleka, Kecamatan Praya Timur di Jalan Dusun Bebile, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Minggu (10/4/2022) menuai sorotan.

 Kedua begal ini meregang nyawa setelah bertarung dengan  Amaq Sinta. Saat itu, Oky Wira Pratama dan Pendi bersama dua rekannya yakni Wahid, 32 tahun dan H 17 tahun sedang membegal korban. Atas perbuatannya menghabisi nyawa dua begal ini, kini Amaq Sinta sudah diamankan di Polres Lombok Tengah, dan ditetapkan sebagai tersangka atas sangkaan Pasal 338 jo Pasal 351 ayat (3) KUHP, karena menghilangkan nyawa orang lain dengan ancaman hukuman penjara selama- lamanya 15 tahun dan atau hukuman penjara selama- lamanya tujuh tahun.

Sementara empat orang begal yakni Wahid, H, Oky Wira Pratama (meninggal) dan Pendi (meninggal) yang semuanya merupakan warga Desa Beleka, Kecamatan Praya Timur juga kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 365 KUH Pidana Sub Pasal 35 KUH Pidana dengan ancaman hukuman penjara selama- lamanya 12 tahun penjara dikurangi 1/3 ancaman hukuman sehingga menjadi 8 tahun.

Ketua Lembaga Bantuan hukum (LBH) Samudra Pasai, Muhanan menyatakan, seharusnya penyidik tidak menjerat Murtade alias Amaq Sinta dengan pasal 338 juncto pasal 351 ayat 3 KUHP, karena menghilangkan nyawa orang lain dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun dan atau hukuman penjara selama- lamanya tujuh tahun. Mengingat dalam kasus tersebut, Amaq Sinta hanya melakukan pembelaan diri sendiri. “Noodweer exces atau pembelaan diri yang melampaui batas juga merupakan alasan terhadap seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana tidak dapat dijatuhi pidana. Sebagaimana diatur di dalam pasal 49 ayat 2 KUHP, yang intinya pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat, karena serangan atau ancaman serangan itu tidak dipidana,” ungkap Muhanan.

Baca Juga :  REFLEKSI HUT NTB KE-63 DALAM CATATAN DPRD PROVINSI NTB

 Praktisi hukum yang akrab disapa Arnand Gibest tersebut berpendapat, dalam kronologis kejadian yang menewaskan dua begal tersebut sudah jelas bahwa begal yang menebas Amaq Sinta lalu dibalas korban sehingga menyebabkan dua dari empat begal tersebut tewas.  “Seharusnya penyidik mengenakan pasal 49 ayat 1 dan 2 yakni barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum,” terangnya.

Ia menegaskan, bilamana perbuatan seseorang yang memenuhi semua unsur tindak pidana tetapi ia tidak dapat dijatuhi, karena noodweer exces sebagaimana dirumuskan di dalam pasal 49 ayat 2 KUHP harus memenuhi tiga syarat. Seperti pembelaan terpaksa yang melampaui batas, pembelaan itu yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat dan pembelaan itu karena terdapat serangan atau ancaman serangan. “Tiga unsur tersebut sudah memenuhi bagi Amaq Sinta, dan tidak ada alasan untuk dipidana. Makanya kami bersama praktisi hukum lainnya sedang melakukan konsolidasi untuk memberikan pendampingan kepada Amaq Sinta. Karena dia melakukan pembelaan dan bahkan dia yang awalnya ditebas,” tambahnya.

Baca Juga :  Banyak PR Menanti Pj Gubernur

Disampaikan, terdapat tiga asas yang berlaku dalam pembelaan terpaksa, yaitu asas subsidiaritas yakni jika ada hal yang dapat dilakukan selain melawan hukum, maka hal itu harus dilakukan terlebih dahulu. Di sini, melakukan suatu tindakan membela diri adalah sebagai langkah yang terakhir untuk dilakukan. “Ada juga asas proporsionalitas asas ini mengandung makna bahwa tindakan yang dilakukan tidak boleh berlebihan. Maksudnya adanya keseimbangan antara maksud yang ingin disampaikan dengan tindakan yang dilakukan,” terangnya.

Lalu, asas culpa in causa atau seseorang harus tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena apa yang dilakukannya hasil dari perbuatannya sendiri, maka tidak dapat termasuk kedalam pembelaan terpaksa.  Pembelaan diri dapat dilakukan dan sah menurut  hukum sesuai pasal 49 ayat 1 KUHP yakni harus ada serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum. Harus ada jalan lain untuk menghalaukan serangan atau ancaman serangan pada saat itu dan perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan ancaman serangan. “Apabila dalam hal terjadi pembelaan diri yang melampaui batas harus dapat dibuktikan bahwa pembelaan yang dilakukan dalam kondisi keguncangan jiwa yang hebat. Dalam kasus Amaq Sinta tentu ada guncangan hebat dicegat dan ditebas begal. Dalam hukum pidana yang dicari yaitu kebenaran materil atau kebenaran yang sesungguhnya,” terang Muhanan. (met)

Komentar Anda