Mantan Kadis ESDM NTB Cabut BAP dan Bantah Terima Upeti dari PT AMG

BERSAKSI: Direktur Pembelian pada PT INTP, Wasto Bagio duduk di kursi persidangan untuk memberikan kesaksian, dalam kasus korupsi tambang pasir besi, Kamis (19/10). (ROSYID RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pasir besi hasil galian PT Anugerah Mitra Graha (AMG) di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Tmur (Lotim), ternyata digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen dengan merek Tiga Roda.

Hal itu terungkap dari kesaksian Wasto Bagio, Direktur Pembelian PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP), saat dihadirkan sebagai saksi kasus korupsi tambang pasir besi dengan terdakwa Po Suwandi, selaku Dirut PT AMG, dan Rinus Adam Wakum selaku Kacab PT AMG.

“Beli (pasir besi) dari PT Berkah Putra Mandiri (BPM). Pasir besi itu salah satu bahan baku pembuatan semen,” kata Wasto di persidangan yang digelar di ruang sidang Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Mataram, Kamis (19/10).

PT BPM adalah perusahaan yang menjual pasir besi hasil produksi dari PT AMG. Pembelian pasir besi hasil produksi PT AMG itu dilakukan tahun 2018-2019. “Kalau tahun 2021-2022 tidak ada,” sebutnya.

Tahun 2018-2019 itu, total tonase pasir besi yang dibeli INTP mencapai 19.994 ton, dengan harga Rp 18 miliar. “Ada 10 kali pembelian. Empat kali di tolak, dan enam kali diterima. Jadi  total tonase 19.994 ton hasil pembelian enam kali,” ujarnya.

Alasan membeli pasir besi hasil produksi PT AMG, dikarenakan hasil produksi PT BPM yang ada di Cilacap sudah kurang produksi. “Biasanya beli dari Cilacap, tetapi karena katanya sudah kurang produksi, mereka usulkan yang di Lombok,” katanya.

Mengenai PT INTP yang menolak pembelian hasil produksi PT AMG dari PT BPM sebanyak empat kali itu, dikarenakan tidak sesuai standar produksi. Apa yang menyebabkan pasir besi olahan PT AMG tidak sesuai standar produksi, tidak diketahui pasti. “Kalau soal itu, saya kurang tahu pasti,” imbuhnya.

Diungkapkan, perusahaan tempatnya bekerja sejak tahun 1991 itu membeli material tambang PT AMG dari PT BPM dengan harga Rp 480 ribu per ton. “Itu termasuk ongkos angkut, dan itu harga terima ditempat,” katanya.

Meskipun membeli pasir besi olahan PT AMG dari PT BPM, dirinya mengaku tidak pernah datang langsung ke lokasi penambangan PT AMG. “Tidak pernah datang ke Lombok. Saya tahunya PT AMG melakukan penambangan di wilayah Lombok,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kasus Perusakan SDN Model Dilaporkan,Disdik Minta Diselesaikan Secara Damai

Sementara saksi lainnya, mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB periode 2021-2023, Zainal Abidin, mencabut keterangan berita acara pemeriksaan (BAP)-nya sewaktu di penyidikan. “Saya cabut keterangan saya di BAP,” kata Zainal ke jaksa penuntut, ketika ditanyakan apakah tetap pada keterangan sesuai di BAP atau tidak.

Zainal Abidin mencabut keterangan BAP-nya saat dihadirkan jaksa penuntut sebagai saksi untuk terdakwa Po Suwandi, selaku Dirut PT Anugerah Mitra Graha (AMG), dan Kacab PT AMG Rinus Adam Wakum.

Keterangan BAP yang dicabut mengenai dirinya yang pernah menandatangani surat keterangan tertanggal 27 April 2022, terkait dengan rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB) yang diusulkan PT AMG sedang dalam proses evaluasi. “Tidak pernah sama sekali (bertandatangan), karena semua surat yang saya tanda tangani itu pasti terdaftar ke arsip,” sebutnya.

Jaksa penuntut umum pun memperlihatkan bukti surat keterangan yang ditandatangani Zainal Abidin di hadapan majelis hakim. Surat yang ditunjukkan itu menerangkan bahwa pemilik IUP mineral logam dengan SK 2821/503/PPT:/ atas nama PT AMG sedang dalam proses evaluasi dokumen RKAB berdasarkan dari keputusan Menteri ESDM RI, nomor 1806/K/30/MIM/2018 tentang pedoman penyusunan evaluasi persetujuan RKAB, serta laporan pada kegiatan usaha pertambangan minerba.

Usai melihat surat itu, Zainal Abidin kembali membantah pernah menandatangani surat itu. “Tidak pernah sama sekali” bantahnya.

Dalam BAP saksi pada poin tiga, pemeriksaan tanggal 6 Maret 2023 yang dibacakan jaksa penuntut, saksi mengaku mengenal surat keterangan tersebut. Bahkan nama dan tanda tangan yang ada dalam surat keterangan itu juga diakui miliknya. “Pada saat diperiksa itu, saya tidak ngerti masalah BAP. Jadi saya jawab apa adanya. Tentu di pemeriksaan kedua juga saya jawab seperti itu,” jawabnya.

Zainal Abidin yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut, mengaku tidak mendapatkan paksaan ataupun tekanan dari penyidik saat menjalani pemeriksaan. “Tidak, saya hanya secara psikologis tertekan,” kata Zainal.

Baca Juga :  Beras Mahal, Puluhan Warga Geruduk Kantor Gubernur

Dia pun menerangkan usai menjalani pemeriksaan penyidik pada 6 Maret 2023, dirinya mengecek pada arsip kantor. Surat dengan kop Dinas ESDM NTB itu dipastikan tidak tercatat pada bagian arsip. “Biasanya, surat yang saya tanda tangani itu rangkap tiga. (Namun) surat ini tidak ada salinannya di kantor, saya sudah cek,” ujarnya.

Begitu juga dengan mendalami kepastian melalui klarifikasi kepada jajarannya, termasuk Desna yang sebelumnya pernah memberikan kesaksian tentang alur penerbitan surat tersebut ke hadapan majelis hakim. “Desna, Kasi Produksi Muhtar, Kabid Minerba Trisman, semua sudah yang konfirmasi, mereka bilang tidak ada,” ucap dia.

Tidak hanya mengubah keterangan persoalan penandatangan surat, namun Zainal yang memberikan kesaksian di bawah sumpah, juga membantah menerima upeti dari terdakwa Rinus Adam, usai menerbitkan surat keterangan rekomendasi tersebut. “Tidak pernah Bu, karena meja itu ada tiga. Meja tamu, meja kerja, dan meja rapat. Tidak pernah sama sekali (menerima uang),” katanya.

Selain itu, Zainal juga membantah memerintahkan Trisman, selaku Kepala Bidang (Kabid) Mineral dan Batu Bara (Minerba) pada ESDM menghubungi terdakwa Rinus Adam, untuk mendukung gelaran MXGP Sumbawa 2022. “Tidak pernah sama sekali,” ujarnya.

Sementara dalam dakwaan, terdakwa Rinus memberikan memberikan uang Rp 35 juta dari total permintaan sebesar Rp 50 juta. Dari uang Rp 35 juta, Rp 32 juta digunakan untuk membeli tiket MXGP. yang dibagikan ke keluarga Zainal Abidin. “Tidak ada itu yang mulia,” katanya.

Diketahui, pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.

Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36 miliar. (sid)

Komentar Anda