Mantan Direktur RSUD Sumbawa Tetap Dihukum 7 Tahun

PUTUSAN: Mantan Direktur RSUD Sumbawa, Dede Hasan Basri saat hendak meninggalkan ruang sidang Pengadilan Tipikor Mataram usai mendengarkan putusan. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM-Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Mataram menguatkan putusan pidana penjara 7 tahun dan pembayaran uang pengganti Rp 1,4 miliar terhadap mantan Direktur RSUD Sumbawa dr Dede Hasan Basri pada kasus suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa di rumah sakit setempat tahun 2022.

“Menguatkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram yang dimintakan banding,” kata I Wayan Wirjana selaku ketua hakim yang menyidangkan perkara itu, Kamis (7/3).

Putusan pengadilan tingkat pertama yang dikuatkan itu nomor 22/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr, tertanggal 10 Januari 2024. Dalam amar putusan hakim, menerima permintaan banding dari terdakwa dan jaksa penuntut. “Mengadili, menerima permintaan banding dari terdakwa dr Dede Hasan Basri dan jasa penuntut,” ujarnya.

Dengan menyatakan demikian, hakim menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. “Menetapkan masa penahanan dan penangkapan yang telah dijalani terdakwa dikurangi dari pidana yang dijatuhkan,” sebutnya.

Sebelumnya, hakim tingkat pertama yang diketuai Jarot Widiyatmono menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 7 tahun dan pidana denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan badan.

Baca Juga :  Putusan Pengembalian Rp 29,1 Miliar Kerugian Negara Dipersoalkan

Majelis hakim turut membebankan terdakwa pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 1,47 miliar subsider pidana kurungan selama 2 tahun.

Jarot menjatuhi hukuman demikian dengan menyatakan perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 12 huruf e junto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa, hakim tingkat banding sependapat dengan putusan majelis hakim tingkat pertama. Dan tidak sependapat dengan penasihat hukum terdakwa yang meminta agar terdakwa tidak dibebankan membayar uang pengganti.

Penasihat hukum terdakwa berpendapat, tidak ada kerugian negara yang timbul dalam kasus suap dan gratifikasi tersebut. Karena uang tersebut bersumber dari rekanan. Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan akibat perbuatan yang sengaja dilakukan oleh terdakwa dengan meminta uang kepada rekanan dapat menurunkan kualitas barang yang diadakan. “Karena perbuatannya yang secara sengaja meminta uang rekanan pengadaan sehingga putusan tingkat pertama yang membebankan uang pengganti sudah tepat,” ucapnya.

Baca Juga :  Kasus Pungli Pasar ACC, Mantan Bendahara Disdag Mengaku Tanda Tangannya Dipalsukan

Sebagai informasi, penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa menetapkan Dede sebagai tersangka suap dan gratifikasi dengan menemukan sejumlah alat bukti. Salah satunya ialah dugaan tersangka menerima suap dari sejumlah rekanan sebesar Rp 1,4 miliar, berdasarkan hasil hitung mandiri Kejari Sumbawa.

Berdasarkan informasi, pengadaan barang dan jasa di RSUD Sumbawa menggunakan mekanisme penunjukan langsung. Proyek itu di antaranya pengadaan alkes DRX Ascend System dengan nilai Rp1,49 miliar dan Mobile DR senilai Rp1,04 miliar.

Hal ini berbenturan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 16/2015 tentang PBJ pada RSUD Sumbawa dan Perpres Nomor 16/2018 tentang PBJ Pemerintah. (sid)

Komentar Anda