Kuras DD, Kades Puyeng Pikirkan Dana Covid-19

RAPAT: DPMD bersama para kades saat rapat evaluasi penanganan Covid-19, Senin (9/8). (M HAERUDDIN/RADAR LOMBOK)

PRAYA – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lombok Tengah menggelar rapat evaluasi penanganan Covid-19 bersama para kepala desa.
Dalam rapat evaluasi itu, timbul keluhan dari para kades terkait kebutuhan atau dana yang masih kurang dalam mengatasi persoalan Covid-19 di masing-masing desa. Selain untuk membeli kebutuhan alat penerepan protokol kesehatan (prokes) tapi juga soal adanya isolasi terpadu. Maka tentu pemdes juga memiliki kewajiban untuk memberikan masyarakat yang isolasi seperti bantuan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Dampaknya, dana yang delapan persen dari dana desa dianggap masih kurang.

Kepala DPMD Lombok Tengah, Jalaludin menyatakan, rapat evaluasi penanganan Covid-19 dilakukan bersama seluruh kades. Tapi rapat ini dilakukan selama dua hari mengingat ada 127 desa di daerah tersebut. Untuk menerapkan prokes, maka peserta dalam rapat evaluasi ini dibagi menjadi dua bagian. “Kita melakukan evaluasi Covid-19, termasuk penanganan di desa. Perlu adanya langkah- langkah sosialisasi, dinamisasi dan edukasi kepada masyarakat. Karena gerakan Covid-19 ini sangat mengkhawatirkan,” ungkap Jalaludin,

Baca Juga :  Loteng Pamer Prestasi Malam Tahun Baru

Jalaludin menambahkan, pembahasan termasuk penanganan anggaran delapan persen untuk pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro, agar dana yang ada dimaksimalkan untuk penanganan Covid-19. Termasuk untuk isolasi mandiri bagi masyarakat yang terpapar Covid-19 dan masuk kategori orang tanpa gejala (OTG) atau gejala ringan. “Memang tidak cukup dengan anggaran yang delapan persen, karena banyak kegiatan- kegiatan yang sudah jalan dari Februari-Juli terpakai dana Covid-19 diarahkan untuk kegiatan preventif. Termasuk ada yang menggunakan membeli ambulans, tapi secara makro penggunaan anggaran delapan persen ini boleh untuk desa siaga dan seterusnya,” terangnya.

Jika delapan persen ini tidak mencukupi, sambung dia, maka pemdes bisa menambah dua persen lagi sehingga menjadi sepuluh persen kalau memang kemampuan dana desa itu cukup untuk membiayai. Namun yang menjadi permasalahan saat ini tidak hanya masalah dana, tapi juga masalah data warga yang terpapar Covid-19 yang dianggap masih amburadul. “Tadi berkembang dalam diskusi bahwa desa tidak sanggup untuk menyampaikan data, karena menganggap bahwa terkait data yang valid adalah dari petugas kesehatan. Karena yang tahu Covid-19 atau tidak warga tersebut adalah petugas kesehatan. Kades tidak tahu mana yang harus diisolasi mandiri atau tidak,” terangnya.

Baca Juga :  ASN Bandar Sabu Terancam Dipecat

Atas persoalan ini, para kades meminta koordinasi intens antara puskesmas, satgas Covid-19 tingkat kecamatan dan desa. Selama ini koordinasi dianggap kacau, sehingga dari desa sendiri tidak mengetahui munculnya angka-angka kasus warga yang terpapar Covid-19. Warga juga tidak bisa berbuat banyak untuk persoalan itu. “Makanya pemdes meminta agar kita memakai satu data dan jangan ada versi ini dan itu. Jadi kalau ada warga yang OTG bahwa ini datanya agar pemdes bisa mengambil sikap melakukan isolasi mandiri. Selama ini sumber data amburadul karena koordinasi tidak jalan dan ini juga berdampak kepada penerapan isolasi mandiri,” terangnya. (met)

Komentar Anda