Kemenag Batasi Suara Toa Saat Ramadan

KH M Zaidi Abdad (FAISAL HARIS/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pengaturan penggunaan pengeras suara atau toa di masjid dan musala pada bulan Ramadan tetap diberlakukan berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. “Jadi tetap aturan yang ada di SE dilaksanakan, baik bulan Ramadan atau tidak. Kita tidak melarang penggunaan toa, tetapi ada aturannya. Jadi kalau sudah jam 10 malam, tidak usah lagi pakai toa karena aturannya seperti itu,” ujar Kepala Kanwil Kemenag Provinsi NTB, KH M Zaidi Abdad kepada Radar Lombok, Kamis (31/3).

Karena pada intinya dalam penerapan pelaksanaan aturan SE yang telah diterbitkan pada 18 Februari 2022 lalu, sebagai bentuk untuk saling menghargai. Terlebih di NTB sendiri juga banyak masyarakat non-muslim yang harus sama-sama dihargai. “Intinya untuk saling menghargai karena ditempat kita ini banyak (masyarakat) non-muslim. Jadi tetap kita persilakan menggunakan toa untuk syiar, tetapi ada waktunya dan aturannya seperti yang sudah ada dalam surat edaran biar tidak mengganggu yang lain,” sambungnya.

Untuk itu, katanya, bagi masyarakat Islam yang hendak melaksakan kegiatan tadarusan Alquran pada malam hari selama bulan Ramadan, tidak harus menggunakan pengeras suara keluar. Cukup menggunakan pengeras suara di dalam masjid atau musala, agar tidak mengganggu waktu istrahat. “Karena kalau menggunakan pengeras suara keluar pada jam-jam orang tidur akan mengganggu. Jadi kita tetap mengikuti aturan-aturan yang sudah ada,” tambahnya.

Sebab, menurutnya, jika pelaksanaan tadarusan Alquran dilakukan dengan pengeras suara keluar melewati waktu yang telah ditetapkan di dalam SE akan mengganggu orang yang ingin istirahat pada malam hari. “Makanya itu aturan tetap harus ditaati dan dilaksanakan. Karena hal itu juga akan mengganggu walupun tandarusan. Karena kita ini melakukan ibadah jangan merusak ibadah yang baik. Justru kita ingin ibadah mendapatkan pahala. Tetapi justru mengganggu orang lain kan malah nggak bagus,” tandasnya.

Maka dari itu dalam penerapan SE tersebut, pihaknya juga telah mengingatkan kepada Kemenag kabupaten/kota supaya dapat dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan bagi masyarakat yang melanggar pihaknya akan menegur melalui Kemenang di masing-masing kabupaten/kota. “Ya tentu bagi yang melanggar nanti urusannya kentor Kemenang di masing-masing kabupaten/kota karena sudah tahu acuannya. Paling tidak bagi yang melanggar akan kita ditegur. Karena sudah jelas penggunaan toa di masjid dan musala telah dibatasi sampai jam 10 malam,” tegasnya.

Baca Juga :  Ratusan Warga Masih Tinggal di Kawasan Sirkuit Mandalika

Namun bagi masyarakat yang ingin tadarusan diperbolehkan menggunakan speaker dalam masjid atau musala tanpa dibatasi. Hal ini agar tidak mengganggu ketentraman, kedamain, khusyuk ibadah orang serta tidak mengganggu waktu istirahat orang lain. “Jadi SE itu tetap diterapkan di NTB, bagi yang melanggar akan kita tegur,” sambungnya.

Untuk pelaksanaan penerapan aturan tersebut, pihaknya tetap menyerahkan kepada petugas atau taqmir masjid yang mejalankan. Terlebih pihaknya sudah melakukan sosialisasi dalam penerapan SE melalui penyuluh kantor Kemenag dimasing-masing kabupaten kota. “Dan kita juga kerja sama dengan takmir untuk saling menghargai agar pelaksanaan ibadah tarawih, tadarusan Alquran dan ibadah puasa bisa berjalan dengan baik. Kita melakukan kebaikan tanpa mengganggu orang lain,” pungkasnya.

Zaidi juga mengimbau khususnya masyarakat Islam yang sebentar lagi akan menjalankan ibadah puasa supaya dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik, tertib tanpa mengganggu perasaan orang lain agar saling menghargai. “Kita juga menghimbau ketika kita melaksanakan ibadah terutama pada saat maupun pada saat tadarusan Alquran atau ibadah sunnah lainnya tentu kita jaga bersama agar tertib dalam melaksanakan ibadah itu sehingga kalau misalnya dilaksanakan di masjid atau musala juga harus memperhatikan SE yang sudah disampaikan pemerintah,” imbaunya.

Hal tersebut, katanya, penting untuk diperhatikan supaya tidak ada orang yang merasa terganggu. Karena mungkin ingin istirahat atau melaksanakan salat tahjud tapi karena adanya suara-suara pengeras sehingga tidak bisa dilakukan. Apalagi orang tadarusan Alquran menggunakan pengeras suara keluar dengan volume keras, kemudian banyak bacaan yang salah maka akan membuat dosa. “Ini juga harus menjadi perhatian, maka saya himbau kepada seluruh takmir-takmir masjid untuk mengawal itu semua dalam penggunaan speaker (pengeras suara),” pungkasnya.

Seperti diketahui ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Diatur tata cara penggunaan penggunaan pengeras suara. Pertama dapat digunakan pada waktu salat. Mulai salat salat Subuh, pengeras suara yang keluar diperbolehkan ketika sebelum waktu azan waktunya dengan suara yang keluar pembacaan Alquran atau selawat/tarhim dalam jangka waktu paling lama 10 menit. Kemudian, pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.

Baca Juga :  Ketua KSU Rinjani Resmi Ditahan

Kedua, pada waktu salat Duhur, Asar, Magrib, dan Isya. Pengeras suara keluar dapat digunakan sebelum azan pada waktunya, pembacaan Alquran atau selawat/tarhim dalam jangka waktu paling lama lima menit. Kemudian, sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.

Ketiga, pada salat Jumat, pengeras suara keluar dapat digunakan sebelum azan pada waktunya, pembacaan Alquran atau selawat/tarhim dalam jangka waktu paling lama 10 menit. Kemudian, pada saat penyampaian pengumuman mengenai petugas Jumat, hasil infak sedekah, pelaksanaan khutbah jumat, salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam. Sedangkan pada pengumandangan azan menggunakan pengeras suara luar.

Sementara untuk kegiatan syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan upacara hari besar Islam di masjid dan musala. Untuk penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Alquran menggunakan pengeras suara dalam. Sedangkan untuk kegiatan takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.

Kemudian, pada pelaksanaan salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar. Sedangkan pada pelaksanaan takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan salat rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam. Dan untuk pacara peringatan hari besar Islam (PHBI) atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan pengeras suara luar. (sal)

Komentar Anda