Kejaksaan Usut Utang RSUD Sumbawa Rp 70,2 Miliar

KELUAR: Direktur RSUD Sumbawa dr. Nieta Ariani saat membuka pintu pembatas ruang sidang Pengadilan Tipikor Mataram. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Terkuak, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa memiliki utang Rp 70,2 miliar. Tumpukan utang itu tercatat pada 2021-2022.

“Tercatat bahwa ada beban utang di RSUD Sumbawa Rp 70,2 miliar. Utang itu berdasarkan hasil rekonsiliasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas temuan 2021-2022,” kata Direktur RSUD Sumbawa dr. Nieta Ariani saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram dalam kasus suap dan gratifikasi sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa pada RSUD Sumbawa 2022, yang menyeret mantan Direktur RSUD Sumbawa (2019-2023) dr. Dede Hasan Basri.

Nieta membongkar asal muasal utang yang mencapai Rp 70,2 miliar tersebut. Utang itu muncul dari sejumlah rekanan pengadaan barang dan jasa. Antara lain dari PT Astagraphia Xprins Indonesia Rp 744 juta. Yang sudah dibayar Rp 186 juta. “Sisa utang masih Rp 558 juta,” bebernya.

Selanjutnya utang di PT Inovasi Medik Indonesia Rp 151 juta, PT Eksa Medika Mandiri Rp 281 juta, PT Bumi Indah Sarana Meli Rp 552 juta, PT Bentek Rp 1,1 miliar, PT Gemaindo Mandiri Rp 779 juta, PT Herbal Medikal Rp 615 juta, PT SCPG Rp 2,5 miliar, PT Megah Alkasindo Rp 1,8 miliar.

Tidak hanya dari rekanan, tumpukan utang itu berasal dari jasa pelayanan di RSUD Sumbawa yang belum terbayar. Dan dari BPJS, Bansos Covid-19, jasa umum. “BPJS itu, jasa pelayanan yang sudah dibayarkan oleh BPJS belum diterima oleh tenaga kesehatan yang ada di RSUD Sumbawa,” ujarnya.

Baca Juga :  Tiga Mantan Pejabat ESDM Divonis 5 Tahun, Kejati Tempuh Banding

Tumpukan utang itu sewaktu dr. Dede Hasan Basri masih menjabat sebagai Direktur RSUD Sumbawa. “Ada utang yang sudah dibayarkan. Dari 70,2 miliar, tersisa Rp 57,2 miliar,” sebutnya.

Dikatakan, utang itu dibayar saat dirinya mulai menjabat sebagai Direktur RSUD Sumbawa sejak Februari 2023. Pembayaran utang dilakukan karena tidak bisa membeli barang di e-purchasing. “Kita tidak bisa membeli barang karena masih ada utang yang belum lunas,” katanya.

Diakuinya, saat menduduki jabatan Direktur RSUD Sumbawa, sisa saldo rumah sakit hanya tersisa Rp 101 juta. Dan pembayaran utang menggunakan pendapatan rumah sakit pada tahun 2023. “Rata-rata pendapatan rumah sakit perbulannya Rp 5 miliar,” ungkapnya.

Sementara itu, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa Indra Zulkarnain mengaku sudah mulai mengusut perihal utang RSUD Sumbawa tersebut. “Sudah mulai kita usut,” kata Indra usai sidang.

Pengumpulan data dan bahan keterangan sudah mulai dilakukan. Bahkan, Indra juga mengakui sudah mengantongi laporan hasil temuan BPK tersebut. “Tinggal kita dalami dengan pemeriksaan terhadap saksi-saksi,” ucap dia.

Di dalam laporan BPK yang dikantongi, lanjutnya, menyatakan yang harus bertanggung jawab atas temuan itu ialah pejabat pembuat komitmen (PPK). Temuan tumpukan utang tahun 2021-2022 itu yang menjabat sebagai PPK ialah dr. Dede Hasan Basri yang juga menjabat sebagai Direktur RSUD Sumbawa. “Saat ini masih kami dalami,” tutupnya.

Baca Juga :  Penyelundupan 12 Ton Pupuk Subsidi ke Lombok Digagalkan

Diketahui, dalam persidangan ini, dr. Dede menjadi terdakwa dugaan suap dan gratifikasi dengan menemukan sejumlah alat bukti. Salah satunya ialah dugaan menerima suap dari sejumlah rekanan sebesar Rp 1,4 miliar, berdasarkan hasil hitung mandiri Kejari Sumbawa.

Berdasarkan informasi, pengadaan barang dan jasa menggunakan mekanisme penunjukan langsung. Proyek itu di antaranya pengadaan alkes DRX Ascend System dengan nilai Rp1,49 miliar dan Mobile DR senilai Rp1,04 miliar. Hal ini berbenturan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 16/2015 tentang PBJ pada RSUD Sumbawa dan Perpres Nomor 16/2018 tentang PBJ Pemerintah.

Ada juga penyimpangan anggaran jasa pelayanan kesehatan (jaspelkes). Di mana ada dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam remunerasi Direktur RSUD dan sejumlah pejabat. Mereka diduga mendapatkan keistimewaan dengan jatah 5 persen dari total keseluruhan jaspelkes dengan mengacu pada Peraturan Direktur RSUD Sumbawa Nomor: 82/2021 tentang Pembagian Jaspelkes pada RSUD Sumbawa.

Rinciannya yakni 3 persen untuk kinerja direktur; 0,77 persen kinerja kabag TU; 0,73 persen kinerja kabid pelayanan; dan 0,5 persen kinerja kabid keperawatan. Harusnya, pengaturan jaspelkes mengacu pada Permendagri Nomor 79/2018 tentang BLUD yang berisi tentang aturan pembagian remunerasi yang menggunakan peraturan kepala daerah, bukan peraturan Direktur RSUD Sumbawa. (sid)

Komentar Anda