Kades Menemeng Mengaku Terdesak

POLEMIK : Inilah tanah pecatu di Desa Menemeng Kecamatan Pringgarata yang masih berpolemik, Selasa (4/4). (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYA – Persoalan tanah pecatu kepala dusun, pekaseh, dan penghulu di Desa Menemeng Kecamatan Pringgarata laksana benang kusut. Persoalannya cukup panjang dan berujung pidana.

Pasalnya, para pengklaim tak hanya melaporkan warga penggerahan tanah pecatu itu. Lebih dari itu, Kepala Desa Menemeng HM Mujahidin juga terancam pidana karena telah melepaskan status hak tanah pecatu kepada salah seorang pengklaim.
Mujahidin sendiri mengakui, bahwa persoalan tanah pecatu di desanya sangat panjang. Permasalahan tanah pecatu ini sebenarnya sudah lama terjadi, bahkan saat Desa Menemeng belum mekar dengan Desa Bagu. Waktu itu, Mujahidin menjadi Kepala Desa Bagu periode 2006-2012. Tanah pecatu pekaseh, kepala dusun, dan penghulu yang kini masuk wilayah Desa Menemeng sudah diambil semua oleh pihak warga yang mengklaim.

Sekitar tahun 2010, Desa Menemeng kemudian mekar dari Desa Bagu. Dalam pemilihan kepala desa pertama Menemeng, ia kalah dan sempat vakum. Ia kemudian menjadi kepala desa lagi para periode 2018-2024 sekarang. Pada awal ia menjabat, ia meminta sejumlah kepala dusun di desanya mengundurkan diri karena sudah uzur. Ada beberapa dari mereka yang sudah menjabat lebih dari 20-30 tahun. “Waktu itu saya bilang kepada para kadus sebelumnya, jika nanti terpilih lagi jadi kadus maka silakan. Para kadus yang sebelumnya ini kembali mendaftar lagi tapi tidak terpilih,” ungkapnya H M Mujahidin saat ditemui di kantornya.

Dalam pengelolaan tanah pecatu ini rata-rata keturunan kadus sebelumnya yang mengelola karena lama memimpin. Akhirnya setelah tidak lagi memimpin, tanah pecatu ini mau diambil dengan cara menggugat ke pengadilan. “Semua tanah pecatu diambil dan hanya tanah pecatu Dusun Menemeng saja yang tidak bisa diambil oleh pengklaim. Karena begitu pengklaim turun, langsung diserbu masyarakat,” tuturnya.

Dalam perjalanannya, pada tahun 2018 kasus tanah pecatu ini kembali mencuat saat ada pilkades di desanya. Saat itu, ia kembali diberikan amanah memimpin desa. Saat itu, warga yang mengklaim bersama pengacara mengajukan gugatan ke pengadilan hingga dua kali persidangan. Tapi dalam perjalanannya, ternyata berkas gugatan ini dicabut oleh pihak pengklaim. “Jadi belum ada putusan pengadilan, tapi dasar mengklaim ini punya pipil tahun 1961 tapi kita tidak tau apakah itu asli atau palsu dan silsilah keluarga,” terangnya.
Sekitar tahun 2020, sambung dia, Pemkab Lombok Tengah ingin membangun Puskesmas Bagu di Desa Menemeng dan meminta adanya perluasan tanah. Saat itu pihaknya sudah menjelaskan tanah pecatu ini masih dalam perkara dan tidak bisa digunakan untuk membangun puskesmas. Tapi karena lokasi bangunan harus di tanah pecatu ini maka saat itu dilakukan tukar guling. “Untuk mengganti tanah pecatu yang dipakai untuk puskesmas ini maka solusinya harus tukar guling. Tapi setelah kita lakukan tukar guling tanah dan ada pembangunan puskesmas, malah dari pihak pengklaim melapor ke Polres atas kasus tindak pidana penggelapan dan penyerobotan tanah,”

terangnya.
Karenanya, berbagai pihak termasuk dirinya dipanggil penyidik Polres Lombok Tengah sebagai saksi. Namun dalam perjalanannya, ia merasa bingung karena dirinya selalu dipanggil oleh APH dan kasus perdata ini malah lari ke pidana. Dengan adanya permasalahan itu, kemudian pihaknya meminta arahan di Ketua Forum Kepala Desa (FKD) Lombok Tengah dan saat itu ia mendapatkan informasi agar tanah pecatu ini diserahkan ke pengklaim.

“Saya juga didesak oleh pengacara pengklaim untuk segera menyerahkan tanah pecatu ini, dan tetap saya bilang tidak bisa. Saya sebenarnya serahkan tanah pecatu pekaseh saja dan tidak pernah menyerahkan tanah pecatu kadus dan penghulu seperti informasi yang beredar. Jadi pengklaim ini bukan satu orang dan pengklaim tanah pekasih ini yang saya serahkan, tapi kalau tanah kadus dan penghulu tidak pernah saya serahkan,” terangnya.
Penyerahan tanah pecatu pekaseh ini dilakukan karena pihaknya tidak ingin ditetapkan jadi tersangka dan masuk penjara. Terlebih pihaknya sudah komunikasi dengan Ketua FKD Lombok Tengah, Suasto Armin Hadiputro dan menyarankan agar tanah pecatu ini lebih baik diserahkan kepada pengklaim agar tidak terjadi masalah hukum. Meski pihaknya sebenarnya merasa heran laporan pengklaim ditindaklanjuti oleh APH dengan kasus penyerobotan tanah ini.

“Jadi kalau tidak kita serahkan tanah pecatu pekasih ini maka saya jadi tersangka dan mendengar informasi itu saya undang tokoh di Desa Menemeng untuk menceritakan semuanya dan para tokoh kemungkinan saking sayangnya kepada saya, maka dari pada saya kena hukuman saya disarankan juga untuk serahkan saja. Makanya besok saya ceritakan semuanya saat diundang di dewan,” tambahnya. (met)

Komentar Anda