Jaksa Usut Gaji Stafsus Zul-Rohmi

GEDUNG KEJATI NTB: Tampak Gedung Kejati NTB di Jalan Langko, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, dilihat dari depan. (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Gaji Staf Khusus (Stafsus) mantan Gubernur NTB Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi) tahun 2018-2023, kini masuk radar pengusutan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. “Iya, sedang diusut,” kata Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera, Jumat (3/11).

Pengusutan langsung dibawah kendali pidana khusus (Pidsus) Kejati NTB, karena diduga ada tindak pidana korupsi dalam penggunaan anggaran untuk pembayaran gaji 50 orang Stafsus era Zul-Rohmi tersebut.

Pengumpulan data dan keterangan tengah diproses penyidik, dan beberapa dokumen pun telah dikantongi jaksa, yang salah satunya terkait pembayaran gaji para Stafsus Zul-Rohmi yang diduga menyimpang. “Sudah penyelidikan, dan masih dilakukan pendalaman,” ujar Efrien.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Lombok, sejumlah pejabat di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah diminta klarifikasi penyidik.
Seperti diketahui, persoalan Stafsus Zul-Rohmi ini beberapa waktu lalu menjadi perbincangan yang hangat di publik. Itu mencuat, setelah Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) NTB saat itu, Muhammad Nasir mengatakan bahwa keberadaan Stafsus Zul-Rohmi itu masuk dalam salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BKP), khususnya yang terkait dengan penggajian dan kinerja.

Hal itu terungkap saat jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov NTB, menggelar exit meeting dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan NTB, di Kantor Gubernur NTB, Jumat (29/9) lalu. “Ini (penggajian) salah satu item yang jadi temuan BPK,” ucap Nasir, seperti diberitakan di harian Radar Lombok terbitan edisi Sabtu, 30 September.
Tidak sedikit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terkuras, untuk membayar staf khusus yang direkrut Gubernur dan Wakil Gubernur (Zul-Rohmi) itu. Per tahun, Pemprov NTB menguras kantong sedikitnya Rp 2 miliar.

Dari jabatan yang diberikan Gubernur itu, mereka (Stafsus) mendapat upah atau honorium beragam. Dirincikan, rata-rata gaji Stafsus Zul-Rohmi itu berkisar antara Rp 4 juta — Rp 5 juta perbulan. Dimana gaji yang diterima staf khusus ini jauh melebihi gaji pegawai non ASN yang ada dilingkup Pemprov NTB.

Baca Juga :  Gubernur Didesak Cabut Izin PT SKE

Para Stafsus itu tersebar di beberapa OPD lingkup provinsi, dan terbanyak di Bappeda NTB. “Di BKD Provinsi tidak ada (Stafsus, red), karena BKD tidak perlu staf khusus,” tegas Nasir.
Nasir sendiri belum bisa menjelaskan secara pasti, terkait kontribusi para staf khusus besutan Zul-Rohmi ini terhadap pembangunan daerah. Namun yang jelas, saat direkrut tugas mereka hanya ikut membantu kepala daerah untuk menjalankan tugas sehari-hari. Tapi fakta di lapangan, ada staf khusus yang tidak pernah bekerja, alias hanya menumpang nama saja di Pemprov, tetapi tetap digaji.

“Kalau ditanyakan bagaimana kontribusinya ke daerah. Namun karena tidak ada (Stafsus) di kantor saya (BKD, red), maka saya tidak tahu. Beda kalau misalnya ada ditempatkan di BKD, tentu (mereka) bisa laporan. Jadi untuk keberadaan mereka (Stafsus) itu, (kontribusinya) bisa ditanyakan di Bappeda,” ujarnya.

Nasir menjelaskan, bahwa sempat ada rencana dari Kepala Daerah sebelumnya untuk mengangkat para staf khusus ini menjadi pejabat struktural. Karena di beberapa daerah, ada juga yang melakukan hal yang sama. Namun dirinya tegas menolak, karena hal tersebut dapat melanggar ketentuan yang ada.

Menurut Nasir, perekrutan staf khusus oleh Zul-Rohmi ini hanya untuk menampung para pendukung, atau orang-orang yang sudah berjasa kepada mereka pada saat Pilkada 2018 lalu. “Kalau Pj Gubernur kan tidak ada balas jasanya, karena memang tidak pakai tim sukses,” ucap Nasir.

Nasir juga mengaku kaget saat pihaknya diminta BPK untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan para staf khusus ini. Terlebih dirinya juga belum pernah melihat SK dari nama-nama yang diangkat menjadi staf khusus oleh Gubernur dan Wakil Gubernur NTB (Zul-Rohmi) itu.

“Tapi yang jelas mereka ada, dan ada diantara mereka yang tidak masuk, hanya absen saja. Itu salah satu yang disorot BPK. Kalau BPKP masih internal dan eksternal kita-kita saja (yang diawasi, red). Tapi kalau tadi itu (BPK), semua eksternal kita, dan dia memotret apa adanya,” jelas Nasir.

Baca Juga :  Baru Ditanam, Banyak Pohon Bypass BIL- Mandalika Hilang

Temuan BPK yang dibeberkan Plh Sekda NTB itu, juga mendapat bantahan dari mantan Gubernur NTB Zulkieflimansyah. Dalam terbitan harian koran Radar Lombok edisi Selasa, 3 Oktober lalu, Politikus PKS ini menyatakan bahwa Stafsus yang direkrut selama kepemimpinannya bersama mantan Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalilah, sudah lama diberhentikan.

Bahkan pemberhentian puluhan Stafsus itu diklaim sudah dilakukan tiga bulan sebelum masa jabatannya berakhir pada 19 September 2023 lalu. “Sejak bulan Juni 2023, bukan hanya staf khusus saja, tapi semua staf yang ada kaitannya dengan Zul-Rohmi sudah saya berhentikan,” kata Zul, sapaan akrab mantan Gubernur NTB Periode 2018-2019 ini, seperti yang dikutip pada laman Facebook (FB)-nya, Senin (2/10).
Mantan anggota DPR RI tiga periode itu mengaku sudah mengecek ke BPK, terkait kegiatan exit meeting yang dilakukan bersama Pemprov NTB pada Jumat, 29 september 2023 lalu. Dimana berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak ada indikasi temuan terhadap keberadaan para Stafsus tersebut.

“Bahwa apa yang disampaikan beberapa teman-teman di media, setelah saya cek ke BPK, ternyata BPK kemarin melakukan exit pemeriksaan pendahuluan. Dan kata teman-teman BPK sama sekali tidak membicarakan hal tersebut, bahkan indikasi temuan (juga) tidak ada,” tegasnya waktu itu.
Karenanya, Bang Zul mengkritik sikap Pemprov NTB yang sudah membocorkan hasil pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan BPK terhadap gaji para Stafsus itu. Menurutnya, apapun hasil dari pemeriksaan BPK itu, Pemprov NTB tidak perlu mengumbar ke publik. Mengingat hasil exit meeting BPK itu juga belum ditindaklanjuti dengan pemeriksaan yang lebih detail dan terperinci, yang diserahkan ke DPRD NTB.

“Dari pengalaman kami berinteraksi dengan BPK sejak di DPR dulu, sampai saya jadi Gubernur, saya pastikan info tersebut, bukan dari tim pemeriksa. Karena itu melanggar kode etik, kalau menyampaikan hasil pendahuluan. Tapi karena memang ini tahun politik, dan sudah dekat Pemilu dan Pilkada, ya biasa lah kalau digoreng-goreng sedikit,” tandasnya. (sid)

Komentar Anda