
MATARAM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dana perubahan dan penggabungan (marger) bentuk perusahan daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) NTB menjadi PT BPR NTB, Senin kemarin (19/3).
Kedua tersangka yakni mantan ketua tim konsolidasi marger bentuk PD BPR NTB menjadi PT BPR NTB, Ikwan dan mantan wakil ketua tim konsolidasi Mutawalli. Penahanan dilakukan setelah kedua tersangka menjalani pemeriksaan ketiga kalinya. Kedua tersangka mulai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 11.00 Wita dan baru berakhir pada pukul 16.00 Wita. Usai menjalani pemeriksaan, keduanya langsung dibawa ke Lapas Mataram. Kedua tersangka ini rencananya ditahan selama 20 hari kedepan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) dan Hubungan Masyarakat (Humas) Kejati, Dedi Irawan mengatakan, penahanan ini untuk kelancaran proses penyidikan karena tersangka dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan memungkinkan untuk mengulangi perbuatannya lagi. “Kita patut melakukan penahanan dengan alasan tersangka nanti melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan yang sama,” kata Dedi.
Dalam kasus tersebut kedua tersangka berperan sebagai peminta dana untuk proses merger PD BPR menjadi PT BPR NTB. Dana yang berhasil dikumpulkan sebanyak Rp. 1.899.187.871. Dari dana sebanyak pengeluaran yang tercatat sebesar Rp 807.333.521 dan sisa kas sebesar Rp 28.275.497. Sedangkan sisanya diduga untuk kegiatan fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, sehingga kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp 1.063.578.853.
Atas perbuatannya itu, dijerat pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto pasal 64 KUHP. Ditambahkan Dedi, saat ini penyidik masih fokus kepada dua tersangka. Terkait dugaan keterlibatan orang lain dalam kasus tersebut sebagai penerima aliran dana BPR ini, Dedi menegaskan perlu ada bukti-bukti yang cukup terlebih dahulu sehingga bisa menetapkan tersangka baru. “Walaupun sudah disebutkan keterlibatan orang lain, tetapi kan perlu didukung oleh bukti-bukti lain sehingga memungkinkan ditetapkannya tersangka,” tambahnya.
Ikhwan yang dikonfirmasi kecewa dengan penahanannya. Dirinya tidak pernah menikmati uang merger BPR. Justru pihak-pihak yang menikmati dana ini, tidak diproses hukum. Penasihat hukum Ikhwan, Dr Umaiyah sangat menyesalkan dan kecewa kliennya ditahan. Ia merasa Ikhwan dan Mutawalli selalu kooperatif. Ia membantah segala alasan penahanan karena menurutnya itu kurang tepat. “Jika dengan alasan melarikan diri kan tidak mungkin, karena tersangka sudah dicekal untuk ke luar negeri. Menghilangkan barang bukti kan barang buktinya sudah disita dan jika mengulangi perbuatan yang sama kan ini saja belum dilaksanakan,” tegasnya.
Umaiyah menambahkan, meskipun dilakukan penahanan, pihaknya akan melakukan upaya untuk meringankan tersangka dengan mendatangkan saksi ahli dan saksi dari BPR sendiri. Umaiyah juga meminta penyidik menindaklanjuti pengakuan kliennya mengenai keterlibatan pihak lain. Kliennya sudah menyebut siapa sesungguhnya dalang dari semua itu. Menurutnya, Ikhwan dan Mutawalli dalam hal ini sudah mengakui bahwa mereka hanya menjalankan perintah dari atasan.
Sedangkan penasihat hukum Mutawalli, Amri Nuryadin menyerahkan proses hukum penahanan kliennya. Menurutnya, penahanan itu adalah kewenangan penyidik. Terkait dengan materi atau segala bentuk pembelaan menurutnya akan disampaikan nanti pada saat persidangan. ‘’Kami akan kemukakan segala apa yang ada di-BAP dan keteragan yang lain. Proses ini silakan berjalan,” ungkapnya.
Mutawalli yang diwawancara mengaku belum siap menjalani penahanan. Menurutnya, saat ini dirinya sedang mengumpulkan data-data yang akan dijadikan bukti meringankan dirinya dan bukti keterlibatan pihak lain. Dirinya khawatir jika ditahan akan mempersulitan dirinya mengumpulkan data-data aliran dana merger BPR itu. ”Saya masih kumpulkan bukti,” akunya. (cr-der)