DPRD NTB Dikritik Terlalu Sering Kunker

MATARAM – Anggota DPRD Provinsi NTB dinilai terlalu sering pergi keluar daerah.

Para wakil rakyat di gedung Udayana tersebut waktunya lebih banyak dihabiskan di luar daerah dibandingkan melihat kondisi masyarakat di Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing. Sorotan dilontarkan Ketua Umum  Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC-PMII) Provinsi NTB Syamsul Rahman. “Saya heran saja melihatnya, mereka terlalu sering keluar daerah. Sementara mendatangi rakyat jarang sekali, paling kalau reses atau saat ada kepentingan saja sok dekat dan peduli nasib rakyat,” ujarnya kepada Radar Lombok Minggu kemarin (28/8).

Persoalan yang palig substantif ujar Syamsul, manfaat dari kunjungan kerja (Kunker) para wakil rakyat tersebut. Berada di luar daerah selama 3 hari tetapi manfaatnya untuk rakyat dan daerah sangat tidak signifikan. “Coba deh saya tanya, tahun ini saja sangat sering keluar tapi manfaatnya banyak yang tidak jelas,” ucapnya.

Syamsul sama sekali tidak mempersoalkan adanya kunker, apalagi jika itu memang sangat urgen seperti kunker panitia khusus (Pansus) yang memang harus dilakukan. Namun dari sekian kali kunjungan, lebih banyak terkesan mubazir. Apalagi tidak semua kunker keluar daerah disampaikan hasilnya ke publik.

Apabila kunker tersebut menggunakan uang pribadi atau biayanya tidak mahal, masyarakat tidak akan mempersoalkan itu. Tetapi biaya sekali keluar daerah sangat tinggi dan itu menggunakan uang rakyat. “Mereka dikasi uang, dikasi hotel tempat menginap, dikasi makan dan dikasi fasilitas  lainnya. Mereka sih senang, tapi apa iya kita terus biarkan saja hal seperti ini,” kesalnya.

Dalam satu kali keluar daerah yang tercantum dalam Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD),  satu orang anggota DPRD saja menghabiskan uang Rp 14 juta. Apabila 63 anggota DPRD yang aktif saat ini keluar daerah, maka biayanya mencapai Rp 882 juta.

Baca Juga :  Tes Urine, Empat Anggota Dewan Kabur

Menurut Syamsul, biaya yang mahal itu tidak sebanding dengan hasil atau output dari kunker. Oleh karena itu, ia meminta kepada semua pihak terutama para pengambil kebijakan di NTB agar mau membuka mata. “Pengangguran lihat masih banyak, kemiskinan kita bertambah. Apa iya kita tega pura-pura buta dan tidak peduli,” ujarnya.

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir anggaran yang terkesan sia-sia. Misalnya untuk sebuah urusan yang mengharuskan konsultasi, bisa dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. “Kalau mau konsultasi dengan kementerian, apa iya sih harus ke Jakarta saja. Kan bisa lewat telepon atau video call, manfaatkan dong teknologi. Jadinya kita bisa irit anggaran, daripada kesannya hanya jalan-jalan dan mubazir,” saran Syamsul.

Dirinya lebih senang dan bangga apabila anggaran yang banyak itu diarahkan ke pos lain untuk kepentingan rakyat. Selain itu, bisa juga dialihkan untuk kunker di dalam daerah yang selama ini masih sangat minim. “Lebih baik sering-sering turun ke masyarakat, alihkan saja anggarannya kesitu. Masyarakat butuh wakilnya, jangan malah wakilnya lebih sering di luar,” ucapnya.

Terpisah, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD NTB, HMNS Kasdiono tidak sepenuhnya setuju apabila kunker dianggap menghambur–hamburkan uang rakyat. Namun ia sangat setuju apabila kualitas kunker ditingkatkan sehingga ada manfaat yang bisa dibawa ke daerah seusai kunker.

Menurut Kasdiono, banyak urusan kerja DPRD yang mengharuskan pergi keluar daerah. “Tapi pada prinsipnya saya setuju kalau kualitas kunker kita tingkatkan. Kami disini kan mewakili rakyat, jadi tentu bekerja untuk kepentingan rakyat,” terang Kasdiono.

Baca Juga :  Dewan Lobar Pertanyakan Penanganan Sampah

Anggota DPRD Provinsi NTB dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) H Burhanuddin mengatakan, kunker ke luar daerah sangat banyak manfaatnya. Kunker tersebut biasanya berkelompok berdasarkan komisi, badan, pansus dan lain-lain. “Tapi tidak sering kok, malah lebih sering ke dalam daerah kan kalau bicara secara komulatif,” terangnya.

Selain itu, apabila kunker ke luar daerah manfaatnya sangat banyak. Misalnya bisa mendapatkan ilmu dari daerah lain dalam sebuah persoalan, atau ketika ada permasalahan bisa konsultasi ke pemerintah pusat. “Waktu kita ke Kementerian Kehutanan contohnya, banyak ternyata isu yang menarik tentang hutan. Kita tidak akan tahu kalau tidak kunker. Jadi kualitas kunker itu bukan hanya sekedar hasil,” katanya.

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H Lalu Pelita Putra  mengakui  kritikan dari PMII.

Menurutnya, perjalanan dinas keluar daerah yang terlalu sering memang tidak efektif. "Ada benarnya juga, kedepan memang harus diperbanyak Kunker ke dalam daerah," jawabnya.

Salah satu dampak negatif lebih sering kunker keluar daerah tentunya fungsi pengawasan legislatif terhadap eksekutif menjadi berkurang. Hal yang berbeda lanjut Pelita apabila Kunker diperbanyak di dalam daerah. Berbagai program eksekutif bisa terpantau lansung. "Makanya kita juga ingin kalau hal-hal penting saja baru kita pergi keluar daerah, kalau memang tidak harus ya lebih baik kita perbanyak di dalam daerah saja," ucapnya. (zwr)

Komentar Anda