Divonis Bebas, Ketua PHDI NTB Menangis Bahagia

MENANGIS BAHAGIA: Ketua PHDI NTB, Ida Made Santi menangis bahagia setelah mendengar Majelis Hakim PN Mataram menjatuhkan vonis bebas kepada dirinya, Kamis (26/1). (rosyid/radarlombok)

MATARAM—Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB, Ida Made Santi Adnya, tak dapat menahan haru dan tangis bahagianya ketika dijatuhi vonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Majelis Hakim PN Mataram yang diketuai Muslih Harsono, dengan anggota Catur Bayu Sulistiyo dan Mahyudin Igo, dalam sidang putusan yang berlangsung Kamis kemarin (26/1), menilai terdakwa sama sekali tidak memiliki niat menyebarkan berita bohong dan menyesatkan. “Majelis Hakim menilai unsur kebohongan atau menyesatkan tidak terbukti secara sah,” katanya.

Dengan begitu, majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan terdakwa dinyatakan bebas dari segala tuntutan penuntut umum. “Memulihkan hak-hak terdakwa dan memulihkan nama baik terdakwa,” sebutnya.

Majelis hakim mengatakan demikian, dengan melihat fakta-fakta di persidangan. Tidak ada fakta yang ditemukan bahwa terdakwa terbukti menyebarkan berita kebohongan dan menyesatkan pada postingan pelelangan objek dan tidak ada yang dirugikan.

Sebelumnya, jaksa penuntut menyatakan terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Sehingga, jaksa menuntut menjatuhi terdakwa tuntutan penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan. Tuntutan tersebut sesuai dengan dakwaan yang disangkakan, yaitu Pasal 28 ayat  (1) Jo pasal 45A ayat (1) UU RI No.19  Tahun 2016 perubahan atas UU RI No.11  tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Untuk diketahui, dalam kasus ini Made Santi terjerat kasus ITE yang dilaporkan oleh salah seorang mantan suami kliennya. Masalah ini bermula ketika Made Santi menjadi kuasa hukum dari seorang wanita berinisial NS, untuk masalah pembagian harta gono-gini pasca-perceraian dengan suami kliennya berinisial GG.

Persoalan pembagian gono-gini sudah diputuskan dibagi dua. Hal ini sesuai keputusan Peninjauan Kembali (PK) dan Mahkamah Agung RI. Objek gono-gini waktu itu ada 9, salah satunya adalah Hotel B di Cakranegara. Karena gono-gini berupa benda material, sehingga tidak bisa langsung “digergaji” dan akhirnya diajukan lelang, sesuai dengan prosedur.

Permohonan lelang kemudian diajukan ke Pengadilan Negeri Mataram dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hal itu juga melibatkan tim aprraisal independen yang menilai estimasi harga objek gono-gini tersebut. Pengumuman lelang untuk Hotel B juga sudah diumumkan Pengadilan dan KPKNL, termasuk di iklan media massa cetak. Waktu itu pandemi covid-19 gelombang awal, sehingga penjualan lelang Hotel B terkendala.

Menurut taksiran tim apraissal, harganya mencapai Rp 20 miliar. Namun laku terjualnya Hotel B cukup lama, sehingga pelelangan diumumkan melalui media sosial (Facebook). Dalam unggahan status Facebook-nya, Made Santi waktu itu menuliskan, “Barang siapa berminat dengan hotel ini, bisa hubungi saya dan mendaftar ke kantor KPKNL Mataram”.

Postingannya disertai foto Hotel B, dan sejumlah dokumen seperti hasil aprraisal dan dokumen pengumuman KPKNL Mataram. Atas dasar postingannya tersebut, Made Santi dilaporkan ke Polda NTB oleh mantan suami kliennya dengan sangkaan kasus ITE dengan alasan mem-posting objek tanpa seizin GG, mantan suami kliennya.

Pada bulan Maret 2021 lalu, Made Santi dipanggil penyidik Polda untuk klarifikasi. Kasus ini kemudian berlanjut hingga dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada awal Februari 2022. Pasal yang menjeratnya adalah Pasal 28, ayat (1), Undang-Undang ITE, terkait penyebaran berita bohong. (cr-sid)

Komentar Anda