PRAYA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Tengah angkat suara dengan laporan meruginya event MotoGP yang berlangsung di Sirkuit Mandalika pada 13-15 Oktober lalu yang penontonnya tembus 103.000. Dengan tingginya jumlah penonton ini membuat wakil rakyat mempertanyakan keabsahan data kerugian yang disuguhkan oleh MGPA kepada pemkab.
Tidak hanya masalah data yang menjelaskan kerugian event MotoGP ini, dewan juga mempertanyakan alasan dari Pemkab Lombok Tengah memberikan diskon 10 persen untuk pajak event MotoGP. Karena menurutnya tidak ada dasar pemkab memberikan diskon dari peraturan daerah (perda) 30 persen malah diberikan pengurangan hingga menjadi 20 persen.
Anggota Komisi IV DPRD Lombok Tengah, Suhaimi menyatakan, MGPA hanya melaporkan diri rugi saja sehingga pihaknya mempertanyakan apakah memang sebenarnya MGPA rugi atau hanya laporan rugi saja. Terlebih imbas laporan kerugian ini malah pihak MGPA meminta pengurangan persentase dari pajak yang harus dibayarkan. “Ini yang diminta pengurangan persentase, bukan jumlah. Jadi sebenarnya tidak ada alasan mau rugi atau tidak tetap saja jumlah pembayaran pajak ini dilihat dari persentase. Jadi kalau tiket yang terjual sekian, maka besaran dari harga tiket itu kita dapat 30 persen tapi malah persentase ini yang dikurangi menjadi 20 persen,” ungkap Suhaimi kepada Radar Lombok, Minggu (12/11).
Sebenarnya, Suhaimi berpendapat, berapapun hasil dari event MotoGP maka harus tetap membayar 30 persen. Dengan terjadinya permasalahan ini maka pihaknya menyarankan kepada pemkab dan MGPA untuk membuat perjanjian yang mengikat tentang berapa persentase yang paling memungkinkan untuk dibayar agar tidak menjadi PHP dalam setiap momen dengan meminta diskon. “Perjanjian yang saya maksud bisa saja pemkab menentukan berapa nominal yang didapatkan setiap tahun dari Sirkuit Mandalika. Makanya ini kita mempertanyakan apakah betul merugi atau hanya laporan rugi dan sebenarnya tidak ada urusan mau untung atau rugi maka persentase pembayaran pajak itu harus tetap 30 persen,” tegas Ketua DPC PDI Perjuangan Lombok Tengah ini.
Dikatakan Suhaimi, dengan diberikannya diskon ini maka tentu akan menyalahi aturan yang ada dan tentu juga akan berdampak terhadap pendapatan asli daerah (PAD) sehingga sebenarnya tidak ada alasan dari pemkab juga menyetujui permintaan keringanan pajak event MotoGP ini. “Kenapa kita menggunakan persentase tujuannya biar kita tidak berdebat angka. Ini sudah jelas persentase 30 persen maka tidak boleh dikurangi,” tegasnya.
Sekda Lombok Tengah, H Lalu Firman Wijaya menerangkan, dari koordinasi yang sudah dilakukan oleh Pemkab bersama MGPA disepakati jika untuk event MotoGP tahun ini pihak MGPA mendapat keringanan pembayaran dari yang di perda sebanyak 30 persen dan kini bisa dibayarkan hanya 20 persen. “MGPA mengajukan permohonan pembayaran pajak itu 15 persen. setelah kita koordinasi sehingga disepakati pembayaran pajak itu 20 persen. Sudah kita turunkan karena sebenarnya di perda itu jumlah pajak hiburan mencapai 30 persen,” ungkapnya.
Dari hitungan pemkab jika pajak hiburan diangka 30 persen, maka dengan realisasi penjualan tiket berbayar hanya sebesar Rp 39.640.756.077 oleh pemkab akan mendapatkan PAD sekitar Rp 11.892.226.823. Hanya saja karena diberikan kelonggaran menjadi 20 persen sehingga dari realisasi penjualan tiket berbayar hanya sebesar Rp 39.640.756.077 oleh pemkab akan mendapatkan PAD hingga Rp 7.928.151.215. “Yang jelas hasil terakhir negosiasi itu 20 persen sudah disepakati maka kita akan dapatkan PAD kisaran Rp 7 miliar lebih. Untuk proses pembayaran tinggal kita tunggu dari MGPA, termasuk juga event sebelumnya yakni RRC kita berikan juga diskon dan pembayaran pajak hanya 20 persen dan yang Rp 7 miliar ini hanya untuk MotoGP,” tegasnya. (met)