Warga Diminta Tempuh Jalur Hukum

DIRUSAK: Sejumlah warga ketika menurunkan baliho desan pembangunan Poltekpar NTB, Senin (17/7) (DOK/RADAR LOMBOK)

PRAYA-Polemik lahan pembangunan Politeknik Pariwisata (Poltekpar) NTB di Desa Puyung Kecamatan Jonggat Lombok Tengah makin panjang.

Bukan hanya persoalan klaim mengklaim lahan antara Pemprov NTB dan warga. Tetapi, muncul juga masalah baru buntut dari perusakan baliho desain pembangunan Poltekpar oleh warga, Senin lalu (17/7). Pihak kepolisian menilai, jika terjadi perusakan maka akan melanggar pasal 406 dan 170 KUHP.

Dalam pasal 406 disebutkan, barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan perusakan, maka terancam pidana 2 tahun 8 bulan. Sedangkan pasal 170 disebutkan, barang siapa terang-terangan dan bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam pidana paling lama 5 tahun 6 bulan penjara. ‘’Dan hukuman ini bisa lebih, karena tergantung kasalahannya apa,’’ ungkap Kasatreskrim Polres Lombok Tengah AKP Rafles P Girsang, kemarin (18/7).

Untuk kasus perusakan baliho Poltekpar NTB itu, Rafles mengaku akan memproses kasus itu. Tetapi, belum ada laporan dari pihak yang dirugikan sekarang ini. “Kita tetap akan proses kasus ini karena telah melanggar aturan. Tapi kami masih menunggu pengaduan dari pihak yang dirugikan,’’ tambah Rafles.

Polemik klaim lahan antara warga dan pemprov ini juga menjadi perhatian DPRD Lombok Tengah. Seperti yang diungkapkan anggota Komisi IV DPRD Lombok Tengah, H Ahmad Supli. Dia mengimbau agar warga menggugat ke pengadilan jika memiliki bukti kuat. Karena persoalan tanah tersebut sudah masuk ranah hukum. Warga bisa menggugat secara perdata di pengadilan.

Baca Juga :  Tim Penilai Lomba Anugerah Kencana Datangi Loteng

Dengan adanya keputusan pengadilan nanti, maka jelas siapa pemilih lahan 41 hektare tersebut. Tidak kemudian mengandung kesan menghalangi rencana pembangunan pemerintah. ‘’Kalau punya alat bukti yang kuat, gugat saja pengadilan supaya klir persoalannya. Jangan main serobot saja,’’ imbuh Supli.

Pasalnya, sambung mantan pengacara senior ini, tindakan warga sudah keluar dari jalur ketentuan. Warga sudah terlihat mulai melakukan hal-hal yang berpotensi melanggar aturan. Seperti terjadinya perusakan baliho milik Poltekpar.

Menurut Supli, langkah tersebut sangat bertentangan dengan aturan yang berlaku. Warga semestinya tidak boleh melakukan perusakan karena memiliki konsekuensi hukum. “Setahu saya, lahan tersebut sudah dimenangkan pemerintah di PN Praya. Jadi, mau bagaimana lagi. Kalaupun keberatan ya gugat lagi dari pada menggunakan kekerasan,” sesalnya.

Politisi PKS ini berujar, dia bukannya tak mendukung rakyat. Tetapi, dia melihat suatu permasalahan itu harus normatif. Terlebih, pembangunan tersebut nantinya dihajatkan untuk pendidikan, maka sangat disayangkan jika ada halangan. “Pembangunan itu untuk pendidikan dan pariwisata di NTB, maka kami selaku dewan akan mendukung penuh. Kalau pun ada masalah, maka silakan tempuh jalur hukum saja,” sarannya.

Baca Juga :  Ratusan Kades di Loteng Studi Banding ke Jakarta

Senada juga disampaikan Ketua Komisi II DPRD Lombok Tengah, M Samsul Qomar. Dia juga menyayangkan terjadinya perusakan baliho Poltekpar tersebut. Warga semestinya menempuh jalur hukum di pengadilan, bukan dengan menggeregah lahan tersebut.

Apalagi, kata Qomar, lahan tersebut sudah dimenangkan pemprov di pengadilan. Jadi, tentunya pemerintah memiliki alasan kuat untuk membangun di atas lahan tersebut. “Kalau warga yang merusak tersebut dilaporkan, maka akan bisa kena hukum,’’ ingat Ketua MPC Pemuda Pancasila Lombok Tengah ini.

Qomar menambahkan, pembangunan gedung itu sangat diharapkan masyarakat. Bahkan, pembangunan Poltekpar NTB itu diibaratkan sebagai durian jatuh di Lombok Tengah. Karena pembangunan itu sangat diharapkan juga oleh daerah lain. Namun, pilihan rencana pembangunan itu ditetapkan di Lombok Tengah mengingat strategis daerah itu di NTB saat ini. “Jadi jangan main fisik lah. Kalau pun warga memiliki bukti yang kuat, maka bisa menempuh jalur hukum,’’ pungkasnya.

Wakil Bupati Lombok Tengah L Pathul Bahri yang dimintai pendapatnya ogah berkomentar. ‘’Persoalan itu tak perlu dibesar-besarkan,’’ katanya. (cr-met/cr-ap)

Komentar Anda