Utang Pemprov Rp 1,298 Triliun Dinilai tak Wajar

Maryono

MATARAM — Jumlah kewajiban Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2023, mencapai sebesar Rp 1,298 triliun. Hal ini terungkap dalam Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi NTB Tahun Anggaran 2023. Dimana jumlah utang ini mengalami penurunan sebesar Rp 77,594 milliar, atau sebesar 5,64 persen, dibandingkan dengan kewajiban tahun 2022 yang sebesar Rp 1,376 triliun.

Menyikapi besarnya beban utang ini, Pemprov diminta untuk lebih sehat dan berkelanjutan dalam mengelola APBD NTB. Kalaupun Pemprov NTB masih memiliki kewajiban yang belum terselesaikan kepada pihak ketiga, maka sebaiknya utang tersebut masih dalam batas wajar.

“Bagaimana utang itu dia (Pemprov, red) memiliki kemampuan untuk membayarnya, itu yang diperhitungkan. Kita lebih kepada bagaimana Pemda itu dalam menyusun APBD ataupun melaksanakan APBN prudent (bijaksana,red), bisa sustainable (berkelanjutan,red) dan tidak membebani APBD. Karena APBD itu bagaimana untuk menggerakkan ekonomi dan biaya operasional pemerintah,” kata Kepala Bidang PPA II Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTB, Maryono, kemarin.

Sebagai informasi, kewajiban Pemprov NTB terdiri dari kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Adapun utang jangka pendek Pemprov sebesar Rp 695,541 milliar, terdiri dari utang PFK tahun 2023 sebesar Rp 2,497 milliar. Dimana utang ini merupakan pemotongan pajak yang disetor ke kas negara sampai akhir tahun 2023.

Baca Juga :  Prof Masnun Terpental Jadi Pj Gubernur?

Kemudian utang bunga tahun 2023 sebesar Rp 3,869 milliar, merupakan beban bunga pinjaman PEN Daerah yang dibayarkan melalui pemotongan DAU bulan Januari 2024. Kemudian pinjaman jangka panjang tahun 2023 sebesar Rp 122,798 miliar, merupakan besaran pokok pinjaman PEN Daerah pada PT SMI yang harus dilunasi Pemerintah Daerah pada tahun 2024. Pendapatan diterima dimuka tahun 2023 sebesar Rp 1,607 milliar, merupakan pendapatan yang sudah diterima, tetapi belum menjadi hak daerah.

Selanjutnya utang belanja tahun 2023 sebesar Rp 564,714 milliar, merupakan utang atas belanja daerah yang bersifat kontraktual, termasuk didalamnya utang BLUD dan utang belanja operasional lainnya. Utang jangka pendek lainnya sebesar Rp 53,325 juta, merupakan kewajiban Pemprov NTB ke Pemkab Lombok Barat atas kontribusi pemanfaatan aset daerah.

Masih tingginya kewajiban jangka pendek pemerintah daerah, khususnya utang belanja, tentunya harus menjadi perhatian bersama, supaya terwujud APBD NTB yang lebih sehat. Mengingat nilai utang belanja ini jauh berada di atas batas defisit APBD tahun 2023 sebesar 2,2 persen, dari perkiraan pendapatan daerah untuk kategori daerah dengan kapasitas fiskal daerah yang rendah.

Baca Juga :  Soal Pj Gubernur, Gerindra dan NasDem Belum Tentukan Sikap

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.07/2022 tentang batas maksimal kumulatif defisit APBD dan batas maksimal kumulatif pembiayaan utang daerah tahun anggaran 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 tahun 2023 tentang peta kapasitas fiskal daerah.

Jika beban utang Pemprov NTB terlalu besar, dikhawatirkan fungsi dari APBD malah tidak tercapai. Karena dalam aturannya, komulatif utang di APBD itu tidak boleh melebihi 60 persen dari PDRB NTB. “Nah sekarang PDRB-nya NTB itu berapa, kira-kira masih 60 persen atau masih kurang,” kata Maryono.

Maryono menilai realisasi belanja daerah di APBD NTB dinilai masih belum ideal. Pasalnya, hingga Mei 2024 realisasi belanja masih rendah, yakni baru Rp 5,67 triliun, atau baru sekitar 23,34 persen dari target. Padahal jika secara proporsional, realisasi belanja APBD NTB harus lebih dari 40 persen.

Sebaliknya realisasi belanja APBD justru akan melonjak pada akhir tahun. “Kalau dia dibawah 40 persen, menurut kami belum ideal. Walaupun nanti di akhir tahun biasanya terjadi lonjakan realisasi. Kita pinginnya yang proporsional,” pungkas Maryono. (rat)

Komentar Anda